Tumbal

8 1 0
                                    

Randi memberanikan diri untuk maju.

Disusul Andini di belakang nya.

"Wis, wis ana loro, banjur apa?" Tanya Randi dengan kepala terangkat keatas.

"Lakukan perjanjian darah, sapa wae sing langgar, nyawane dadi taruhan." Ucap suara itu yang membuat bulu kuduk naik.

"Berat a, aku takut gak bisa." Bisik Andini kearah Randi.

"Bisa, ada aa." Randi mencoba menguatkan.

"Saiki lungguh adhep-adhepan, banjur..." suara itu menggantungkan kalimatnya, ia menunggu Andini dan Randi duduk hadap-hadapan.

Andini dan Randi langsung duduk berhadapa'an, kini mereka menunggu suara itu memerintah.

"Banjur ngomong 'kabehane siap dadi tumbal kanggo Dinda' "

Andini dan Randi langsung mengulang kalimat itu sebanyak tiga kali.

Karna, mereka percaya, jika sesuatu di lakukan tiga kali, maka akan berhasil.

"A, kalo udah kita ngapain?" Bisik Andini.

"Sek." Jawab Randi yang berarti 'tunggu'.

Tak lama gemuruh petir menyambar, membuka paksa pintu depan rumah.

Ayah Dinda langsung keluar untuk melihat apa yang sedang terjadi.

"Wis, nyawane Dinda wis di baline, suwun atas perjanjiane." Suara itu menjawab banyak pertanyaan yang ada di kepala Randi.

Seketika pintu itupun langsung tertutup dengan sendiri nya.

Dan di detik itu juga Dinda siuman.

"Dinda!" Teriak Ayah Dinda menghampiri dan langsung memeluk Dinda.

Andini dan Sayu bergegas mengambil minum, dan memberikannya kepada Dinda untuk di minum.

"Kenapa? Kenapa kalian kayak panik gitu?" Tanya Dinda dengan wajah polos nya.

"Heeeh! Lo tuh yang bikin kita panik." Gerutu Satria.

"Mas, jangan langsung Tho the point kasian, Dinda baru siuman." Ucap Randi mencoba menenangi Satria.

"Kamu gapapa kan Nda? Ada yang luka atau sakit gak?" Tanya Andini mendekati yang disusul oleh Sayu.

"Kamu kemana aja ta? Kenapa tiba' hilang gitu aja?" Tanya Sayu memijit pundak Dinda.

"A-aku.. gak tau." Ucap Dinda mencoba mengingat' apa yang telah terjadi.

Tapi sepertinya Seno telah menghapus memori Dinda ketika bersama nya, pasal nya Dinda tidak mengingat apa yang telah terjadi pada diri nya.

Dinda akhir nya memutuskan untuk istirahat, dan semua pun menuju arah pulang.

"Sayu, kamu kenapa?" Tanya Andini menyadari wajah Sayu yang begitu pucat.

"Gapapa, kayak nya aku cuma kecapean, aku pulang duluan ya, ini udah sampe, kalian hati'." Ucap Sayu melambaikan tangan tanda perpisahan.

"Gue juga duluan ya, kalian berdua hati'." Di susul oleh Satria yang melambaikan tanganya juga.

 The Ghost in the ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang