Ratna terburu-buru melangkah menaiki anak tangga. Bibirnya cemberut, kesal habis didorong sampai jatuh oleh Ravi. Namun, baru beberapa langkah roknya kembali menimbulkan masalah. Sendal jepitnya menginjak bagian bawah rok. Otomatis membuat tubuh si empu terjungkal dan ambruk ke lantai. Semua orang menoleh seketika saat mendengar suara gedebuk yang amat jelas. Para penghuni asrama yang sedang nobar langsung fokus pada Ratna yang mengaduh kesakitan. Bukannya ditolong, mereka malah menertawakan kemalangan gadis itu."Ya Ampun, Rat, lo kalo mau salto jangan di tangga dong. Di jalan tol sana sekalian," ejek salah seorang berpiyama abu muda.
"Tau nih, jungkir balik kok di tangga."
"Makanya, udah tau rok kepanjangan masih juga dipake. Udik banget asli deh!"
"Norak!"
"Hus, kasian tau! Ada yang mau bantuin?"
Semua serentak menjawab TIDAK. Ratna memberengut muka, ia berusaha bangkut berdiri dan susah payah mengusap punggung yang linu terbentur lantai. Satu tangan sibuk menyingsingkan rok. Benar-benar sumber masalah Ratna malam ini adalah rok hitam yang ukurannya memang agak kelebihan. Ratna enggan memotong bagian bawah, berharap ia bisa tumbuh tinggi lagi dan tidak perlu beli rok panjang lagi. Pemikiran yang teramat sangat dipaksakan sekali. Padahal, sebagian besar pakaiannya hasil lengseran dari sepupu atau tetangga yang sudah tak dipakai lagi. Wajar kalau ukurannya sering berbeda-beda di saat dipakai di badannya.
"Ada apaan?" Joy baru keluar dari kamar mandi. Segera turun tangga dan menatap sekeliling dengan heran. Ia sempat heran mendengar gemuruh tawa dari lantai bawah.
"Tuh, temen lo habis jumpalitan jatuh dari tangga!" seru Erika. "Punya temen cupu kayak gitu, harusnya diperhatiin dong. Rok kedodoran masih dipake mulu. Mana rambutnya acak-acakan banget kayak gembel pinggir jalan! Bikin ilfil banget. Duh, nggak tau malu pula!" Mulut lamisnya benar-benar minta disumpal dengan sekantung plastik cabe rawit. Supaya tidak mengoceh seenak jidat lagi.
Tanpa peduli ocehan yang lain, Joy hanya menghela napas pendek. "Ada yang luka, Rat?" tanya Joy sambil menghampiri temannya.
Ratna menggeleng lesu. Rasanya hatinya mati rasa. Mendengar cecaran maupun hinaan macam ini ibarat makanan sehari-hari dulu. Dan sekarang terulang kembali. Ratna sudah tidak kaget lagi, walau kadang hatinya nyeri sendiri.
***
Keesokannya, setelah usai dengan semua rutinitas pagi, Joy mengajak Ratna ke suatu tempat. Mumpung hari libur, sekalian jalan-jalan dan refreshing.
"Kita mau ke mana sih, Joy?"
"Udah diem. Ikut aja. Jangan banyak protes!"
"Ye, aku harus tau tujuan jelas kita. Menghindari penculikan atau penjualan manusia."
"Maksud lo?" Joy melirik sekilas, sementara Ratna hanya meringis sambil membenarkan tas selempang merah marun yang warnanya semakin pudar.
Tiba di tujuan, Ratna menarik lengan Joy dan meminta kawannya berhenti.
"Kenapa lagi sih, Rat?!"
"Kamu ngapain ajak aku ke sini? Dilihat dari bentuk bangunannya, kayaknya butik mahal."
"Ya, terus?"
"Ya terus ya terus. Aduh, Joy, terakhir kali kita belanja inget, nggak? Kamu bilang banyak diskonan, nggak taunya tetep aja mahal. Apaan kemeja harga empat ratus sekian. Celana harga lima ratus sekian. Kamu mau ngerampok aku lagi? Mana aku belum mulai nyicil buat ganti uangmu!"
"Rat, itu termasuk murah tau. Lagian lo diajakin belanja malah sibuk teleponan. Ya, salah sendiri nggak perhatiin harga."
"Ish kebangetan jadi temen kamu. Udah tau budget-ku minim alias pas-pasan banget. Harusnya ngajak tuh ke pasar malem kek, pasar pagi kek, distro pinggir jalan kek. Udah paling mentereng kupake itu." Ratna protes sambil mengeluhkan uneg-unegnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
Ficción General"Cowok prik!" ini yang dikatakan Joy saat pertama kali bertemu Elang. Siapa sangka akhirnya mereka malah terlibat asmara yang membingungkan. Di satu sisi, Joy belum ingin punya pacar lagi. Di sisi lain, Elang mengharap gadis itu memberikan status je...