Ra ngurus! Ra peduli! Sekarep mu!

9 2 1
                                    

"Permisi nyonya, ada warga yang menyampaikan pesan, bahwa Andini di temukan tergeletak di tengah hutan Pinus." Ucap sang Pelayan menyampai kan pesan.

"Biarkan, jangan bawa pulang, ini baru awal permainan, biarkan mereka mengenal cucu ku." Perintah nek Sima, pelayan langsung pergi dengan sopan, meninggalkan nek Sima seorang diri di kamar nya.

"Lihat, gadis cantik itu cucu ku." Kata nek Sima dengan bangga memperkenalkan Andini pada seseorang yang tak terlihat.

"Dia yang akan meneruskan diri mu? Jawab jujur Dikne." Tanya suara utu datar.

"Tidak! Dia bukan penerus saya, biarkan kekuatan saya menjadi terakhir." Kata nek Sima tegas.

"Lantas, mengapa engkau biar kan dia tergeletak di tengah hutan Pinus? Kemana cucu ku?" Tanya suara itu, suara itu menanya kan keberadaan cucu nya.

"Terpisah, biar kan, nanti dia yang akan menemukam benda tersebut, Seno yang akan menuntun nya."

                                ***

"Andini mana sih? Dari kemarin, aku udah jalan jauh gak juga ketemu." Kesal Randi yang akhir nya memutar arah jalan nya.

"Awas aja, sampe dia nemuin benda apalah itu, tak jewer kupinge!" Decak kesal Randi terus melanjut kan perjalanan.

Di tengah' perjalanan, Randi bertemu dengan seorang warga.

"Loh, Randi bukan?" Tanya warga tersebut.

"Iya, saya Randi, ada apa pak?" Tanya balik Randi.

"Owalah, ngapain muter balik lagi toh, perjalanan mu hampir sampai." Kata bapak tersebut menepuk bahu Randi lalu pergi ke arah lawanan Randi.

"Eh pak, pak!" Teriak Randi menyusul bapak tersebut yang hampir semakin jauh.

"Maksud bapak apa toh pak?" Tanya Randi di sela' keheningan.

"Saya tuh di suruh sama nek Sima buat nemenin kamu, harus nya orang lain, tapi jadi nya bapak." Kata Bapak tersebut sembari sesekali melirik ke arah Randi.

"Ouh begitu." Kata Randi menangguk' paham.

                                ***

"Shh!" Decak Andini seraya memegangi kepala nya yang sakit.

"Udah bangun?" Tanya suara berat dari arah antah berantah.

"Kak Seno?" Panggil Andini dengan mata yang masih belum bisa melihat jelas siapa itu.

"Seno? Siapa?" Tanya balik suara itu, kini terdengar seperti kebingungan.

Andini mengusap mata nya, mencoba melihat lebih jelas siapa sosok itu.

Saat telah jelas melihat, yang Andini dapat kan sosok lelaki tinggi besar, dengan wajah sera, taring nya yang panjang, gigi nya yang besar.

Rambut nya yabg gondrong, dengan nafas yang berat.

"S-siapa kamu?" Tanya Andini seraya memundurkan badan nya.

"Tenang toh nduk, kamu iku tadi pengsan, sek aku cuma nolongin." Jelas sosok itu mencoba mendekati Andini.

"Jangan mendekat, aku bilang jangan mendekat!" Teriak Andini masih dengan memundurkan badan nya.

"Kamu iku ayu, sayange kamu manusia." Kata sosok itu semaki mendekat kan tubuh nya dengan tubuh Andini.

"Jauhh koe asu! Walah jancok!" Umpat Andini dengan wajah penuh amarah.

"Wey cocote, your languange!" Peringat keras makhluk itu, siapa sangka ia bisa berbahasa asing.

"Jauh ngono, asu! Wes ngono! Walah bajingan!" Umpat Andini semakin'.

Sosok itu langsung terbang, dan mendarat tepat di belakang tubuh Andini.

Memegangi erat bahu Andini, kuku nya yang panjang bin tajam itu mencengkram bahu Andini, meninggalkan bercak darah yang mengalir deras.

"Koe ayu, dadi pacar inyong bae." Kata sosok itu di susul tawa yang renyah.

"Aku emang ayu, tapi moh dadi pacar kamu! Najis e, mono loh jancok!"

Umpat Andini dengan bahasa nya yang medok.

                                 ***

"Pak, ini kita mau kemana sih sebenernya? Dari tadi toh cuma mutar muter, mutar muter." Protes Randi yang sudah kelelahan.

"Sabar, sebentar lagi kita masuk." Jawab bapak itu dengan senyum tulus nya.

Randi dan bapak itu terus berjalan, mereka sampai di mulut hutan.

"Masuk." Singkat bapak itu lalu mamasuki hutan.

Hutan yang lebat, Randi merasa ia seperti ada di negeri dongeng, hutan yang cantik nan asri.

                                ***

"Sumpah, udah dua hari A Randi sama Mba Andini ninggalin kita! Hampa.." kata Dinda di akhiri dengan lirihan.

"Yaelah, lebay, gitu doang." Kata Satria dengan wajah tak suka.

"Dih, idih, idih si najis." Balas Dinda dengan wajah tengil nya.

"Sudah' jangan bertengkar, gimana kalo kita main aja." Kata Sayu memberi saran.

"Males, main aja kalian berdua." Kata Dinda lalu pergi meninggalkan Sayu dan Satria.

"Capek." Satria langsung menyusul Dinda, meninggalkan Sayu sendiri.

"Aku cuma mau main sama kaliaan, emang nya gak boleh?" Tanya Sayu pada diri nya sendiri.

Malam tiba, hujan turun mengguyur Complex Ceremai.

"Tapi hujan bos, apa kita akan tetap melanjutkan perjalanan?" Tanya seorang lelaki yang mulai khawatir saat hujan mulai deras turun.

"Justru ini peluang yang bagus untuk kita, tetap lanjutkan, di saat' seperti ini, mereka akan tertidur lelap." Kata lelaki yang bertubuh gagah, yang cukup di sanjung.

Semua anak buah nya langsung menangguk paham, dan lanjut menjalan kan misi.

"Ini kesempatan bagus, gue bakal balas dendam, dendam abadi untuk Complex ini."

                                ***

"Lepas nang cucu ku!" Tegas suara tua, di susul anak panah yang melesat.

"Mawur anjing! Opo meneh." Kata Andini kaget, dan langsung menumpat.

"Sopo koe?" Tanya makhluk menyeram kan itu, ia langsung melepaskan cengkraman di bahu Andini.

"Lepas nang cucu ku!" Tegas sekali lagi suara itu.

"Koe cucu ne Mbah Dikne?" Tanya makhluk itu, ia berjalan hingga berada di depan Andini.

"Ra ngurus! Ra peduli! Sekarep mu!" Kata Andini, ia beranjak bangun, lalu menepuk' lengan nya.

"Koe cucu ne sopo?" Tanya sekali lagi mahkluk itu.

"Wey, koe budeg opo ngapo sih, ra ngurus! Ra peduli! Sakarep mu!" Kata Andini mengulang kalimat nya sekali lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

 The Ghost in the ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang