Instruction after Instruction

971 59 0
                                    


Hello readers tersayang, tolong bantu vote dan komen bab ini ya sebelum baca, supaya makin banyak yang bisa baca cerita Darius dan Amira ini. 

Love you!

***


AMIRA

Amira merasakan denyut sakit kepala yang cukup mengganggunya sejak sore tadi selesai kerja. Mungkin ini ada kaitannya juga dengan hari pertama Amira sebagai personal assistant Darius.

Sibuk, padat, dan membuat hati jumpalitan. Mungkin itu frasa yang tepat yang bisa mendeskripsikan harinya sejak menginjakkan kaki di kantor hingga dia melangkahkan kaki keluar kantor selepas jam kerja dan 'dipaksa' masuk ke salah satu mobil milik Darius, disupiri oleh salah satu supir pribadi pria itu yang bernama Pak Gilang.

Pria paruh baya itu menampilkan wajah datar saat membuka pintu mobil sedan Camry hitam dan menunggu Amira masuk ke dalam kursi belakang penumpang. Perawakannya tinggi dan besar. Mungkin salah satu kriteria utama untuk menjadi anak buah Darius adalah memiliki postur tinggi dan tegap, seperti beberapa laki-laki yang Amira perhatikan berada di dekat bosnya dan bekerja di bawah perintahnya.

"Terima kasih Pak Gilang, walaupun sebenarnya saya tidak perlu diantar. Saya bisa naik kendaraan umum sendiri." Amira berkata saat dia sudah duduk di kursi penumpang dan mobil melaju keluar dari gedung Danudihardjo Enterprise.

Biasanya dia pulang kantor dengan menggunakan MRT atau Transjakarta dan dilanjutkan dengan ojek online atau terkadang dijemput ayahnya di depan stasiun pemberhentian MRT atau halte pemberhentian Transjakarta.

"Ini terlalu berlebihan, sungguh!" Dia menjadi gusar sendiri akan perlakuan istimewa yang didapatkan sejak dia menjadi personal assistant. Jelas saja ini akan menjadi sumber gosip yang tak akan habis dibicarakan dan yang pasti bisa menghebohkan satu kantor.

Perlakuan yang Amira terima hampir sama seperti perlakuan kantor yang diberikan kepada Raka dan Nero. Tapi secara hirearki jelas jabatan dan tingkat kepentingan antara tangan kanan dan kiri CEO perusahaan ini berbeda dengan Amira. Makanya di logika orang awam, perlakuan yang diterima Amira jelas-jelas istimewa dan di luar kebiasaan yang dilakukan orang tertinggi perusahaan itu.

Seperti biasanya, Amira tidak bisa menolak desakan Darius. Selalu saja seperti itu. Darius mempunyai beragam cara untuk membuat Amira tak berkutik dan akhirnya menuruti permintaan bosnya.

Seperti peristiwa tadi siang, ketika Amira 'dijemput paksa' oleh Darius untuk kembali ke ruangan kerjanya.

Setelah meninggalkan keempat rekan kerja barunya di ruang resepsionis dengan ekspresi kaget dan melongo, Amira melangkah menuju ruang yang ditakutinya. Sekelebat kenangan ketika dia berada di ruangan privat Darius menghampirinya. Semakin dia mendekati pintu masuk ruang kerja Darius, semakin kuat ingatan Amira akan malam itu.

'Berhenti memikirkan hal itu Amira!' tukasnya dalam hati. 

Bertekad untuk mengubur memori malam itu, dia mencoba berjalan penuh percaya diri, dan bahkan membukakan pintu untuk Darius yang berjalan santai di belakangnya. Amira tahu jika Darius menatapnya lekat dari foyer ruang resepsionis tadi, karena tatapannya bagai menembus kulit Amira.

"Apa yang perlu saya lakukan, Pak?" Amira membalikkan badan dan menunggu perintah sang presiden direktur. Tangannya masih mendekap binder hitam tebal yang berisi tentang surat keluar atas nama direksi kantor yang tembusannya diarsipkan di ruang sekretarial dan personal assistant.

OBSESI TUNGGAL SANG MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang