Bab 3 ~Sketchbook~

58 44 14
                                    

Maaf Jika ada kesamaan dalam nama tokoh, alur dan latar tempat. Ini murni dari pemikiran saya.

°°°°°°°°°°

Bab 3 /Sketchbook/

"Berharap dengan dosis tinggi dan berlebihan hanya akan menyebabkan overdosis rasa sakit di hati yang begitu dalam."

----------

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

----------

"Ini rumah kamu?" tanya Alusha pada Marshal. Matanya setia memandangi bangunan megah ber-cat putih di depannya.

"Nggak mungkin kan, kalau punya satpam di depan?" sinis Marshal.

"Mungkin-mungkin aja si...."

Marshal menyerahkan sebuah map dengan kasar pada Alusha.

"Santai dong!" cibir Alusha mengambil paksa map itu dari tangan Marshal yang sebelumnya menyodorkan benda itu padanya.

"Apa ini?" Alusha membuka map pemberian Marshal. Matanya membulat sempurna disaat membaca judul besar pada permukaan kertas putih itu.

"Apa?! Ini semacam kontrak?" tanya Alusha tak percaya sembari menatap Marshal.

"Baca, pahami, patuhi!" tegas Marshal dingin.

Mata Alusha bergerak serasi dengan bacaan di atas kertas. Bibirnya komat kamit sambil berusaha menyatukan koneksi antara otak dengan tulisan demi tulisan itu.

"Kalau aku nggak mau mematuhi semuanya gimana? Peraturannya nggak asik banget, mie itu makanan favorit aku kalau lagi nonton drakor, apalagi pakai sepuluh cabe rawit!" tegas Alusha meminta sedikit dispensasi atas peraturan yang dibuat Marshal.

"Patuhi atau jangan tinggal disini," datar Marshal yang langsung pergi meninggalkan Alusha di ambang pintu.

"Hei! Tuan, paling tidak hargai tamu mu ini!" seru Alusha meneriaki Marshal namun lelaki itu seakan enggan berbalik.

"Aku curiga dia bukan manusia," cibir Alusha lirih sambil menatap punggung Marshal yang semakin menjauh.

Mau tidak mau, Alusha harus mematuhi seluruh peraturan yang terdapat di dalam kontrak, karena untuk saat ini, Alusha masih membutuhkan Marshal untuk mengungkap awal dari kecelakaan yang membuatnya harus kehilangan wajah lamanya. Kalau ditanya, kenapa tidak pulang ke rumah dan menjelaskan semuanya? Alusha sangat ingin melakukan hal itu, namun saat di perjalanan tadi, sekilas ia melihat pagar rumahnya sudah ada papan yang bertuliskan 'Rumah Ini Dijual'. Sakit rasanya melihat kenyataan bahwa selain kehilangan wajahnya, Alusha juga kehilangan kehidupannya.

Kondisi Butik Denayu saat ini tengah ramai oleh beberapa orang yang ingin mem-fitting baju-baju acara resmi seperti pernikahan contohnya.

"Mir, ini saat yang tepat untuk promosi!" bisik Cheryl ditelinga Amira.

I'M NOT PERFECTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang