32 - Lepas.

18 5 0
                                    

Happy reading! Don't forget to click the 🌟!



*

Langkah kaki santai menyusuri trotoar jalan menuju daerahnya. Anicel melangkah sambil bersenandung kecil dengan menenteng kresek berisi kerupuk kulit yang menjadi favoritnya itu.

Saat turun dari bus tadi, Anicel ga sengaja melihat kerupuk favoritnya itu tergantung di jendela sebuah warung. Dengan langkah cepat, Anicel menghampiri warung tersebut. Ia membeli dua bungkus kerupuk dan tak lupa sebuah es cekek untuk menemaninya selama perjalanan nanti.

Bisa dibilang perjalanannya masih jauh, ini bahkan belum masuk ke daerahnya, tapi Anicel tetap memilih untuk berjalan kaki, toh itung-itung olahraga. Udah lama Anicel ga melatih otot kakinya, bisa-bisa nanti kaku.

Di saat awalnya fokus berjalan, matanya ga sengaja melirik ke arah kanan, di mana banyak manusia berdiri dan bersorak ria.

“Eh,” Anicel menoleh menatap gerombolan manusia yang mengitari lapangan berumput di seberang jalan. “Ada pertandingan sepak bola, tapi Kara ga koar-koar ngasih tau gue.”

Sebelum memutuskan untuk mampir melihat pertandingan sepak bola di lapangan seberang, Anicel mengecek arloji pada lengan kirinya dulu.

Jam masih menunjukkan pukul setengah lima sore, ga ada salahnya mampir sebentar melihat pertandingan sepak bola.

Anicel menoleh ke kanan dan kiri, ia berlari menyeberangi jalan yang bisa dibilang cukup ramai.

Apa lagi akibat dari adanya pertandingan sepak bola yang diadakan di lapangan ini, banyak motor dan mobil yang parkir sembarangan di pinggir jalan demi untuk bisa menonton pertandingan tersebut.

“Gile, sampe ada tukang parkir. Cepet kaya kalo per-motor bayar dua ribu, anjir.” sebelum memasuki area lapangan, Anicel kagum dulu sama tukang parkir di sini. Bisa banget mengambil kesempatan kalo rame gini.

Kakinya melangkah mencari tempat yang ga terlalu ramai sama manusia, Anicel ga mau dempet-dempetan sama banyak manusia, bisa-bisa dirinya tenggelam dalam lautan manusia.

“Orang pada tinggi-tinggi, makan sengget apa gimana, sih?” Anicel mulai kesal karena udah lima menit lamanya ga nemu celah buat dirinya masuk di antara ratusan manusia.

Atensinya kembali mengedar, Anicel memicingkan kedua matanya begitu menemukan sebuah celah di mana ada seseorang yang berjalan mundur. Dengan langkah cepat, Anicel berlari menggantikan posisi manusia sebelumnya.

“Mas, bentar! Jangan pindah dulu!” teriak Anicel membuat beberapa orang menarik atensi padanya.

Berhenti dengan tepat, laki-laki yang hendek melangkah mundur itu kaget karena lengan hoodienya ditarik tiba-tiba tanpa alasan.

Anicel ngos-ngosan mengatur nafasnya. “Makasih dan maaf, Mas.” Ia mengisi posisi kosong tersebut, akhirnya pertandingan sepak bolanya bisa ia lihat dengan jelas sekarang.

Tapi ga sampe lima menit, seseorang menarik kuat baju bagian belakangnya, membuat Anicel mau ga mau melangkah mundur.

“Aduh, aduh! Baju gue bisa sobek!”

“Kalo pendek ga usah nyempil di sini, nanti keinjek, Cebol.”

“Hah!” kaget, Anicel kaget bukan main mendengar suara laki-laki menyebut panggilan jeleknya itu. Ia menoleh untuk memastikan, ternyata beneran manusia menyebalkan bernama, “Asaran?”

“Mata lo biasa aja, kaya ga pernah lihat orang ganteng aja.” Sahut Asaran sambil menyentil dahi sensitif Anicel.

“Aw!” Anicel memegangi dahinya, tiba-tiba cenat-cenut abis disentil. Pasti nyentil pake tenaga dalam. “Ya gue minta maaf, gue ga tau kalo itu lo. Gue cuma pengin nonton bola, lagian lo udahan nontonnya, kan?”

ANICELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang