22 - Ngamuk.

10 5 0
                                    

Happy reading! Don't forget to click the 🌟 !

*

“Cewek lo playing victim.”

Kalimat yang dilontarkan Yerchim cukup membuat Asaran menghentikan kegiatan sibuknya dengan laptop di pangkuannya.

“Cewek gue? Siapa?” Asaran menyahuti ucapan Yerchim dengan datar.

Yerchim sendiri harusnya hari ini mampir ke perpustakaan kota, tapi entah kenapa motornya belok sendiri dan akhirnya sekarang ada di kosan Asaran.

Masih lengkap dengan helm di kepalanya, Yerchim udah keburu kelamaan nahan emosinya. Bisa-bisanya Anicel dituduh yang ga bener! Walaupun urakan, sahabat satu jurusannya itu kadang berguna menemani kegabutannya.

Yerchim menghelai nafas menahan diri. “Rubitch, siapa lagi? Calon lo, kan?”

Asaran bakal langsung percaya kalo sebelumnya Ruby bilang Yerchim yang ngatain. Soalnya Yerchim ga segan langsung ngatain yang bersangkutan di depannya sekarang.

Tatapan Asaran sekarang udah ga fokus ke layar laptopnya lagi, udah buyar fokusnya. Ia beranjak dari kursi teras kosannya, menatap Yerchim dengan serius.

“Orang tua ngasih nama bener-bener, lo malah ngata—”

“Halah ga perduli gue. Gue udah tanya ke tukang buburnya, gue samperin kemarin. Cewek lo ngerebut bubur ayam pesenan Anicel! Nyerobot antrian ga jelas! Ngatain gatel padahal Anicel ga kenal!”

Asaran mengangguk kagum. Keren juga, walaupun sering asbun—asal bunyi—kalo lagi serius serem juga. Tukang buburnya langsung disamperin, apa ga kaget.

“Lo ada nomor tukang buburnya ga?” tanya Asaran.

Emosi Yerchim makin memuncak. “MANA KEPIKIRAN GUE MINTAIN NOMORNYA! UDAH SEKARANG SURUH CEWEK LO MINTA MAAF, ASARAN MULTA BAHRMAN!”

Ekspresi wajah Asaran langsung mendatar kembali begitu mendengar Yerchim menyebut nama lengkapnya. “Asteria Yerchim, jangan kurang ajar.”

Tatapan keduanya sekarang sengit. Untungnya teman setia Asaran—Sean, hadir di tengah dua manusia penuh emosi itu.

Sean bingung, kenapa di siang yang cerah dan panas ini ada aja masalah yang dihadapinya. Ia lantas berdiri menengahi dua manusia berkepala batu itu.

“Kalo masih mau adu tatap, gue colok mata lo berdua. Yerchim. Asaran.”

Asaran langsung menatap ke arah lain menyudahi kekesalannya pada manusia bernama Yerchim. “Dia duluan.” lirih Asaran.

Sean menghelai nafas mengangguk mengerti. Ia menghadapkan tubuhnya ke Yerchim, menarik tubuh kurus perempuan tersebut untuk menjauhi Asaran.

“Lama-lama gue yang gila ngehadapi kalian berdua.” kesal Sean.

Setelah dirasa perang dingin usai, Sean mengajak dua manusia tersebut untuk duduk kembali. Dirinya juga pengin tau ada masalah apa sampe suasana sengit banget.

“Sekarang kasih tau gue ada masalah apa?”

Yerchim menarik nafas dalam-dalam. “Cewek dia nga—“

ANICELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang