Jealousy Stares

417 17 0
                                    


AMIRA

Oke, mari kembali ke masa jam istirahat Amira.

Salah satu hal yang Amira suka ketika dia diterima di Danudihardjo Enterprise adalah fasilitas kantin karyawan yang begitu layak dan mumpuni. Perusahaan ini memiliki kantor karyawan yang dikelola secara profesional berkonsep restoran Marche yang dahulu sempat ada di pusat perbelanjaan Grand Indonesia.

Ya, kantornya memiliki kantin karyawan yang berkonsep buffet all you can eat dan open kitchen hingga dapat mengakomodir hampir dari seluruh ribuan karyawan yang bekerja di gedung ini.

Pertama kali Amira mengetahuinya, dia memandang takjub berbagai jenis makanan dari penjuru dunia yang tersedia di sebuah aula besar yang difungsikan sebagai kantin karyawan. Cukup tap ID card di setiap stall makanan, dan saldo upah makan siang yang di top up di setiap ID Card perusahaan akan terpotong otomatis.

Setelah mengawali hari kerja seperti roller coaster, Amira berharap jam istirahat ini dapat membuatnya sedikit rileks dan menghilangkap penat seakan seperti sedang dikejar-kejar oleh monster.

Tapi sayangnya keinginannya untuk mendapatkan istirahat yang menenangkan hanyalah mimpi belaka.

Di mana pun Amira melangkah, selalu saja tatapan tak menyenangkan mengikuti ke mana dia bergerak. Tentu saja setelah tatapan-tatapan yang Amira interpretasikan sebagai tatapan iri, yang hampir setelahnya selalu diikuti dengan bisik-bisik sesama karyawan, persis terdengar layaknya dengung lebah di telinga Amira. 

Dengung tak jelas, namun sungguh mengganggu.

Biasanya dia duduk bersama rekan kerja dari departemen sekretarial dan bercengkrama bersama mereka. Bergosip atau bercanda, serta beberapa kali mengkhayal mengenai tiga serangkai. Tapi waktu itu Amira masih baru dan belum begitu mengerti mengenai 'kharisma' ketiga orang ini.

Kini, Amira harus menebalkan muka dan duduk sendiri di sudut meja ruang kantin ini. Melihat pesanan makan siangnya hari ini. Soto mie bogor, nasi putih 3 sendok makan, dan bertumpuk buah potong segar sebagai hidangan pencuci mulut.

Amira mengingat kembali peristiwa canggung dengan atmosfir hostil ketika dia keluar dari ruangan Pak Raka dan bertemu dengan rekan kerja barunya di bagian resepsionis direksi.

Ada Siska, Putri dan Adele yang bertugas sebagai personal assistant tiga direktur lainnya, serta Dinda yang bertugas sebagai resepsionis lantai direksi ini.

Mereka berempat memandangi Amira dari ujung kepala hingga ujung kaki-atau lebih tepatnya sampai ujung sepatu.

Secara penampilan, mungkin tidak terlalu berbeda. Karena pagi ini Amira memakai baju baru dari brand ternama yang dipinjamkan oleh bosnya untuk dipakai ke kantor. Diam-diam Amira merasa bersyukur karena penampilannya tidak terlalu 'jomplang' dengan dresscode yang dipakai keempat perempuan stylish dan cantik ini.

Namun yang jelas, wajah Amira begitu 'terbanting' jika dibandingkan dengan wajah cantik mereka. Sungguh, jika Amira tidak tahu kalau mereka adalah karyawan di Danudihardjo Enterprise sama seperti dirinya, Amira sudah pasti mengira jika mereka adalah model yang sedang berkunjung ke lantai ini.

Tinggi semampai, kulit putih bersih, Siska dan Adele mengecat rambutnya menjadi cokelat madu, Putri dengan rambut hitam panjangnya, serta Dinda yang mengecat rambutnya menjadi blonde.

Semuanya cantik, well presented dengan pulasan make up sempurna yang meng-highlight semua kelebihan yang menonjol di wajah mereka. Pipi tirus, hidung mancung, bibir merah merekah, serta mata yang terlihat seperti mata kucing, tajam melancip dengan bulu mata lebat ekstensi, serta lengkungan alis mata yang terpahat sempurna.

OBSESI TUNGGAL SANG MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang