Julian
Kamu jadi ke obgyn?Carlina
Engga mas
Tadi aku ngobrol dulu sama cucunya oma sariJulian
Siapa?Carlina
Yohan
TemenmuJulian
Ohh
Terus kamu sekarang di rumah?Carlina
Belum
Aku lagi belanja mingguan
Mas mau apa?Julian
Ga mau apa apa
Sayang
Jangan ke obgyn sendirian ya
Nanti mas temeninCarlina
Gak papa masJulian
Jangan gituCarlina
Aku memang gak mau ditemeninJulian
Loh kenapa?Carlina
Gak usah ngomongin ini lagi...
Aku udah di kasir
Aku mau bayar dulu***
Pernikahan kami tak membaik sama sekali.
Aku belum memasang KB karena masih kerap ragu dengan pilihan itu. Aku tak tahu KB mana yang tepat untukku. Berkonsultasi dengan obgyn saja akan membuatku takut dan memperparah kecemasanku.
Tak pasang KB pun tak masalah. Julian sudah tak menyentuhku selama 4 bulan. Selama pernikahan kami, hanya satu kali itu saja kami pernah berhubungan. Sisanya hanya ciuman dan pelukan biasa.
Sialnya, semakin banyak aku membaca tentang pernikahan di internet, semakin teracuni pikiranku dengan hal-hal buruk.
Skenario paling buruk adalah, Julian tak menyukai tubuhku dan merasa puas hanya dengan mengambil keperawananku saja.
Aku selalu mencoba menghindari pemikiran itu. Tapi untuk seseorang seperti Julian, sex bukanlah hal yang tabu dan baru. Ia bisa saja menggodaku semaunya. Aku bahkan ragu jika ia tak memiliki keinginan itu selama ini. Ke mana ia menyalurkannya? Ia bermain sendiri? Atau ada perempuan lain?
Sial, sial, sial.
Setelah kami menikah, Julian juga semakin sibuk dengan pekerjaannya. Ia seperti memiliki banyak waktu untukku sebelum kami menikah. Ia akan menjemputku tiba-tiba, mengikutiku ke perpustakaan, dan dapat bekerja di mana saja.
Akhir pekan kami hanya diisi dengan Julian yang pergi ke gym lalu bermain game atau menonton Netflix. Sangat banyak waktu untukku tersisa, tapi kami tak melakukan apapun. Hanya obrolan ringan tentang kondisi rumah.
"Mas Ian, sibuk kah?"
Aku menghampiri Julian yang sedang membuka laptopnya di perpustakaan. Ruangan ini lebih sering dipakai Julian untuk bekerja. Aku mengambil buku acak dari rak buku dan duduk di sofa sambil pura-pura membaca.
"Sedikit. Ada apa?" tanyanya tanpa memperhatikan wajahku.
"Aku jadi mau pasang KB hari ini atau besok. Aku tunggu kabar dari Dokter Anita dulu," ucapku, merujuk salah satu obgyn di RS Mayapada Bogor yang menjadi referensiku ketika pindah ke sini.
"Car, kita belum ngobrolin ini mateng-mateng," ucap Julian dan akhirnya meninggalkan pandangannya dari laptop itu untuk menatapku.
"Gak ada ruginya, Mas. Aku udah cari tahu. Aku akan pasang IUD. Bisa dilepas kapanpun dan gak akan ganggu hormonku." Aku pun akhirnya tak membaca buku yang kupegang terbalik ini.
"Kamu kenapa gak diskusiin hal ini ke Mas? Mas ini suami kamu." Julian terlihat kesal semakin aku menjelaskan tentang KB.
"Kita sudah diskusi, Mas. Kita akan nunda punya anak. Aku pakai KB untuk bantu Mas juga."
"Iya kita memang nunda, tapi gak perlu KB juga."
"Kenapa gak perlu? Mas bener-bener gak akan nyentuh aku sampai Mas mau?"
