Nenek Sima

5 3 2
                                    

"Ayah, ayah tau gak siapa itu Mbah Dikne?" Tanya Andini pada Ayah nya yang sedang bersantai di teras rumah.

"Uhuk.. uhuk.." Seketika Ayah Andini langsung tersedak saat sedang menyeruput kopi.

"Eh eh, kenapa yah?" Tanya Andini panik saat melihat Ayah nya yang tersedak.

"Kamu tau dari mana Mbah Dikne?" Tanya Ayah nya dengan serius.

"Gapapa, cuma mau tau, kenapa emang nya?" Tanya Andini kembali.

"Mbah Dikne itu nenek kamu, orang terkuat pada masa nya." Jelas Ayah Andini.

Deg!

Sontak Andini langsung terkejut, darah nya seperti berhenti mengalir, napas nya seperti tercela, denyut nadi nya seperti tak lagi bergerak.

"A-aku?" Tanya Andini menunjuk ke arah diri nya sendiri.

"Maaf Ayah baru kasih tau hal ini, tapi nenek Sima adalah Mbah Dikne." Kata Ayah nya lagi menjelaskan.

"Aku mau ketemu sama nenek." Kata Andini dan langsung di angguki oleh sang Ayah.

***

"Aa mau ikut? Banyak misteri yang belum terpecahkan." Ajak Andini.

"Aa ikut, nanti Aa izin dulu." Kata Randi.

"Yaudah, kalo gitu aku pulang dulu, packing dari malam ini, kita disana seminggu." Kata Andini memberi pesan.

"Eumm." Jawab Randi seraya menganggukan kepala nya.

***

"Ingat, kalian cuma berdua, seminggu, hati'." Camkan Bunda Andini.

"Hati' ya nak.. jangan nakal sama nenek Sima." Pesan Mama Randi, yang akan selalu Randi ingat.

"Yaudah, itu kasian, supir nya nenek nungguin." Kata Ayah Andini menunjuk ke arah supir.

"Hati' jagoan Papa, berani!" Kata Papa Randi memeluk dan menepuk punggung anak semata wayang nya itu.

Randi dan Andini pun memasuki mobil itu, melambaikan tangan, tanda perpisahan.

"Nenek Sima sangat bahagia Non, Den, mendengar kalian akan berlibur di kampung." Kata sang supir.

"Iyalah, kan nenek jadi ada yang nemenin," kata Andini "sekaligus ada yang bisa di suruh'." Sambung Andini di susul kekehan kecil dari Randi dan supir.

***

Setelah hampir lima jam perjalanan, mereka pun sampai di kota Cirebon.

"Nenekk!!" Teriak Andini seraya memeluk sang nenek.

"Aaaa, nenek kangen sekali sama cucu nenek, apa kabar sayang?" Tanya nenek Sima sembari mengelus rambut dan mengecup kening Andini.

"Baik dong, tapi kali ini Andini gak sendirian, aku kali ini sama A Randi." Kata Andini menunjuk ke arah Randi.

"Halo nek, apa kabar? Lama kita gak ketemu." Sapa Randi dengan menampilkan senyum terbaik nya.

"Ah, iya, kabar baik, terakhir kita bertemu dua tahun yang lalu, sangat lama." Kata nenek Sima mengingat'.

"Harap maklum, nenek ini kan sudah tua, kamu makin tampan saja Randi." Kata nenek Sima mnghampiri Randi lalu memeluk nya.

"Dih, tampan dari mana nya?" Gerutu Andini.

"Sudah, bawa masuk koper kalian, nenek tunjukkan kamar kalian." Ajak nenek Sima mendahului Andini dan Randi.

"Ini beneran?" Tanya Randi melihat sekeliling.

"Beneran naon sih?" Tanya balik Andini.

"Kok rumah nya gak di tengah hutan?" Pertanyaan yang paling beda.

"Terus? Kamu berharap apa? Rumah yang serem? Yang banyak pepohonan nya? Nenek gak suka kayak gituan." Kata Andini seraya melangkah memasuki rumah.

"Kamar Randi itu, sudah di beri nama, kamar Andini, di sebelah nya, sudah di beri nama juga."

Kata nenek Sima menunjuk dua kamar di lantai atas.

"Loh nenek tidur di mana?" Tanya Randi.

"Nenek gak suka tidur di lantai dua, dia tidur di lantai satu." Kata Andini memberi tahu.

Andini berjalan mendahului Randi, di susul cepet.

Mereka langsung menuju dua kamar yang di hiasi gantungan lucu, bertulis kan masing' nama.

Gantungan berwarna biru bertuliskan "Randi, si tampan"
Andini yang melihat nya langsung memutar bola mata nya malas.

Sedangkan di pintu sebelah kiri, gantungan berwarna hijau bertulis kan "Andini, si cerewet"

Wajah Andini langsung berubah drastis, wajah nya begitu kesal.

Mengapa tidak cantik saja? Mengapa harus cerewet, seperti itu lah kata' yang cocok dengan ekspresi wajah Andini saat ini.

"Hahaha, cerewet, gak salah sih." Kata Randi menggelengkan kepala nya, lalu pergi memasuki kamar nya.

***

"Randii!! Andini!! Turun dulu, makan." Ajak nenek Sima memanggil Andini dan Randi.

"Makan nya sama apa nek?" Tanya Andini seraya menuruni anak tangga.

"Sama cah kangkung dan cumi asam manis." Kata nek Sima menyendokkan nasi untuk Randi dan Andini.

Andini dan Randi langsung menarik salah satu kursi.

Meja makan panjang dengan banyak kursi itu terisi oleh tiga orang.

"Biasa nya.. nenek duduk sendirian disini, atau gak di temenin sama pembantu, sekarang," nek Sima menggantung kan kalimat nya.

Ia menatap Andini dan Randi secara bergantian.

"Sekarang ada kalian, kalian yang nemenin nenek." Sambung nek Sima.

 The Ghost in the ComplexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang