26

212 15 0
                                    

Jimin membuka pintu rumahnya. Dia ingin memastikan keadaan Lisa. Dia menoleh ke belakang untuk memastikan jika tidak ada polisi yang memata-matainya. Setelah merasa aman Jimin pun masuk dan mengecek keadaan kamar tamu namun dia tidak menemukan keberadaan Lisa disana. Jimin mengambil ponselnya untuk menghubungi Lisa namun sudah berkali-kali tapi tak kunjung di angkat olehnya.

Jimin masuk ke dalam kamarnya. Alangkah terkejutnya dia saat melihat foto pernikahannya bersama Jennie sudah tercerai-berai di lantai. Jimin segera keluar dan memeriksa lagi dan ternyata benar foto yang berada di ruang tamu juga sudah tidak ada. Tinggal pecahan kacanya dan darah yang berceceran dimana-mana.

Jimin kembali ke kamar dan bergegas untuk mengecek brankasnya. Dia mengelus dadanya saat melihat semua uangnya aman. Jimin jadi bingung sebenarnya apa yang telah terjadi di rumahnya. Berbagai macam kemungkinan pun terlintas di pikirannya. Entah ini ulah Lisa atau ulah orang yang ingin merampok rumahnya namun Lisa berhasil melawannya hingga rumahnya acak-acakan seperti ini.

"Tolong semuanya dibereskan dan untuk foto-fotonya jangan dibuang!" Jimin memberikan instruksi kepada pelayannya yang biasanya bekerja untuk Jimin.

Untuk sementara waktu terpaksa Jimin pulang ke rumah utamanya. Memang sedikit menyebalkan karena kakaknya akan menanyakan berbagai pertanyaan yang membuatnya pusing apalagi menyangkut Lisa. Pria bertubuh mungil itu memasuki mobilnya lalu pergi.

Sementara dua kilometer dari kediaman Jimin ada Lisa yang berlari tanpa henti. Air matanya sudah bercucuran bersama keringat. Dia melihat lagi selembar foto yang memperlihatkan pernikahan Jimin dan juga Jennie. Walaupun statusnya sudah bercerai tetap saja membuat rasa sakit di hati Lisa karena hal sebesar ini disembunyikan darinya.

Lisa mempercepat larinya dan berhenti di sebuah rumah yang amat besar. Lisa menerobos seperti biasanya dan tak memperdulikan para penjaga yang menghalanginya. "Jennie, dimana kau?"

Seperti dejavu Rose turun dari tangga dan melihat tampilan Lisa yang acak-acakan. Bahkan ada luka di pelipis gadis itu. "Lisa," panggilnya.

Lisa menarik nafasnya dan melihat Rose. Tubuhnya sebenarnya sudah lemah karena tekanan batin yang dialaminya selama dua hari ini di rumah Jimin. Foto-foto itu bagaikan siksaan baginya karena melihat wanita yang teramat dicintainya begitu tega kepada dirinya. Tidak makan dan tidak minum hanya karena memikirkan alasan Jennie menyembunyikan semua ini darinya.

"Ada apa ini?" Jiso datang dengan tampilannya yang anggun dan ada Jennie di sampingnya yang juga tak kalah anggun. Gadis itu menggenggam tangan Jiso dengan erat.

Ekspresi Jiso kaget karena melihat keberadaan Lisa begitupun Jennie. Tatapan Lisa lalu mengarah tajam ke arah Jennie. Dia berjalan dan menatap Jennie dengan tatapan penuh luka. "Bisa tolong jelaskan ini" Suaranya bergetar tanda gadis itu sedang menahan tangisnya.

Jennie shock karena melihat foto pernikahannya dengan Jimin. Matanya menyiratkan keterkejutan karena tidak menyangka Lisa bisa mendapatkan foto itu. Pikirannya hanya tertuju kepada satu orang, yaitu Suga. Rupanya dia tidak mengindahkan ancamannya tempo hari. Jennie bersumpah akan segera membalaskan dendam kepada pria itu karena sudah berani menantangnya.

Jennie memalingkan wajahnya untuk menghindari tatapan Lisa. Dibandingkan Lisa dia lebih takut dengan reaksi Jiso yang sudah resmi menjadi kekasihnya. "Jadi kamu sudah menikah?" Pertanyaan itu lolos dari bibir Rose yang juga sama terkejutnya.

Jennie memilih menatap Jiso yang juga menuntut jawaban dari mulut gadis itu walaupun sebenarnya dia sudah tau itu. Jennie memegang lengan Jiso lalu mengusapnya dengan lembut. "Aku bisa jelaskan segalanya, tapi ga disini"

Lisa sakit melihat cara Jennie menenangkan Jiso. Dia terluka karena Jennie lebih memilih mengkhawatirkan Jiso daripada dirinya. Apakah sekarang posisinya sudah tergantikan? "Jen lalu bagaimana denganku? Kenapa kamu tega menyembunyikan ini semua dariku?" tanya Lisa.

Jennie hanya menatap Lisa sekilas lalu mengajak Jiso untuk naik ke atas. Cara itu amat menyakitkan bagi Lisa karena baru tau Jennie bisa setega itu kepadanya. Jennie manarik lengan Jiso agar ke berjalan ke atas. Bahkan mengabaikan panggilan Lisa yang masih memanggil-manggil namanya.

"Aku tidak mengerti, kenapa disini aku yang jadi mengemis, sementara yang salah dia," ucap Lisa linglung.

Rose segera menangkap tubuh Lisa agar gadis itu tidak jatuh. Jiso berhenti dan menoleh ke belakang dia melihat Lisa yang hampir ambruk. Hatinya sebenarnya tidak kuat lagi. Dia ingin turun namun tangan Jennie menahannya.

Jiso menghempaskan tangan Jennie. Dia amat marah kepada Jennie karena sudah membuat Lisa seperti itu. "Maafkan aku Lisa," ujarnya dalam hati.

Rose membawa Lisa ke kamar tamu dan menyelimuti gadis itu. Dia sangat prihatin melihat keadaan Lisa yang begitu kacau. Dia membersihkan luka di pelipis Lisa lalu membalutnya dengan kain kasa. Rose melihat bahwa di tangan Lisa juga ada banyak luka. Rose memberikn obat antibiotik dan membalutnya dengan perban. Sementara gadis yang diobati sudah tak sadarkan diri akibat kelelahan. Lelahnya bukan sekedar fisik melainkan batin juga. Jennie benar-benar tidak berhenti memberi luka kepadanya.

***

Saat siang-siang begini enaknya bersantai dan meminum sedikit alkohol untuk menenangkan pikiran yang sedang kacau dan awut-awutan. Begitulah yang sedang dilakukan oleh dua bersaudara ini. Jimin teramat bahagia karena tidak ada laporan yang bertumpuk seperti biasa. Entah apa yang sedang merasuki kakaknya karena sudah beberapa hari ini dia tidak masuk untuk bekerja.

"Satu sloki lagi," ucap Suga mengajak Jimin untuk bersulang.

Pria itu sudah hampir teler karena sejak pagi tadi sudah banyak minum alkohol. "Kakak sudah tidak kuat minum, mari kuantar ke kamar" Jimin meletakkan sloki kakaknya dan merangkul kakaknya untuk segera berdiri.

Jimin merebahkan tubuh kakaknya di kasur. Dia menatap kakaknya yang terlihat aneh. Dia menutup pintu kamar kakaknya lalu berjalan ke kamarnya. Namun langkahnya berhenti saat melihat Jennie berada di rumahnya. Jimin memgucek-ngucek matanya. Barangkali dia berhalusinasi karena mengkonsumsi alkohol.

"Jen ternyata kamu nyata. Aku pikir aku sedang bermimpi," ucapnya bahagia bukan main. Jimin memeluk Jennie karena teramat rindu kepadanya. Matanya memancarkan sinar melihat Jennie yang begitu dicintainya.

Jennie melepaskan pelukan Jimin dengan kasar. "Aku datang kesini bukan untuk menemuimu. Dimana kakakmu? Aku perlu bicara dengannya!"

Jimin melihat raut wajah Jennie yang sepertinya benar-benar marah. "Dia ada di kamarnya"

"Panggilkan sekarang juga!"

"Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa kamu keliatan marah? Apa kakakku mengusikmu lagi?" Jimin bertanya begitu karena dia tau bahwa Suga tak pernah suka dengan Jennie.

"Kali ini lebih dari itu. Aku akan memberikan dia perhitungan supaya tidak seenaknya lagi"

"Tapi keadaan kakakku sedang kacau...dia mabuk. Jika kamu mau, kamu bisa menunggu dia" Jimin sengaja menahan Jennie karena begitu rindu dengannya.

"Tidak usah. Kalau dia sudah sadar tolong katakan padanya, aku menunggunya di restoran Y besok pagi pukul delapan" Jennie pergi tanpa basa basi. Dia muak dengan tatapan Jimin yang dirasa menjijikan. Tatapan Jimin mengingatkannya kepada traumanya saat masih kecil.

Sementara Jimin menatap kepergian Jennie dengan mata yang sendu. Dia selalu bertanya apa kurangnya dirinya, hingga Jennie tidak pernah bisa untuk mencintainya. Pria itu sudah melakukan apapun untuk menaklukkan hati Jennie, namun gadis berpipi mandu itu tetap enggan untuk mencintainya. Jangankan untuk mencintai, menatapnya saat bicara saja Jennie tak Sudi. Jimin menyentuh dadanya.

"Jika Jennie memang bukan takdirku, lantas buat apa rasaku bertahan seperti batu karang?" Jimin bermonolog.

Maaf banyak typo gatau alurnya masih menarik apa engga. Mohon komentarnya. Hehehe.

Jenlisa (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang