Porsche 911 kami kembali menguasai jalanan. Kami pergi ke Jakarta sebagai sepasang suami istri dengan ikatan yang lebih kuat. Karena itu juga, kami sedikit menantang hubungan kami.
Julian mengajakku ke final pertandingan MPL, sebuah acara pertandingan Mobile Legends. ONYX, klub yang ia sponsori, akan bertanding di final kali ini.
Aku tahu kemungkinan Chloe akan ada di sana. Aku juga tahu kemungkinan orang-orang akan mengambil fotoku setelah beritaku hilang di Stasiun Bogor tersebar. Mereka mungkin akan berpikir aku sama gilanya dengan Chloe.
Kami sampai di Jakarta International Velodrome. Hampir saja kami terlambat menonton pertandingan ini. Dua kursi di bagian VIP telah disediakan untuk aku dan Julian. Sekilas aku melihat Vey duduk di barisan depan. Namun aku belum melihat Chloe.
Aku memakai masker untuk menutupi wajahku. Aku belum percaya diri untuk menunjukkan wajahku di keramaian, walau orang mungkin akan mengenalku karena Julian tak memakai masker.
Ia datang dengan percaya diri. Setiap berpapasan dengan orang yang ia kenal, ia selalu menyapa mereka dan bercakap singkat. Dan ternyata, kami berada di barisan tempat seluruh orang mengenal Julian.
"Woi, Bro! Apa kabar lu? Udah lama gak liat," ucap seseorang yang duduk di sebelah kiriku.
"Wah, pengantin baru." Seorang perempuan yang terlihat ramah menyapa kami juga. Aku hanya membalas dengan senyuman di mataku.
Pertandingan dimulai dan orang-orang mulai fokus pada layar di depan. Aku tak mengerti pertandingan ini sedikit pun. Semua orang sangat heboh dan berisik. Julian merangkul pundakku dan memastikan ia akan tetap bersamaku.
Di tengah pertandingan, aku melihat seorang perempuan tinggi semapai dengan rambut hitam legam lurusnya berdiri dari kursi depan. Ia berjalan dengan cantik dan anggun bak seorang dewi. Ia mengambil beberapa foto bersama tim PR. Ia juga membuat beberapa video di tengah acara itu.
Aku tak dapat berhenti menatapnya. Aura perempuan itu sangat kuat dan menarik perhatian. Barulah saat itu aku sadar, perempuan itu adalah Chloe.
Ia sangat berbeda dari bayanganku. Di dunia nyata, ia tak dapat tertandingi oleh siapapun. Bahkan dari sekumpulan perempuan cantik yang duduk di barisan brand ambassador, ia tetap yang paling cantik.
"Kita pulang kalau kamu gak nyaman."
Julian menangkap basah aku yang sedang mengagumi Chloe. Batas antara mengagumi dan jatuh ke lubang ketidakpercayadirian sangat tipis.
"Aku baik-baik aja, kok."
"Kalau ONYX menang, mereka pasti akan ngerayain di restoranku. Kita bisa pulang aja."
"Ini pekerjaanmu, Mas. Jangan sampe aku mengurangi profesionalisme kamu."
***
Sesuai dugaan, ONYX adalah pemenang MPL musim ini.
Seluruh tim berbondong-bondong pergi ke Joseon Galbi di Senopati. Aku dan Julian pergi terlebih dahulu karena Julian harus memastikan restorannya siap untuk makan malam para atlet yang kelelahan.
Restoran ini sudah menyiapkan setumpuk daging dan soju untuk mereka nikmati. Julian memberikan mereka kebebasan untuk memesan apapun, bahkan dari resto lain sekalipun. Julian hanya ingin para tamunya merasa nyaman.
"Selamat, ya!" Kalimat itu tiba-tiba terprogram di otakku begitu serombongan tim ONYX datang.
Kali ini, aku sudah menjadi istri dari tuan rumah.
"Hai! Carlina!" Vey menghampiriku begitu ia masuk ke restoran. Aku memeluknya dan ikut antusias.
"Hai! Masuk, masuk. Pasti udah pada laper, kan? Kamu mau makan apa? Nanti pesan aja. Kalau butuh yang lain bilang aku aja, ya," ucapku.