Akibat mengalami kecelakaan, Alusha tak hanya kehilangan wajah namun juga kehilangan kehidupan yang selama ini menempel sebagai jati dirinya, kehilangan sosok saudari, ibu, dan orang-orang terdekat yang sekarang mengira dirinya sudah tiada dan hanya...
Maaf Jika ada kesamaan dalam nama tokoh, alur dan latar tempat. Ini murni dari pemikiran saya.
°°°°°°°°°°
Bab 15 /Kehilangan Pekerjaan/
"Ketika kepercayaan mulai dipertanyakan, kemana perginya akal sehat sampai membedakan antara ilusi dan delusi saja tidak bisa?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
----------
Suasana pagi di jalan kota tak terasa tenang seperti di desa, kendaraan kian berlalu lalang seakan ada titik yang dikejar, ya, pekerjaan lah yang dikejar orang didalamnya. Para pedagang kaki lima sudah mulai menata dagangannya pada kios masing-masing.
Pintu Butik terbuka, menampakkan suasana ramah yang selalu menyambut siapapun yang datang berkunjung. Seperti biasa, Alesha tak pernah menghiraukan suasana ramah itu, ia masuk dengan menghentakkan kakinya seakan ingin mengguncang bumi.
"Selamat pagi Nona Alesha," sapa Riska yang tengah menata gaun pada manekin.
"Dimana Amira?" bukannya membalas sapaan pegawai dengan baik, Alesha justru menanyakan keberadaan Amira dengan raut wajah tak senang.
Riska tersenyum kecut, kebiasaan Alesha memang tidak bisa di ubah, tapi bod*hnya Riska masih berharap sapaannya akan di balas oleh sang manager. "Sebentar ya Nona, biar saya panggilkan."
Alesha berdiri dari posisi awal yang duduk di sofa customer. "Nggak usah, biar saya yang cari sendiri!" dengan langkah tak senang, Alesha segera mencari keberadaan gadis yang menjadi alasan utama kehadirannya di Butik ini.
Setelah lama berkeliling dan melihat ke seluruh ruangan, Alesha akhirnya bisa menemukan dimana keberadaan Amira, gadis itu tengah membuat kopi untuk dirinya dengan air hangat di dispenser.
Sebisa mungkin Alesha mengontrol emosinya, ia tak ingin berteriak di pagi yang cerah ini, lagipula suaranya terlalu mahal jika dibuang sia-sia. "Amira."
Terkejut karena melihat kehadiran Alesha bahkan sampai di dapur, gelas yang dipegang Amira jadi terguncang dan menumpahkan cairan yang menjadi isinya hingga mengenai tepat di punggung tangan. Membuat sang pemilik mendesis karena rasa panas yang mulai menjalar di kulit tangannya.
"Shh, N-nona Alesha? S-sejak kapan Nona Alesha sampai?" Amira gelagapan menyapa wanita di hadapannya tatapannya menyorotkan kemarahan tapi bibir datarnya memaksa untuk tetap diam, membuatnya jadi berpikir. Kesalahan apalagi yang ia lakukan?
"Ikut saya ke ruangan manager sekarang!" titah Alesha yang langsung berjalan pergi meninggalkan dapur, begitu juga dengan Amira yang mulai merasakan dingin di sekujur tubuhnya.
"Masalah apalagi ini?" desisnya lirih lalu segera meletakkan segelas kopi yang baru di buatnya di atas meja.
Di ruang manager, Alesha tak mengatakan banyak hal, ia hanya menatap datar ke arah Amira sembari tangannya yang tetap berpangku di dada.