10

190 9 1
                                    

Lake house

Kami sedang menuju ke arah rumah impian sejak kecilku itu. Dahulu kala aku sempat berpikir akan menghabiskan masa tuaku disana, but... everything has changed.

Terlalu banyak kenangan manis bersama orang tuaku di rumah itu. Mengingatnya saja membuat hatiku terasa sakit.

"Lara?"

"Ya?" Aku berbalik menatap Alex yang sedang fokus mengemudi.

"Can i ask you something?

"Of course."

"Apa kamu mengingat bagaimana kamu di culik?"

Aku hanya mengangguk mendengar pertanyaan dari pria itu. Tentu saja aku masih mengingatnya dengan jelas bagaimana pria-pria gangster itu menculikku seperti binatang.

Mengingatnya kembali membuatku merasa sangat bersalah kepada pemilik pub yang sudah membantuku untuk bersembunyi kala itu.

"Mereka mengatakan sesuatu?"

"Ya.... Gangster itu mengatakan para mafia itu membutuhkanku hidup-hidup."

"Kamu tidak mengenali mereka? Gangster maupun mafia itu?"

"Tidak."

"Apa yang mereka perbincangkan di rumah kabin itu?"

"Mereka bahkan tidak sempat berbincang, Lex. Kamu menghabisi mereka dalam beberapa detik."

Yap! It's a fact! Bahkan ketua gangster itu belum sempat mengucapkan sesuatu karena peluru tepat bersarang dikepalanya.

"Alright." Ucapnya yang sepertinya ia tidak ingin  menanyakan apapun lagi padaku.

Perjalanan menuju rumah danau itu lumayan jauh, tetapi terasa dekat karena kami menggunakan mobil sport yang pria itu kemudikan dengan kecepatan di atas rata-rata.

Mungkin sekitar satu jam lagi kami akan sampai di sana.

Saat memperhatikan jalan sekitar, aku tidak sengaja menatap senjata milik pria itu yang ia letakkan di tengah dashboard bawah.

Aku mengambilnya lalu sepertinya tindakan itu membuatnya sedikit shock, tetapi ia dengan cepat menetralkan ekspresinya itu.

"Bagaimana bisa kamu meledakkan mobil itu hanya dengan peluru kecil yang ada di dalam pistol ini?" Tanyaku reflek karena adegan kemarin malam masih terekam sempurna di memori otakku.

"It's called the black bullet. Aku mendesignnya satu tahun yang lalu."

"Wow... kamu yang membuatnya?" Tanyakku dan ia mengangguk pelan.

Bravo! He's so genius!!

"Would you teach me how to use this thing?" Mungkin sebaiknya aku belajar menggunakan pistol mengingat aku menjadi buronan di kalangan mafia saat ini.

"Maybe later." Jawabnya setelah beberapa saat membuat aku tersenyum kecil.

Okay no more conversation!

Aku hanya terdiam dan tak terasa aku jatuh tertidur... ya... tertidur lelap mungkin sepanjang perjalanan hingga aku merasakan seseorang mengelus pipiku dengan begitu lembut dan nyaman.

"Lara... wake up."

Suara berat dan sexy itu berhasil masuk ke dalam indra pendengaranku dan ya, my eyes opened!

MAXIMILLANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang