31 - Pergi.

24 5 0
                                    

Happy reading! Don't forget to click the 🌟!






*




“Udah, lupain ukm dulu. Tugas akhir lo diurus sana.”

Anicel cemberut mendengar penuturan Erick. Hari ini udah semangat membara buat main futsal, tapi malah diusir sama coachnya.

Anicel meletakkan telapak tangannya di dada. “Lo menyakiti hati mungil gue, masa gue mau healing ditolak.”

“Healing tuh jalan-jalan, bukannya main futsal. Sana, hush!” usir Erick sambil mendorong pelan tubuh Anicel buat keluar dari lapangan.

Ini beneran kaya ga diterima dengan baik karena abis bikin kesalahan, anjir. Anicel sebelumnya ga ada buat salah apa-apa.

“Coach apaan ini, anjir! Ngusir member!” seru Anicel melangkahkan kakinya keluar.

Anicel menghelai nafas panjang karena ga ada tujuan mau ke mana. Sakit hati banget diusir kaya ayam.

Walaupun ada benernya juga ucapan Erick, saking muaknya lihat tulisan, Anicel ga ada niatan benerin revisian skripsi. Otaknya kosong, kalo kesurupan pun bisa, tapi jangan sampe.

Langkah kaki Anicel bergerak tanpa tujuan jelas menyusuri trotoar jalan. Di otaknya cuma ada pikiran mending makan ayam goreng atau nasi goreng.

“Apa gue coba makan sushi lagi.” gumam Anicel memikirkan makanan yang baru beberapa kali ia makan itu. Membayangkan ikan mentah masuk ke mulutnya aja udah bikin pengin muntah.

Sebaiknya Anciel pikir-pikir lagi dari pada berakhir muntah.

“Hadeh, lidah gue ga cocok jadi Japanese.”

Anicel akhirnya membelokkan langkahnya memasuki kedai bubur ayam, ia memesan satu porsi bubur ayam spesial dan es teh.

Sambil menunggu, Anciel membuka ponselnya. Abis ini enaknya ke mana, Anicel ga mau pulang ke rumah cepet-cepet, pengin main.

Tapi, sendirian gini juga takut, kalo tiba-tiba ada orang asing nyamperin dirinya terus nyulik gimana? Apa ga serem.

“Ini Mba buburnya, selamat menikmati.”

Tanpa ba-bi-bu, Anicel langsung melahap bubur di depannya. Udah kaya sebulan ga makan.

Sebelum Anicel berhasil menghabiskan semangkok buburnya, sebuah notifikasi chat masuk dari ponselnya berbunyi. Ia menatap layar ponselnya dengan serius, matanya pun langsung melotot begitu membaca chat dari pengirim.

 Ia menatap layar ponselnya dengan serius, matanya pun langsung melotot begitu membaca chat dari pengirim

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karena tak kunjung mendapatkan jawaban, Anicel meninggalkan buburnya yang masih setengah mangkok itu. Ia buru-buru pulang dengan naik ojol, berharap Ansar belum pergi tanpa pamitan sama dirinya.

Anicel mengatur nafasnya menatap pintu rumah yang terbuka lebar. Ia menerobos masuk tanpa salam.

“Kak Ansar mana?“

ANICELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang