"Mba Andini iku sebenernya kemana sih? Kok liburan lama bangett!" Greget Dinda.
"Nama nya juga liburan, pasti lama lah Nda, kalo sebentar mana puas liburan nya." Kata Satria sembari menyeruput es coffe milik nya.
Kini, kedua insan tersebut tengah berada di salah satu indomaret, mereka menikmati malam rabu dengan mengelilingi sekitar.
"Mas, ayo pulang, dingin." Ujar Dinda, "yaudah ayo, udah malem juga." Balas Satria.
Kedua insan itu kini menaiki motor, lalu membelah jalanan yang terlihat sepi.
"Mas, tadi pas aku lagi milih minuman, ada ibu-ibu, dia masa bilang gini 'gadis cantik, jaga baik-baik badan dan jiwa kamu, sebelum di renggut'." Kata Dinda dengan sedikit mengeraskan suara nya.
"Pake baju hitam ya? Kerudung merah kan?" Tanya Satria, seperti akan benar tebakan nya.
"Iya! Kok mas tau?" Balas tanya Dinda terlihat kebingungan.
"Kamu emang harus jaga dengan baik badan sama jiwa kamu, sebelum semua nya terlambat." Kata Satria tersenyum.
"Mas? Emang nya apa yang bakal terjadi sama aku?" Tanya Dinda lagi.
"Gapapa, mas cuma mau kamu jaga diri ya?"
Dinda tak menjawab, ia terdiam dan masih mencoba mencerna apa yang sebernarnya sedang terjadi, siapa wanita setengah tua tadi?
***
"Pak?" Panggil Randi sekali lagi, pria tua di hadapan nya itu menoleh.
"Mas nya engga perlu takut, masuk saja, di depan sana ada Andini, bawa dia pulang ya mas? Saya tunggu di sini." Kata pria tersebut sedikit memberi harapan kepada Randi.
Tanpa menunggu, Randi bergegas berlari, membopong tubuh Andini yang sudah tak sadarkan diri.
Setelah sampai di hadapan pria tadi, Randi langsung di bantu oleh pria tersebut menuju rumah nek Sima.
***
"Terima kasih Linta, saya bangga memiliki pelayan seperti kamu." Kata nek Sima tersenyum manis.
Ternyata nama pria tadi adalah 'Linta'
"Nek, terus ini Andini gimana? Apa sebaik nya aku sama Andini pulang aja, lagian benda yang kita cari juga engga ketemu nek." Kata Randi berputus asa.
"Baik, pulang lah nak, bawa cucu nenek dengan selamat, semua nya nenek serahkan sama kamu Randi."
Sima memberi harapan besar pada Randi.
"Besok siang kami pulang nek, terima kasih atas semua nya." Kata Randi dengan senyum hangat nya.
***
"Bos, kenapa semua nya jadi rumit begini?" Tanya pria mungil yang memandang bos nya dengan tatapan bingung.
"Tidak, ini baru awal permainan, hati-hati, jangan sampai malah kita yang di permainkan." Ucap lelaki itu dengan datar.
"Mereka pulang bos, seperti nya semua tidak rumit." Salah satu budak nya datang dengan napas yang terengah-engah.
"Hmm, lanjutkan, saya tidak mau tangan saya kotor." Ucap nya tegas.
Semua lelaki yang ada sontak mengangguk.
***
"Bund, anak nya pingsan!" Teriak ayah Andini dari luar rumah.
Sontak bunda Andini bergegas lari, lengan kanan nya masih memegang sodet, dan di lengan kiri nya masih memegang pisau.
"Astagfirullah!" Pekik bunda.
Bunda langsung melempar sodet dan pisau yang masih ia genggam, beralih memeluk sang anak gadis tercinta.
"Kenapa ini Randi? Kenapa bisa begini?!" Tanya bunda dengan air mata yang terlinang.
"Tumbal bund." Jawab singkat Randi.
"Pulang lah nak, cukup anak ayah aja, kamu jangan, pulang." Titah ayah menepuk-nepuk pundak Randi.
Randi yang masih berusaha mencerna, bergegas berpamitan lalu kembali kerumah.
"Assalmualaikum nek."
"Waalaikum salam, kenapa?"
"Anak aku kenapa? Kok dadi kayak gini toh?" Tanya bunda dengan isak tangis.
"Gapapa, biar nenek yang urus, jaga baik-baik anak mu." Suara nek Sima di sebrang terdengar begitu tenang.
"Nek.. aku mau anak ku normal, ojo di dadi nang tumbal, aku tau anak ku ayu, ake sing demen, tapi ojo di dadi tumbal nang.." lirih bunda dengan isak yang begitu terdengar menyedihkan.
"Serah kan sama nenek, kamu jangan nangis, nenek engga suka denger kamu nangis." Selepas mengucap kan kalimat tersebut, panggilan terputus.
***
"Kak Seno.." lirih Randi, lelaki tampan itu kini berada di rumah tua ujung jalan Complex.
"Maaf.. maaf, gagal menemukan benda yang di maksud." Randi menunduk, tak sadar bulir air mata jatuh.
Sentuhan hangat terasa di pundak kiri Randi.
Lelaki itu mengangkat kepala nya, menoleh.
"Gapapa, kamu hebat, kakak bangga sama kamu, sini peluk, kamu pasti capek." Seno membentangkan tangan nya.
Tak perlu di titah dua kali, ia langsung masuk kedekapan Seno.
Dekapan hangat yang selama ini ia impikan, Seno hadir.
Mungkin memang benar, tidak semua akan berjalan mulus, bahkan kadang yang terlihat cuek justru yang paling tersakiti.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ghost in the Complex
Horror5 teman yang hidup bersama, namun tinggal dengan hantu, siapakah hantu itu?
