36 - MENUJU KEGELAPAN

146 14 0
                                    

Menikmati teh seraya menikmati hiruk-pikuk kota Las Vegas menjadi rutinitas Austin setiap pagi di balkon apartemen dengan pakaian kasual semenjak tiba di Negeri Paman Sam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menikmati teh seraya menikmati hiruk-pikuk kota Las Vegas menjadi rutinitas Austin setiap pagi di balkon apartemen dengan pakaian kasual semenjak tiba di Negeri Paman Sam. Lelaki itu jarang sekali keluar dari apartement yang disewa selama sebulan ini. Mungkin satu atau dua kali. Sebatas pergi ke bank guna mengambil uang dan ke supermarket terdekat untuk membeli stok makanan selama beberapa minggu ke depan.

Bola mata cokelat pria berdarah Amerika-Tionghoa itu tak lepas dengan segala aktivitas yang dilakukan warga Las Vegas. Seperti, suara klakson mobil dan langkah cepat para pejalan kaki yang terdengar samar serta lampu lalu lintas yang berganti warna. Austin kembali bergerak mengangkat cangkir dan menikmati udara segar pagi ini. Sungguh sangat menenangkan hati. Sayangnya, momen itu terjeda oleh suara panggilan telepon.

Mendengarnya, lelaki itu segera menjauh dari pagar besi balkon tersebut. Meletakkan cangkir teh, meraih ponsel dari meja lingkaran yang terletak di sudut kiri. Dengan cepat, ibu jarinya menggeser ikon telepon.

"Halo, gimana? Udah dapat?" tanya Austin tak sabar pada asistennya, karena tak memiliki banyak waktu lagi.

"Sudah, Sir. Kontak beliau akan segera saya kirim ke nomor Anda," sang asisten menjawab.

"Great. Uangnya segera saya transfer, ya. Enjoy your time."

"Thanks a lot, Sir."

Tanpa banyak berpikir, Austin segera membuka roomchat-nya dengan sang asisten. Menekan kontak yang dikirim dan menghubungi orang tersebut. Berharap, jika orang ini sanggup mengabulkan apa yang ia inginkan, maka Austin bisa terlepas dari skandal mantan komisaris utama Bhavanadaksa Group yang menyeret namanya dan menghirup udara bebas selepas itu. Tanpa mendekam di balik jeruji tentunya.

"Hello, good morning. Is this Mr. Robert Stewart?" tanya Austin kembali ke balkon, bertumpu pada pagar besi seraya memperhatikan kendaraan yang melintas dan orang-orang berlalu-lalang di bawah sana.

"Good morning. Yes, I'm Robert Stewart. Sorry, who are you?" tanya balik seseorang di sana sembari menyandarkan badan di kursi kebesaran.

"I'm Austin Tjandrakusuma, President Director of Feplants Indonesia."

"Ah, Mr. Tjandrakusuma. Yeah, yeah. I know who you are—the sole heir of the Tjandrakusuma family."

"I like your style." Austin terkekeh. Bangga jika nama keluarganya memiliki kekuatan besar, sayangnya ia harus menghapus lalu mengganti marga itu nanti—termasuk nama depan. "Anyway, I really need your help, Sir."

"Sure, your assistant did mention something about that but didn't specify much, told me that you would explain it to me directly. So, what can I help?" kata Robert memegang dagu, teringat pesan asisten Austin beberapa menit lalu.

"I want to change my identity as soon as possible."

"WHAT? Sorry, that just caught me off guard. But ..., why?"

Sweet HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang