Sacrifice

1.1K 51 0
                                    

Seorang gadis dengan penampilan sederhananya mengangkat karung beras yang berukuran jumbo. Bajunya sedikit terbuka karena mencoba menurunkan beras itu dari sebuah truk. “Lisa, jika tidak sanggup letakkan saja, nanti biar aku saja yang mengangkatnya,” ujar seorang pria yang bernama Jimin.

“Lalu, bonusnya kau yang dapat?” tanya Lisa berupaya meletakkan karung itu ke dalam toko.

“Hei, aku tidak bermaksud demikian,” ucap Jimin sambil mendekati Lisa, “Lihatlah tubuhmu semakin kurus saja, bagaimana mungkin aku tega membiarkanmu mengangkat karung seberat itu?”

Lisa menghela nafasnya. “Aku baik-baik saja. Berhentilah mengasihaniku.”

Jimin menggeleng-gelengkan kepalanya. “Sebenarnya aku tidak mengerti kenapa kamu begitu keras kepada diri sendiri,” ujarnya sambil memberikan sekaleng minuman untuk Lisa.

“Aku hanya bertahan hidup. Mana bagianku?” tanya Lisa sambil mengadahkan tangannya.

Jimin memberikan upah Lisa. “Sampai ketemu besok,” ucap Lisa pergi meninggalkannya tak lupa lemparan kaleng minuman yang selalu meleset dibuatnya.

“Hah, anak itu benar-benar,” dumel Jimin memungut kaleng itu lalu memasukanny ke dalam tong sampah.

Lisa berjalan sekitar lima belas menit dari toko tempatnya bekerja menuju sebuah bangunan yang belum jadi. “Lisa, syukurlah kau datang. Ayo, segera aduk semennya, hari ini semuanya harus rampung.” Seorang pria dengan kepala botak menarik Lisa.

“Memangnya Bang Rian kemana?”

“Istrinya sedang melahirkan.” Pria itu menyerahkan ember kecil ke Lisa.

Lisa pun membuka kemeja dan mengikatnya ke pinggang. Lisa merasa gerah karena matahari yang mulai terbit. Pria berkepala botak itu menggeleng-gelengkan kepalanya melihat rusuk Lisa yang kelihatan karena gadis hanya menggunakan tanktop yang memperlihatkan perutnya.

“Kau belum makan?”

Lisa yang sedang sibuk mengaduk semen pun bertanya. “Kenapa?”

“Lihatlah perutmu itu seperti manusia yang busung lapar.” Lisa terkekeh mendengar penuturan itu.

“Sudahlah, aku tidak apa-apa. Lebih baik fokus bekerja agar cepat mendapatkan uang.” Lisa mengambil ember kecil itu lalu mulai mengisinya dengan semen yang telah selesai diaduknya.

Sekitar pukul dua belas siang Lisa memutuskan untuk pulang ke rumah. Dia meminjam kendaraan salah seorang teman kerjanya agar cepat sampai. Lagian jika dia berjalan kaki menuju rumah akan sangat memakan waktu yang banyak. Setelah sampai di rumah Lisa menghidupkan keran di depan rumahnya. Dia mulai membasuh wajahnya, tangan, dan juga kakinya.

“Lisa, kamu sudah pulang?” tanya seorang gadis yang mempunyai gummy smile.

“Jen, kau disini? Sejak kapan,” tanya Lisa tersenyum senang.

“Baru aja. Ayo masuk, aku sudah memasak makanan kesukaan kamu.” Lisa pun digandeng menuju dapur.

“Ayah sangat senang ketika aku memasak untuknya. Sepertinya kamu jarang sekali memasak untuknya,” ucap gadis itu pura-pura marah.

Lisa garuk-garuk kepala. “Kan kamu tau sendiri aku tidak pandai memasak.”

Lisa di dudukkan di kursi. Gadis itu dengan cekatan mengambil makanan Lisa lalu menghidangkannya ke hadapan Lisa. Lisa yang diperlakukan seperti itu merasa bahagia. “Kenapa dilihatin aja? Mau aku suapin,” tanya Jen.

“Ayah dimana?” tanya Lisa celingak-celinguk.

“Ayah di kamarnya. Dia sudah makan duluan karena sudah lapar sekali. Kamu sih kelamaan pulangnya.”

“Apa ayah sudah minum obatnya?” tanya Lisa.

“Sudah. Sekarang buka mulut kamu.” Gadis itu menyodorkan sesendok nasi ke mulut Lisa.

Lisa tersenyum. “Aku bisa sendiri, Jen.”

Lisa mengambil alih sendok itu lalu mulai makan dengan lahap. Jenny tersenyum karena melihat Lisa yang lahap makan masakannya. Dia mengelus lengan Lisa lalu mencium lengannya. “Lisa, sebentar lagi aku akan ujian semester."

"Aku tau Jen, aku sangat hapal jadwal ujianmu," ucap Lisa dengan masih fokus dengan suapannya.

"Aku butuh uang yang banyak," cicit Jenny.

Lisa menghentikan suapannya. Dia mengambil gelas yang berisi air dan meneguknya hingga tandas. “Apa tidak bisa ditunda?” tanya Lisa melanjutkan kembali suapannya.

“Kan kamu tau sendiri aku sudah nunggak uang kuliah semester lalu.”

Lisa berdehem. Keningnya terlihat berkerut. “Kapan terakhir pembayarannya?”

“Minggu depan, jika tidak bisa melunasinya, aku tidak bisa mengikuti ujian.”

Untuk sesaat Lisa termangu. Dia bingung harus mencari uang kemana lagi untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka. "Huffft." Terlihat Lisa membuang nafasnya.

Otaknya mencari-cari solusi dari akar permasalahannya. Tangannya memijit kepalanya yang lagi pusing. Jenny memegang tangan Lisa, "Apa aku bekerja saja? Bekerja sambil kuliah juga banyak dilakukan oleh teman-temanku. Mungkin memang sedikit lelah tapi aku gapapa kok," ucapnya membuat Lisa menggeleng. “Akan aku cari jalan keluarnya. Kamu fokus aja belajar.”

“Kamu yakin?” Tanya Jenny ragu.

Lisa mengusap wajahnya yang tampak lelah lalu menatap Jenny dengan sayu, kepalanya mengangguk membuat Jenny tersenyum senang karena bebannya seperti meluap ke udara mendengar penuturan Lisa. Dia mengecup kilat bibir mungil Lisa. “Terima kasih sayang. Aku sangat mencintaimu,” ucapnya mengalungkan kedua tangannya di leher Lisa.

Lisa memeluk Jenny dan mengusap-usap punggung gadis kesayangannya itu. Dia mencari kekuatannya dengan memeluk gadis itu. Dia hanya punya Jenny sebagai sumber kekuatannya saat ini. Tanpa sadar air matanya luruh begitu saja. “Sampai kapan situasi ini akan berakhir?” bisik hatinya.

Lisa melambaikan tangannya saat motor Jenny sudah pergi meninggalkan pekarangan rumahnya. Begitulah kesibukan gadisnya yang selalu penuh dengan jadwal kuliah. Lisa sangat bersyukur memiliki Jenny karena gadis itu cape-cape kuliah, agar bisa menyembuhkan ayahnya.

Jenny merupakan anak yatim piatu. Pertemuan mereka terjadi saat keduanya masih duduk di bangku SMA. Kemudian mereka jatuh cinta dan memutuskan membangun hubungan tanpa ikatan pernikahan. Lisa rela banting tulang demi bisa menghidupi Ayahnya dan juga Jenny. Dia berharap suatu saat nanti Jenny bisa membantunya dari materi, agar bisa menyembuhkan ayahnya yang sedang sakit.

Lisa membuka pintu kamar ayahnya. Terlihat ayahnya yang sedang berbaring lemah tak berdaya. Lisa membawa kakinya untuk mendekat ke arah ayahnya. Dikecupnya kening ayah yang selama ini menemani dirinya. Satu-satunya manusia yang mau repot-repot untuk mengurus dirinya, setelah ibunya pergi dengan selingkuhannya. Ayahnya begitu sayang pada dirinya dan tak pernah mengeluh untuk membesarkan Lisa seorang diri.

“Lisa,” ucap ayah Lisa yang terusik.

“Ayah sudah bangun?”

"Kau sudah pulang, nak? Bagaimana kerjaanmu?" tanya Ayah Lisa yang hendak bangun.

Lisa membantu ayahnya untuk duduk. “Ayah minum dulu.” Lisa memberikan segelas air untuk ayahnya.

“Tadi ada peri kecil yang membuatkan ayah makanan,” beritahu ayah Lisa setelah minum hingga tandas.

“Ayah ingat?”

Biasanya ayah Lisa akan melupakan hal-hal kecil seperti itu. Dokter mengatakan jika ayah Lisa mengidap Demensia. Kondisi yang ditandai dengan penurunan fungsi otak, seperti hilangnya memori dan kemampuan menilai. Namun pada kondisi tertentu ayahnya masih bisa mengingat beberapa kejadian yang lampau, sehingga Lisa menilai bahwa ayahnya belum bisa dikatakan Demensia.

Jangan lupa vote dan komen. Jika ada kesalahan dalam penulisan tolong dimaklumi karena saya manusia bukan Alien.

Jenlisa (SELESAI ✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang