Running Errand

895 46 7
                                    

AMIRA

Setelah berhasil menavigasi pagi yang cukup sibuk ini, Amira akhirnya bisa kembali duduk di kursinya dan membuka kembali dokumen-dokumen yang perlu dipelajari untuk proyek real estate resort premium dengan proses joint venture bersama Takashida.

Keempat perempuan yang berbagi ruang kerja dengannya terlihat sudah menjalankan kesibukannya masing-masing untuk membantu direktur lainnya yang telah ditugaskan sebagai atasan mereka masing-masing.

Siska dan Putri pergi menemani direktur operasi bidang gedung dan direktur operasi bidang EPC yang melakukan meeting di luar kantor. Dinda sudah bertugas di meja resepsionis lantai 50 di depan foyer. Saat ini tinggal Amira yang standby di dalam ruang sekretaris berdua saja dengan Adel. Rekan kerjanya itu hanya sesekali mencuri pandang ke arah Amira dan tentu saja tidak sedikitpun dia gubris. Tanpa Siska dan rekannya yang lain, Adel menjadi super pendiam.

Amira justru menyukai keadaan ini. Lebih mudah baginya untuk fokus dan berkonsentrasi dalam pekerjaannya. Dia telah selesai membaca sebagaian besar catatan super lengkap mengenai kebiasaan yang dilakukan oleh Darius.

Mulai dari waktu datang, waktu pulang, waktu istirahat, makanan dan minuman kesukaan, makanan dan minuman yang dibenci, apa yang harus dilakukan jika teman atau mantan teman kencan Darius tiba-tiba datang dan mencoba menemui Darius sambil menangis. 

Yeah! Amira bahkan membaca dua kali instruksi yang ditulis mantan PA sebelumnya mengenai hal ini yang mungkin saja akan terjadi di masa depan! Serta hal-hal detail lainnya yang bahkan tidak terpikirkan oleh Amira. Semuanya terdokumentasi dengan jelas, rapi dan runut.

Membaca arsip lengkap ini bagaikan menyelami kehidupan Darius Danudihardjo yang tak Amira kenal. Seperti tertampar realita bahwa orang yang kemarin bercumbu panas dengannya adalah CEO perusahaan ini.

Dan pagi ini seharusnya semakin baik bagi Amira jika saja dia tidak bertemu Darius. Hampir saja dia terlonjak girang karena sampai jam 11 siang dia tidak melihat batang hidung kedua atasannya, Darius dan Raka. Namun tentu saja tidak ada yang berjalan sesuai keinginan Amira. Pada akhirnya, kedua bosnya datang jam 11 siang. Kehadiran mereka ditandai dengan bunyi denting lift yang terbuka dan langkah kaki yang mulai Amira kenali sebagai langkah kaki milik Darius. Santai, namun penuh percaya diri.

Amira menarik nafasnya perlahan dan bersiap untuk dipanggil namanya. Entah oleh Raka atau Darius. Keduanya sama-sama menyeramkan bagi Amira. Jika memungkinkan,  dia akan lebih berterima kasih apabila Raka yang memanggilnya untuk melakukan suatu pekerjaan dibanding jika Darius memanggilnya. 

Skenario tersebut jauh lebih baik dibandingkan jika Amira bertatap muka lalu membicarakan tentang hal tabu semalam yang sukses membuat wajahnya merona merah karena memori itu kembali melintas tanpa ampun di benaknya kini!

"Amira, ke ruanganku sekarang." Sambil berlalu melewati ruang resepsionis menuju ruang CEO, Darius memanggil dengan nada keras dan cepat.

Amira menghela nafas panjangnya. Yang memanggilnya Darius, tentu saja.

Dia bangkit dari tempat duduknya, mengambil iPad dan ponselnya. Bergegas menemui bosnya. Mungkin hari ini rentetan permintaannya tidak akan sesulit kemarin. Amira berharap dengan cemas.

Mengekor di belakang Darius dan Raka ke ruangan CEO, Amira yang tiba paling akhir menutup pintu mahogani kokoh itu dengan perlahan, meminimalisir derit dan menghindari suara bantingan pintu.

Setidaknya ada Raka di sini, tentu Darius tidak akan melakukan hal gila seperti semalam, 'kan? Amira berdiri dan bersender di balik pintu sambil memandang bosnya dengan tatapan curiga.

OBSESI TUNGGAL SANG MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang