Chapter 22

1.2K 79 4
                                    

Berbeda dari murid murid lain yang memilih menghabiskan waktu di aula untuk melihat pensi tahunan sekolah, Mellody lebih senang duduk di taman sambil membaca novel yang kemarin belum sempat ia tamatkan.

Bukan ia tak senang dengan acara pensi yang diadakan anggota OSIS itu, tapi ia tak senang jika berada di tengah keramaian.

Ia membalik halaman novelnya. Membawanya asyik pada dunianya sendiri. Mellody menghentikan aktifitasnya saat ia menyadari seperti ada yang tengah memperhatikannya dari jauh. Gadis itu mengedarkan pandangan pada sekitar, berharap menemukan sosok yang tak asing atau tak berniat jahat pada dirinya.

Hap!!

Pandangan Mellody seketika gelap saat merasakan sebuah kain hitam menutupi matanya. Saat ia nyaris berteriak, mulutnya sudah dibekap oleh telapak tangan. Gadis itu sudah mencoba untuk meronta, namun sepertinya ia sedang berhadapan pada orang yang lebih tangguh. Oliv? Mungkin bukan. Karena Mellody yakin orang yang tengah menyeretnya kini adalah seorang lelaki. Mau tau mau Mellody hanya mengikuti langkah kaki kemana lelaki itu menyeret tubuh mungilnya dengan mudah.

"Tenang, gue gak niat jahat kok sama lo" terang seseorang dengan suaranya yang berat. Siapa ini? Mellody benar benar asing pada suara ini.

Lelaki itu sesekali memberi intruksi agar tubuh Mellody tak tersungkur ke tanah. Jujur, saat ini jantung Mellody berdebat beberapa kali lebih cepat. Bahkan lebih cepat dari pada saat dirinya berdekatan dengan Arka.

Mellody merasakan dirinya kini tengah duduk di sebuah kursi. Bekapan tangan yang sejak tadi ia rasakan membungkam mulutnya akhirnya terlepas. Orang itu kini juga melepaskan ikatan kain hitam yang menutupi penghilatan Mellody. Mellody sesekali mengerjap ngerjapkan matanya. Mengatur cahaya yang masuk melalui celah matanya.

TUNGGU!!

Mata almond Mellody seketika membulat lucu saat menyadari dirinya tengah berada di atas panggung acara pensi sekolah. Ia juga baru menyadari bahwa di sisi kanannya ada Arka yang membawa gitar berwarna coklat dan di sisi kirinya ada Davin yang membawa gitar berwarna putih. Oh tuhan.. apa lagi ini?

Mellody masih mengamati Arka dan Davin secara bergantian. Meminta penjelasan kedua lelaki itu pada kekacauan yang mereka buat. Arghh,, hampir saja Mellody mati muda karena serangan jantung.

"Jangan pasang ekspresi lucu gitu ah, entar aku tambah suka" kata Davin memecah keheningan diantara mereka bertiga. Membuat pipi Mellody menampakkan semburat merahnya. Tapi...... ini bukan saatnya untuk bercanda! Liat sekarang, semua murid memperhatikan ketiga most wanted yang ada di sekolah mereka ini. Bingung dengan apa yang akan mereka tampilkan.

"Oke, kita disini akan nyanyi buat gadis yang ada di samping saya ini" sambung Arka sambil melirik ke arah Mellody yang sejak tadi menahan malunya.

Jrengg..

Arka mulai memetik gitarnya dengan telaten. Nada yang dihasilkan dari gitar itu sangat indah. Membuat siapapun yang mendengarkannya ikut terlarut dalam nada nada yang Arka buat.

"You're the light, you're the night
(Kaulah cahaya, kaulah malam)
You're the color of my blood
(Kaulah warna darahku)
You're the cure, you're the pain
(Kaulah obat, kaulah rasa sakit)
You're the only thing i wanna touch
(Kaulah satu satunya hal yang ingin ku sentuh)
Never knew that it could mean so much
(Tak pernah kutau ini bisa begitu berarti)
So much
(Teramat sangat)"

Tanpa gadis itu sadari, sejak tadi ia menahan nafasnya. Ia sudah berulang kali mengontrol detak jantung yang bergemuruh secara rusuh di dalam dadanya. Apa lagi saat Arka melirik dan memberikan senyuman manisnya untuk Mellody. Arghh, lelaki itu selalu dengan mudahnya berhasil membuat Mellody salah tingkah.

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang