14 - Hujan.

17 5 0
                                    

Happy reading! Don't forget to click the 🌟!

*

"Cel? Nicel?"

"Hah?" Anicel tersadar dari lamunannya.

Anicel menatap manusia di sebelahnya yang melambaikan telapak tangan di depan wajahnya. "Apaan? Ganggu gue mikir lo."

"Takut lo kesambet, lagian mikirin apaan? Gue di sini dikacangin." kesal Asaran sambil mengigit ice cream coklatnya.

Iya, hari ini dengan gabutnya ketemu di minimarket. Sebenernya ga cuma berdua, Sean sama Yerchim lagi beli jajan di dalam minimarket. Anicel sama Asaran nunggu di luar dengan duduk di kursi yang disediakan sama minimarketnya.

Jadi udah kaya orang nolep berduaan di depan minimarket sambil makan ice cream di cuaca hujan kaya gini.

Anicel menghelai nafas panjang sambil memakan cone ice cream, itu bagian terakhir. Ia lantas menatap Asaran yang kayanya dari tadi ga abis-abis ice creamnya, buset.

"Lo makan kaya Tuan Putri apa gimana? Ice cream dari tadi ga abis-abis perasaan."

"Perhatian amat. Gue beli 3, ini yang terakhir. Lo terlalu fokus ngelamun, Cel."

Iya mungkin, tiba-tiba banget Anicel keinget memorinya dulu. Di mana dirinya baru banget masuk SMA dan ketemu sama kakak kelas ngeselin, tapi di saat yang bersamaan juga manis.

"Sar, love language lo apa?" tiba-tiba banget gitu Asaran ditanyain hal random yang ga pernah terpikir sama Asaran.

Asaran yang ga terlalu paham pun awalnya cuma garuk-garuk kepala kaya monyet, dirinya berpikir sejenak apa yang biasa dilakukan. "Receiving gift?"

"Ah, ga mungkin. Gue aja ga pernah di kasih hadiah." balas Anciel sambil menggeleng-gelengkan kepalanya ga percaya.

Asaran berdecak sebal melihat ekspresi Anicel yang tengil itu. "Terus menurut lo apaan?"

"Mana gue tau, belum juga setahun kenal." jawaban Anicel memang cukup memancing amarah, tapi ga mungkin dong Asaran mencekik manusia di sebelahnya.

"Love language lo pasti physical attack, kan?" kali ini Asaran nebak dengan percaya diri.

Anicel langsung melotot ga terima tentunya. "Mana ada physical attack, anying? Ngawur banget ngomongnya."

Asaran ketawa ngakak sambil memegangi perutnya yang keram. Udah kebanyakan makan ice cream ditambah ngetawain ekspresi Anicel.

drtt.. drttt..

Asaran mengambil ponsel yang ada di saku kemejanya, tentunya melihat nama kontak yang menelfonnya siang bolong di saat hujan gini.

Anicel memicingkan kedua matanya berusaha mengintip siapa yang nelfon Asaran.

'Ruby' nama yang bisa Anicel baca di layar ponsel Asaran itu, tapi tentunya ga diangkat sama Asaran, malahan dibiarin sampe panggilan di matikan.

"Anjir, itu siapa tau penting!" seru Anicel kesal.

Asaran melirik menatap perempuan yang ternyata kepo sama orang yang telfon. "Dih, sok tau."

"Kalo dia telfon karena lagi kecelakaan gimana? Atau mau minta tolong? Telfon balik, Sar!" ini malahan Anicel yang cerewet padahal Anicel aja ga tau Ruby kaya apa.

Asaran menghelai nafas berat, ia nurut menelfon balik Ruby. Dari pada terus-terusan mendengar ocehan perempuan di sebelahnya, bisa-bisa gendang telinganya rusak.

'Halo, By?'

'Asa, di mana?'

'Lagi main basket, kenapa?'

ANICELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang