Chapter 17

1.2K 81 1
                                    

Gio melihat ada gelagat aneh yang ditunjukan kedua adiknya ini saat mereka bertiga sedang makan malam di ruang keluarga. Mellody dan Zio yang biasanya sudah berceloteh mempeributkan hal hal sepele. Kini hanya terdiam dan memilih membuang pandangan mereka saat tak sengaja saling lirik.

"Kalian kenapa?" Gio angkat bicara karna sudah tak tahan dengan suasana hening seperti ini. Jika saja ayahnya tidak pergi ke luar kota untuk urusan bisnisnya. Mungkin sang ayah sudah menjadi penengah sejak tadi.

"Gapapa" jawab keduanya kompak dan membuat Gio semakin bingung. Otaknya kembali diputar. Mencari bahan pembicaraan yang bisa memecah kecanggungan diantara mereka.

"Besok ada film keren lho, nonton yuk?" Bujuk Gio semangat empat lima agar kedua adiknya itu bersuara.

"Beberapa minggu lagi SMA kita ngadain pensi. Kalian punya saran buat ngisi acara?" Gio kembali mengoceh karena tak mendapat respon dari Mellody dan Zio sedikitpun. Mereka berdua masih sibuk mengaduk aduk makanan yang ada di depannya.

"Temen gue masuk rumah sakit gara gara di putusin ceweknya. Dia gak makan selama seminggu. Coba kalian bayangin, lebay banget kan?" Cerocos Gio dan sedikit memberi kesan mendramatisir. Sebenarnya temannya itu masuk rumah sakit bukan karena gak makan seminggu. Namun karna memang dia sedang sakit Malaria. Tapi kalau di jelaskan karna sakit Malaria kan gak seru dong? Hehe..

Masih tak mendapat sahutan sama sekali. Okke, Gio mulai menyerah kali ini.

"Kucing tetangga kita lahiran. Kalian gak pada jenguk?" Kata Gio tanpa sadar. Entah setan apa yang sedang merasukinya kini, hingga ia melontarkan candaan tolol tak bermutu seperti itu. Sementara Mellody dan Zio malah melirik aneh ke arahnya.

Hingga beberapa menit. Masih tak ada sahutan.

"Berapa anaknya?" Tanya Zio polos. Walau sebenarnya Gio ingin tertawa namun ia mengurungkan niatnya. Mengingat Zio sudah mulai tertarik dengan celetukan bodohnya.

"5, kasian mereka gak ada bapaknya. Bapaknya malah ngegebet kucing lain di rumah bu Salma" terang Gio seraya mengangguk anggukkan kepalanya.

"Kasian. Kalau mau jenguk, kasih kado apa ya?" Kali ini sahut Mellody yang sama polosnya.

"Popok? Selendang? Baju bayi?" Mellody bertanya tanya lagi saat memikirkan hadiahnya.

"Aelah ribet, elu kasih bandeng sama ikan tongkol aja, itu si emak kucing udah alhamdulillah" sahut Zio cepat dan sontak membuat Gio terkekeh geli. Akhirnya pancingan bodohnya mampu membuat mereka angkat bicara.

"Kasih doa aja biar bapaknya pulang" ujar Gio masih disertai kekehan gelinya.

"Buat apa? Bapaknya gak guna juga. Udah ganjen, gak tanggung jawab lagi" omel Mellody merutuki si bapak kucing. Oh Tuhan.. Gio baru sadar bahwa kedua adiknya itu ternyata sangat mudah untuk di bohongi.

"Cowok emang gitu, gak kucing, gak manusia kebanyakan genit" balas Zio santai.

"Makanya gue gak suka cowok" sambungnya tanpa dosa.

"Lahh?? Kak Zio kan cowok" Mellody menimpali. Seketika raut wajah Zio dibuat kaget. Matanya melebar dan bibirnya terbuka. Seolah menampakkan shock yang sedang dia alami.

"Dari mana lo tau kalau gue cowok? Lo ngintipin gue mandi yaa?" Zio menyipitkan matanya seolah menyelidik.

"Apaan sih!!" Rutuk Mellody menahan semburat merah di pipinya. Jelas itu membuat tawa Gio semakin meledak. Belum juga candaan mereka berhenti, tiba tiba dering telephone memecah konsentrasi ketiganya.

"Hallo?" Kata sang pemilik telephone di awal perbincangan. Siapa lagi jika bukan Zio.

"Sekarang?" Ucap Zio lagi masih bercakap dengan orang disebrang sana.

"Iya, gue kesana" kemudian Zio menutup telphonenya. Laki laki itu lalu mengedarkan pandangannya ke Mellody dan Gio. Ia tau pasti sehabis ini kedua orang itu akan mengomelinya. Maka tanpa pamit, Zio bergegas meninggalkan meja makan.

"Mau kemana Zi?" Tanya Gio melihat kepergian kembarannya itu.

"Ada urusan bentar" jawab Zio santai sambil mengenakan jaket dan meraih kunci mobil yang tergeletak di atas meja. Mellody mengamati punggung Zio hingga lelaki itu menghilang dari balik pintu rumah. Mellody menghembuskan nafasnya jengah. Ia tau kemana tujuan kak Zio saat ini. Pasti dia sedang menjemput pacarnya alias musuh besar Mellody.

"Apa sih yang kak Zio suka dari dia?" Rutuk Mellody yang tanpa sadar menghentak hentakkan kakinya lucu.

"Dia siapa?" Tanya Gio.

"Pacarnya"

"Emang lo tau?"

"Tau"

"Siapa?"

"Oliv"

"Oh" balas Gio santai. Detik berikutnya, matanya mulai membulat sempurna saat menyadari nama yang barusan di sebut oleh Mellody. "Ol-oliv??" Tanya Gio lagi memastikan dan dijawab anggukan dari Mellody.

"Serius?" Gio masih gelagapan mengetahui pacar Zio.

"Pengennya sih bercanda. Tapi ini serius" tutur Mellody.

"Aku tau kak Zio itu bodoh banget. Tapi seenggaknya dia cakep, dia bisa cari cewek yang lebih dari Oliv" sambung Mellody lagi dengan nada yang penuh amarah. Ya, Gio tau rasanya jadi Mellody saat ini.

"Baik? Enggak. Pinter? Enggak. Cantik? Emm.. standar" terang Mellody secara gamblang.

"Kita ikutin permainannya Oliv" ajak Gio memberi pengarahan pada Mellody.

"Tapi aku gak suka dia ngejadiin kak Zio bonekanya" protes Mellody. Boneka? Itu perumpamaan yang tepat bagi Zio saat ini. Yang dengan mudahnya di bodohi oleh Oliv yang jelas jelas hanya memperalatnya saja.

"Ini gak akan bertahan lama kok. Gue tau betul Zio paling bisa buat cewek jatuh cinta dengan cepat. Nah, setelah Oliv beneran jatuh cinta sama si Zio, kita paksa Zio buat ninggalin Oliv" Gio menjelaskan rencananya.

"Kalau kak Zio gak mau?"

"Zio itu gampang jatuh cinta, tapi dia juga gampang bosen"

"Oke, aku setuju sama rencana kakak" jawab Mellody disertai anggukan mantabnya. Walau saat ini dirinya merasa lebih licik dari Oliv. Tapi setidaknya itu satu satunya cara agar Oliv tak lagi berbuat ulah kepadanya.

Jatuh cinta..lalu ditinggalkan..
Great!!

•°•°•°•°•°•°•°•°

Haiiiii... selamat malamm..
Ini di ketik secara dadakan :D
Lagi pengen nulis aja, entah gimana hasilnya =))

Thanks buat yang sudah baca. Vote + comment ? :)

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang