A Night with Her Boss

3K 110 0
                                    

AMIRA

"Hello... yes, we will continue the conference meeting for our international shipment. Please coordinate with my assistant Raka for further information." Amira mendengar suara bariton Darius yang sedang bertukar informasi dengan lawan bicaranya di telepon.

Mobil mewah yang saat ini mereka kendarai melaju di tengah-tengah kemacetan ibukota Jakarta pada jam padat pulang kerja. Hal ini membuatnya merasakan jika waktu berputar begitu lambat.

Amira menarik tangannya dari genggaman Darius yang sejak turun dari lift belum pernah dilepaskan oleh Darius. Dia akhirnya bersedekap menyembunyikan tangannya sambil memperhatikan suasana Jakarta malam hari ini.

Darius melepaskan genggamannya hanya melirik Amira sekilas dan kemudian melanjutkan pembicaraan bisnisnya di telepon dengan bahasa Inggris.

"Di mana handphoneku?" tanya Amira lima belas menit kemudian, tepat ketika Darius menutup pembicaraannya.

"Akan kuberikan ketika kita tiba di tempatku." Hanya itu jawaban Darius.

"Kau bisa menelepon keluargamu dengan ponselku." Darius menawarkan handphone di genggamannya ke arah Amira. Tapi Amira bergeming dan melempar muka, seakan tak sudi berinteraksi dengan pria tampan itu.

Awalnya Amira ingin segera menelepon keluarganya, namun lebih baik dari ponsel diri sendiri saja. Jika memakai hp bosnya sudah pasti nomor keluarganya akan disimpan, dan itu justru membuat Amira semakin cemas.

Lima belas menit kemudian mereka sampai di sebuah apartemen mewah yang terletak di kawasan Senopati, Jakarta Selatan. Darius kembali meraih tangan Amira dan membawa Amira mengikuti langkahnya menuju private lift yang langsung tersambung dengan griya tawang milik bosnya itu.

Suara denting menandakan jika mereka sudah sampai di puncak tertinggi apartemen dan Amira disuguhkan dengan kemewahan yang hanya bisa dia khayalkan sebelumnya.

Di depannya terlihat sebuah jendela besar yang menghadirkan panoraman gemerlap gedung gedung mentereng yang menjulang tinggi di sekitar Jl. Senopati dan Jl. Sudirman. Di hadapan lift terdapat sofa set besar empuk kulit terbaik berwarna hitam dengan meja kaca mewah yang dihiasi oleh bunga segar berwarna putih.

Kesan pertama yang Amira tangkap dari kediaman bosnya adalah, mewah, elegan dan steril. Nuansa putih dengan aksen hitam menghiasi setiap sudut ruangan ini.

Darius mendorong Amira untuk melangkah lebih dalam menuju sofa dan menekan pundak Amira agar dia duduk di sana.

"Kau bisa kembali sekarang Nero. Tolong carikan setelan baju kantor untuk Amira besok pagi sebelum kami berangkat kerja. Kutunggu jam tujuh pagi di sini." Mendengar perintah itu. Nero mengangguk dan bergegas kembali menuju lift. Meninggalkan Darius dan Amira berdua saja di penthouse yang luas ini.

"Handphone-ku?" Tanpa banyak basa basi, Amira menagih kembali ponsel miliknya yang disita Darius sejak sore tadi.

Darius duduk di samping Amira dan memberikan kembali ponsel Amira.

"Jangan bicara macam-macam dengan keluargamu. Sampaikan saja kau ada lembur hingga tengah malam dan terpaksa harus menginap di hotel yang telah disediakan kantor." Ucap Darius dengan nada setengah mengancam. Amira memejamkan matanya mendengar ultimatum Darius.

Dia sudah lelah diancam terus menerus sejak tadi. Buru-buru mengangkat handphone-nya dan menghubungi nomor rumahnya, Amira menghela nafas ketika pada dering pertama, dia sudah tersambungkan dengan telepon rumah keluarganya.

"Bu... maaf Amira baru menelpon dan mengabari." Sambil menahan getar suaranya, Amira mencoba berbicara dengan nada yang tidak akan menimbulkan kecurigaan pada ibunya.

OBSESI TUNGGAL SANG MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang