Chapter 26

1K 69 3
                                    

Gadis itu melangkah gontai menuruni tempat tidurnya. Ia mendengar pintu kamarnya beberapa kali diketuk secara rusuh.

"Apa?" Tanya Mellody setengah sadar saat dirinya sudah berada di ambang pintu. Ia melihat kini Zio tengah berdiri di sana dengan mengenakan sweater dan celana panjang. Wajahnya masih sedikit pucat. Wajar saja karna dia memang sedang sakit.

"Mau bantuin gue gak?" Tanya Zio dengan suara paraunya. Mellody menyenderkan tubuhnya di kusen pintu. Gadis itu masih belum sepenuhnya sadar.

"Bantu apa?" Tanya Mellody balik yang kali ini sedang berbaik hati pada Zio yang tengah sakit.

"Tapi janji mau kan?" Zio menaikan sebelah alisnya.

"Asal gak aneh aneh aja" balas Mellody santai.

"Tolong jemput Oliv dong, kasian dia gak bisa pulang dari tempat lesnya. Gue lagi gak enak badan" terangnya membuat mata Mellody membulat lucu. Ia melirik jam dinding yang tak jauh dari tempatnya. Menunjukan pukul 22.30 malam. Jadi? Apa masuk akal jika pulang les sampai larut malam seperti ini?

"Sepinter apa pacar Kakak itu sampai pulang les jam segini?" Ujar Mellody sinis. Zio memutar bola matanya. Ia sudah menduga adik perempuannya itu tak akan setuju.

"Dia les musik" jelas Zio agar Mellody tak lagi melotot seperti ini. Uh! Walau Mellody memang cantik tapi jika sudah seperti ini dia sangat menyebalkan.

"Kak, dia itu boongin kakak. Kenapa sih Kak Zio gak pernah sadar" omel Mellody yang mulai meledak.

"Lo bilang gitu karna lo gak suka sama Oliv" sahut Zio cepat yang juga mulai terpancing emosi.

"Dia itu--" ucapan Mellody terputus saat mendengar handphone Zio berdering.

"Hallo?" Kata Zio di awal pembicaraan. Terdengar kini lelaki itu mendengus sambil mengusap wajah pucatnya secara kasar.

"Kamu tunggu sebentar ya" sambung Zio lagi. Dan Mellody sepertinya sudah mengetahui siapa lawan bicara kakaknya itu. Siapa lagi jika bukan Oliv.

"Biar aku yang bicara" sahut Mellody cepat dan kini handphone Zio sudah berpindah tangan kepadanya.

"Kak Zio lagi sakit. Kamu sehat kan? Punya kaki kan? Punya uang kan? Pulang sendiri gih, belajar buat gak ganggu hidup orang lain" tutur Mellody tajam kemudian menutup sambungan telphonenya secara sepihak.

Dilihatnya kini Zio tengah menggeram kesal. Ini sudah berulang kalinya Mellody mengatakan bahwa Oliv berbohong padanya. Namun jujur, ia sendiri tak mengetahui apa maksud adiknya itu.

"Lo gak seharusnya bilang gitu ke dia!" Bentak Zio pada Mellody.

"Kenapa? Toh dia juga sering bicara kasar ke aku. Kenapa kakak gak bela aku?" Tantang Mellody dan kini sepertinya ia sudah tak merasakan kantuk lagi.

"Lo tuh gak tau gimana dia" ucap Zio sembari mengacak rambutnya kasar.

"Terus Kakak ngerasa kalau Kak Zio tau semua tentang dia? Ha?" Jerit Mellody frustasi.

"Fine! Kalau lo gak mau bantu gue. Gue bisa jemput dia sendiri" ujar Zio lalu melangkahkan kakinya keluar rumah.

"Kak Zio baru sakit" teriak Mellody sebelum lelaki itu benar benar menghilang dari balik pintu.

"Apa peduli lo?!" Bentak Zio dan tak lama terdengaar suara deru mobil yang sangat mengganggu telinga. Zio melajukan mobilnya secara ugal ugalan. Sangat terdengar dari caranya menginjak dan memainkan gas mobilnya.

"Berantem sama si Zio?" Kata seseorang yang membuat Mellody tersadar dari lamunan liarnya. Mellody melirik sekilas lelaki itu lalu mengusap wajahnya secara asal asalan.

"Hmm" gumam Mellody malas. Gio malah mengelus puncak kepala adiknya itu dengan lembut. Ia tau dengan cara seperti itu bisa membuat Mellody nyaman.

Mellody menutup pintu kamarnya kembali. Merebahkan tubuh mungilnya ke atas kasur empuk kesayangannya. Setidaknya ia bisa melupakan sejenak pertengkaran dengan Kakak laki lakinya tadi. Ia sadar dirinya dan Zio memang sering bertengkar. Namun ia merasa baru kali ini puncak pertengkarannya.

Kring.. kring..

Gadis itu meraba raba atas nakasnya untuk mencari letak handphone yang berdering malam malam seperti ini. Apa sang penelphone tidak memiliki jam dirumahnya? Uh! Menyebalkan.

"Halo?" Ucap Mellody tanpa melihat nama sang penelphone. Mata Mellody membulat saat mendengar suara lawan bicaranya dari ujung sana. Bahkan kini telephonenya sudah jatuh dari genggaman tangannya.

Tuhan, apa ini nyata?

Mellody mematung di tempat sejenak sebelum ia sadar kini air matanya sudah lolos dengan sempurna. Bahunya bergerak naik turun karna nafasnya yang tak terkontrol. Berulang kali ia menepuk pipinya sendiri. Memastikan bahwa ini bukan hanya bunga tidur.

Oh tidak. Ini memang nyata.

"Kecelakaan?"

°°°

Haloo :)
Makasih sudah baca.
Vomment? ;)

MelodyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang