Ravi terbiasa begadang malam suntuk. Dia lebih sering menyibukkan diri di depan layar komputer untuk menonton detektif Conan atau bermain FF. Cocok kali Ravi bermain dengan coding untuk membuat aplikasi sederhana berbasis Android. Jika terlalu melelahkan, dia akan membuang itu draft aplikasi dan melanjutkan tontonan anime lagi.
Namun, lebih seringnya jika Ravi menjelajahi jalan raya dengan mobil putihnya. Melakukan aksi balap liar untuk membuang kekosongan waktu yang terlalu sunyi baginya.
Masalahnya pagi ini adalah waktu yang paling melelahkan bagi Ravi. Sebab, energinya terkuras habis-habisan gara-gara cewek paling udik dan aneh di sampingnya. Sepanjang perjalanan menuju asrama, Ratna sudah memompa kesabaran setipis tipu tiba-tiba lalu terbakar api. Berjam-jam lamanya mereka bertengkar perkara alur sinopsis. Baik dari penokohan, jalan cerita sampai ending sudah disusun oleh Ravi kerap dibantah oleh Ratna.
Keras, tegas, logis, kadang imajinatif.
Ratna memang kotak Pandora yang seharusnya tidak boleh dibuka. Sekarang ia meledak kemauannya dalam menyusun sinopsis mengenai tentang seorang mafia narkoba buangan yang tobat di sebuah sekte kajian agama, ternyata diusut tuntas adalah intelejen nasional.
Joy dan Elang sudah meninggalkan kamar. Mereka akan kembali pada jam 7.20. sementara itu Ratna bersikeras untuk menyelesaikan file ppt.
"Kamu ngapain nggak balik?" tanya Ratna. Kali ini beralih menatap seraut wajah kuyu Ravi.
Bukannya mengemas barang pribadinya, Ravi malah meratakan kepalanya ke bantal yang masih baru. Dia semakin nyaman bisa rebahan menghadap langit kamar. Ratna melotot tidak senang. Dia tidak rela lahir batin jika bantalnya diperawani Ravi, terlebih lagi kalau bau kepala Ravi menempel di bantal.
"Singkirkan kepala sosiopat kamu dari bantalku. Turun dari kasur sekarang!"
Ratna menarik paksa kedua tangan Ravi, memintanya segera bangkit. Kenyataannya, Ravi telah menempel erat dengan kasur empuk dan hangat. Dia sangat lelah, butuh tidur dan kalau bisa mendengkur keras. Kelopak matanya memejam rapat, tidak mau terjaga lebih lama lagi.
Energinya menjadi nol gara-gara ketempelan ranjang.
"Pinjem sebentar, Rat." Ravi bergumam. Mode dinginnya menguap tertekan kantuknya.
Ratna mengernyit semakin kesal. Dia juga capek, pengen tidur, tetapi kalau ada laki-laki asing tidur di kasurnya. Jelas dia tidak akan terima.
Padahal tinggal sejengkal dari pintu kamarnya, ada banyak kamar kosong yang disediakan untuk trainee pria.
Berada di asrama bukan berarti bisa bebas. Kamar laki-laki dan perempuan jelas dipisah, masinh-masing saling berhadapan sederet lurus. Ada cctv juga di bagian lorong pemisah.
"Bangun. Pindah ke kamar kamu sendiri sana!"
Hal tidak terduga telah terjadi. Semakin Ratna menarik tubuh Ravi, pemuda itu semakin berat saja bobotnya. Ratna mengerahkan segala daya upaya agar Ravi bisa duduk. Kenyataannya kalah berat, membuat Ratna kesandung kakinya sendiri dan jatuh menindih Ravi.
"Aaaaak!" Ratna menjerit panik. Mulutnya nyaris membentur bibir Ravi. Kalau gigi mereka bertubrukan, sudahlah. Membayangkan makan sambil meringis gara-gara luka terlalu menakutkan.
Akan tetapi, Ravi benar-benar tidur pulas. Tidak menyadari gangguan apapun. Tidak terpengaruh dengan Ratna yang menjauhkan diri sambil menahan malu.
Ratna tidak bisa fokus sesudahnya. Ppt yang dirancang semakin ala kadar, seiring waktu yang mepet.
"Buset, telat nih yang mau ke kantor." Ratna menyadari waktu dari sudut kanan bawah layar laptopnya. Dia segera mengambil sikat gigi baru dan odol aroma siwak. Giginya digosok super kilat sampai muncul sensasi perih. Dia mandi bebek alias menyiram air, tanpa sempat gosok sabun. Pasalnya sabunnya lupa beli waktu semalam belanja odol dan sikat. Tidak ada handuk, maka dari itulah Ratna memakai pakaian semalam.
Begitu masuk kamarnya lagi, Ravi masih terkapar nyenyak. Dengkuran halus menjadi simfoni megah dalam bawah sadarnya, tetapi Ratna tidak mengizinkan simfoni terus berlanjut.
"Buak!"
Suara bantal dari kasur lain dihantam ke muka Ravi. Ratna adalah dalang pengacau simfoni itu.
"BANGUN!" desak Ratna. Trauma bakalan menindih Ravi dan terjadi kecelakaan yang berdarah-darah, Ratna menarik bahu Ravi. Dia duduk dengan linglung dan mengerjapkan mata.
"Gempa, ya?"
"Gempa kepalamu. Kita harus presentasi lima menit lagi. Cepetan panasin mobilmu!"
Ratna melempar kunci mobil Ravi. Kemampuan visual dan refleks Ravi bagus. Dia menangkap benda itu sebelum mendarat di pelipisnya.
"Jam berapa ini?"
"Tujuh sepuluh menit."
"Masih 20 menit lagi."
"Nggak bisa. Kita sudah janjian sama Joy dan Elang di tempat. lebih baik datang mempersiapkan presentasi dengan baik daripada telat malah mengacau."
Ratna menjejalkan disk lepas ke dalam saku luar tootebag.
"Gue mandi dulu."
"Nggak ada waktu. Aku nggak punya sabun, sampo, dan sikat gigi baru. Kalo mau sikatan, pake jarimu sendiri. Aku cuma bisa ngasih odol aja."
"Pelit banget!"
"Bukan pelit, tapi irit." Ratna berkilah. "Cepetan. Waktumu dua menit buat ke kamar mandi!"
"Rat." Ravi kehilangan kata. Dia ditarik paksa oleh Ratna untuk keluar dari kamar mandi. Setelah memastikan tidak ada siapapun yang memergoki Ravi keluar dari kamar perempuan, sepertinya dia lupa kalau ada pantauan cctv yang merekam. Ratna menunggu di depan. Tidak lupa, semua barang Ravi dibawa Ratna, sehingga saat keluar sudah siap semua. Adapun kamar Ratna telah dikunci beberapa detik lalu.
"Mending gue balik dan mandi deh daripada berpenampilan ancur-ancuran. Seharusnya lo bangunin gue biar pulang dulu," tegur Ravi semakin tidak terima.
"Apa katamu? Eh, kamu mendengkur kayak gergaji listrik memotong seratus batang pohon duren, tau! Berisik sampe aku nggak bisa mikir bikin slide," bantah Ratna seraya berkacak pinggang. "Lagian kan, aku udah bilang mending kamu keluar dari kamar aku tadi. Ketiduran kan, jadinya," imbuh Ratna semakin dongkol.
"Udahlah. Kalo kamu dipecat dari training perusahaan karena nggak becus. Gapapa. Bukan masalah aku. Terus, aku rugi banget nget nget udah nungguin orang boker di kamar mandi!"
Ratna mengeluarkan dompet, jaket, sepasang earphone dan kunci mobil Ravi ke tangan pemuda itu. Lantas Ratna berlari keluar dari lorong asrama.
Jarak asrama dengan kantor BR lumayan dekat. Namun, anehnya saat semakin buru-buru, kantor menjadi semakin jauh. Seluruh otot kaki Ratna menjerit penuh kepiluan. Sakit menyengat dipaksa lari sekencang-kencangnya.
Napasnya tidak beraturan demi tiba di kantor tepat waktu. Ratna bersyukur kala gedung tinggi yang familiar tampak dalam pandangannya. Dia menambahkan akselerasi pada kedua kakinya. Lupakan bahwa perutnya kosong melompong, disebabkan oleh semalam yang mabuk darat, serta melewatkan sarapannya setiap jam enam pagi tepat waktu. Kenyataannya, dia ambruk di depan pintu lift kantor. Kehabisan tenaga dan kini terseok-seok menuju lantai lima.
"Kok sepi?" tanya Ratna seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling.
Lantai lima masih tenang. Ratna memasuki auditorium. Di sana terdapat mimbar khusus di pojok. Dia mencolokkan disk lepas ke laptop perusahaan Yang sengaja diletakkan di sana. Lalu slide presentasinya terpampang di tembok.
Ratna duduk di sana. Menunggu ketiga rekannya yang tidak kunjung datang. Cewek itu merasakan ponselnya berdering. Sebuah notifikasi menarik atensi Ratna saat ponselnya dibuka.
'Presentasi kelompok ditunda besok. Silakan datang ke asrama untuk registrasi ulang hari ini. Masa pengenalan peserta training akan dilaksanakan di asrama.'
Ratna mendelik pilu. Ibarat kata, sudah jatuh tertimpa tangga pula.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
General Fiction"Cowok prik!" ini yang dikatakan Joy saat pertama kali bertemu Elang. Siapa sangka akhirnya mereka malah terlibat asmara yang membingungkan. Di satu sisi, Joy belum ingin punya pacar lagi. Di sisi lain, Elang mengharap gadis itu memberikan status je...