17 - Jadi beneran?

12 5 0
                                    

Happy Reading! Don't forget to click the 🌟!

*

Di pagi yang cerah secerah wajah Sean. Asaran kadang masih bingung dari mana Sean bisa nyelonong masuk ke kamarnya padahal udah dirinya kunci dari dalam.

Pagi ini, Asaran sebenarnya ga mau melakukan aktivitas apapun selain rebahan dan melanjutkan kerja remote nya. Tapi manusia bertubuh bongsor yang udah ada di kamar itu tiba-tiba ngajakin ngopi, tanpa adanya persetujuan darinya.

Asaran berdecak sebal, ia menarik kembali selimut yang tadinya cuma menutupi bagian bawahnya, kini menutupi seluruh tubuhnya hingga atas kepala.

"Sar, ayoo!! Sekalian nyebat lah!" Sean berusaha menyingkirkan selimut yang menutupi Asaran. Tapi Asaran tetep kekeuh pada posisinya. "Bokap ga izinin gue nyentuh rokok lagi, Sean!"

Sean cemberut. "Kalo ngopi ga apa-apa?"

Asaran menghelai nafas lelah, dengan malas ia merubah posisinya menjadi duduk lalu menatap manusia yang terus memaksanya bangkit dari ranjang.

Asaran memicingkan kedua matanya. "Sean, bokap gue juga nyuruh lo berhenti atau lo bisa berhenti jadi temen gue."

"Gue juga lagi ngurangin." Sean menghelai nafas panjang.

Asaran beranjak dari ranjangnya, ia mengambil satu setel baju dan handuk lalu berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

Setelah selesai bersiap dan sekarang udah ada di kafe dengan segelas caramel machiato di depannya. Asaran menatap serius manusia yang duduk di depannya.

"Lo ada masalah apa?"

Yang ditanya jelas berpikir beberapa saat, ia kemudian menggeleng sambil meminum ice americano nya. "Ga ada, pengin ngajak ngopi doang."

Kedua mata Asaran menaruh curiga, ia memicingkan kedua matanya. "Serius? Ga biasanya kaya gini."

Sean terkekeh kecil, kadang kepekaan manusia tuh serem juga. Andai perempuan yang diincar juga sepeka ini, bisa-bisa dirinya roll depan. "Gue mundur soal perusahaan bokap gue."

"Hah?" Asaran jelas kaget. Dulu bukannya Sean ini paling tekun nyelesaiin masalah internal ayahnya sampe ditunjuk penerus, tapi kok sekarang malah mundur. "Yang bener aja lo?"

Sean mengangguk santai. "Biar adik gue aja nanti. Gue muak lama-lama sama bokap sendiri."

Asaran mengangguk, tentunya ia paham sifat keluarga Sean. "Lanjut jadi jaksa?"

Sean menggeleng, ilmu hukumnya udah buyar setelah dua tahun lulus kuliah. "Mau ternak kambing, gimana?"

Ekspresi Asaran seketika mendatar. Kapan hidup Sean bisa serius kalo ditanya barat jawabnya selatan.

"Terserah lo."

Sean tertawa renyah mendengar penuturan Asaran yang terdengar kesal itu. Tujuan Sean emang pengin menghibur diri, makanya ngajak sahabatnya itu keluar. Dari pada jenuh di apartemennya, mending ngobrol.

Asaran menggelengkan kepalanya lelah mendengar Sean ketawa ga ada abisnya. Ia meraih ponselnya, menatap akun sosmednya yang sepi banget.

"Menurut lo, gue harus follow siapa lagi, Sean?"

Sean berpikir sejenak. "Akun receh?"

"Gue ga kaya lo apa-apa diketawain." balas Asaran.

Kali ini Sean mendengus. "Lagian lo punya sosmed ga di pake, anjir. Posting sesuatu apa gitu, nanti kan jadi banyak yang follow lo."

ANICELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang