29 - I hope isn't you.

16 5 0
                                    

Happy reading! Don't forget to click the 🌟!



*



“Cel?”

Yang dipanggil namanya noleh. Jersey di tangannya masih terlipat rapi, belum Anicel pakai. “Kenapa?”

Dila, selaku orang yang udah manggil Anicel lebih dari lima kali itu, kini menaikan satu alisnya. “Kamu sakit, Kak?”

Anicel menggeleng, melangkahkan kakinya memasuki ruang ganti. Moodnya akhir-akhir ini ga jelas, tujuannya latihan futsal hari ini sebenarnya untuk menghilangkan stress. Tapi kayanya bakal tambah stress.

Belum mulai aja Anicel udah bengong, apa lagi nanti kalo main. Udah pasti bakal jadi beban doang.

Anicel menghelai nafas, mengurungkan niatnya untuk ganti. Ia meninggalkan ruang ganti, membuat Dila yang menunggu di depan heran.

“Ga jadi, Kak?”

“Hari ini gue nonton aja. Ga ikut latihan dulu.”

Kepergian Anicel dari ruang ganti membuat beberapa manusia yang biasanya disambut hangat, kini saling bertatapan. Kalo suasana udah suram gini, pasti seniornya itu lagi ada masalah.

Selama nonton sparing, Anicel ga ada mood sama sekali buat teriak. Cuma ada mood buat tepuk tangan doang.

Selama itu juga, Erick sebagai coach memperhatikan tingkah aneh mahasiswa kebanggaannya itu. Biasanya Anicel selalu aktif, tapi sekarang diam aja kaya beda orang.

“Kok ga ikut main?”

Pertanyaan dari manusia di depannya enggan Anicel jawab awalnya. Tapi, dirinya inget kalo Erick itu coachnya, masa mau kurang ajar.

Anicel menoleh menatap Erick. “Lagi ga enak badan.”

Tangan Erick terulur memegamg kening Anicel, membandingkan dengan suhu tubuhnya. “Emang agak panas, sih. Ga pulang aja?”

Anicel menggeleng malas. “Bakal tambah sakit kalo di rumah.”

Erick mendudukan tubuhnya di sebelah Anicel, kekehan kecil terdengar. ”Di rumah perang piring, ya?”

Mendengar pertanyaan barusan membuat Anicel memutar bola mata malas. “Ga kebalik, tuh? Bukannya rumah lo?”

Ya ga salah juga, Anicel emang udah tau kondisi keluarga Erick, tapi rasanya tetep sakit kalo tiba-tiba dibilang gitu. Kan Erick maunya nyerang Anicel, ini kenapa malah dirinya kena.

Erick menunduk kalah. “Iya, deh. Gue emang ga bisa menang kalo adu keluarga.”

“Lo yang mulai duluan.” Cibik Anicel.

Mendengar suara Anicel udah ga sesuram tadi, artinya Erick udah berhasil bikin perempuan di sebelahnya itu senang, kan.

Sebenarnya Erick mau tau kenapa tiba-tiba Anicel jadi beda banget hari ini, tapi dirinya siapa? Cuma coach doang di sini. Ga berhak nanya hal yang lebih pribadi.

Jadinya, Erick cuma bisa menghibur sedikit, untungnya yang dihibur jadi senyum sekarang. Ga sia-sia pernah jadi juara stand up comedy pas SMP dulu.

Erick menghelai nafas panjang, udah terlalu lama dirinya duduk di sini. Ia pun beranjak bangun. “Gue ke sisi lapangan sana dulu. Lo jangan terlalu larut sama pikiran sendiri, ga baik.”

Anicel mengacungkan jempolnya.

Anicel menatap layar ponselnya, ada pesan masuk yang enggan dirinya balas.

ANICELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang