A Subtle Change

788 73 2
                                    

AMIRA


Dua hari telah berlalu sejak peristiwa makan siang bersama Darius di Fukuro. Selama dua hari itu dia tidak bertemu bosnya di penthouse Senopati. Darius mengabari jika ada beberapa hal yang harus dia kerjakan sepulang jam kerja dan meminta Amira untuk pulang terlebih dahulu.

Sampai di apartemen pun Amira hanya berdiam diri di kamarnya, melakukan video call dengan Ambar dan keluarga di rumah. Juga berbicara panjang lebar dengan Bapak karena tempo hari tidak sempat berpamitan dengannya.

Awalnya Bapak ingin datang ke apartemen dan mengecek lokasi. Namun Amira mencari-cari alasan bahwa apartemen ini sulit untuk dikunjungi. Jadi lebih baik Amira berkunjung pulang saja ke rumah jika memang perlu bertemu.

Begitu juga dua pagi belakangan ini, mereka tidak pergi ke kantor bersama karena Amira tidak melihat batang hidung sang bos.

Tak ayal, dia berangkat ke kantor hari ini tanpa bosnya. Dua hari belakangan jadwal Darius juga begitu padat. Meeting tanpa henti dari pagi hingga petang dan berlanjut sampai malam. Amira tahu itu karena dia yang kelabakan mengatur jadwal meeting Darius dengan kliennya, meskipun pada akhirnya Raka pula yang mengubah jadwal karena dia yang lebih tahu fleksibilitas Darius.

Seperti kemarin malam, Amira masih di kantor hingga jam delapan malam. Namun dia tahu jika Darius masih mengadakan meeting bersama Raka dan Nero di dalam ruangan.

Amira sebenarnya sudah tidak ada pekerjaan lagi, namun menunggu Darius untuk izin pulang. Dia putuskan untuk menunggu hingga setengah jam kemudian sebelum memutuskan untuk langsung cabut saja seperti hari-hari kemarin.

Akan tetapi, ketika Amira sibuk membuka sosial medianya sebagai distraksi setelah seharian membaca dokumen tentang proyek Tahashida–Darius keluar ruangan dan terkejut mendapati Amira masih berada di ruang resepsionis.

"Kok belum pulang, babe?" tanya Darius sambil mengernyitkan dahinya.

Babe?

Wajah Amira langsung bersemu merah. Teringat dengan kejadian ajaib di Fukuro tempo hari dan keadaan rikuh setelahnya saat Darius memproklamirkan Amira sebagai kekasihnya.

Lalu, setelah kehebohan itu, Amira ditinggal sendirian tanpa diberikan penjelasan lanjutan dari hubungan menggantung ini!

Tanpa menyadari pemikiran rumit Amira, Darius memasuki ruangan dan menghampirinya. Raut wajahnya sedikit khawatir, mungkin melihat rambut Amira yang sudah tidak 'jinak' lagi. Hasil catok pagi harinya sudah luntur dan rambut ikalnya kembali ke bentuk asal, ditambah lagi dengan posisi kacamatanya yang sedikit melorot karena menunduk membaca file Takashida di laptopnya.

"Sudah makan malam?" tanya Darius penuh perhatian.

Amira menggeleng, kernyitan di dahi bosnya itu semakin dalam.

"Telepon Pak Gilang untuk standby. Pulang saja, tidak perlu menungguku. Aku cukup sibuk beberapa hari ke depan. Nanti aku kabari chef untuk menyiapkan makan malam untukmu."

Darius mengetik sesuatu di ponselnya dengan tangan kanannya, tangan kirinya merengkuh jemari Amira dan meremasnya.

"Pak Darius, apa perlu saya kirimkan makan malam ke sini? Kurasa kalian juga belum makan malam, bukan?"

Darius hanya menggeleng, masih serius berkutat dengan ponselnya.

"Nggak perlu, Sayang. Tadi kami sudah pesan delivery di dalam. Mungkin sebentar lagi akan tiba," jawab Darius sedikit terdistraksi dengan denting di ponselnya.

OBSESI TUNGGAL SANG MAFIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang