Joy terkesiap. Dia tidak pernah tahu bahwa perjalanan untuk menjebak Ratna dan Ravi agar membangun kemistri, juga membangunkan interaksinya dengan Elang. Joy dan Elang, yang berupaya kerja di balik layar, malah terlibat obrolan mendalam. Khususnya semenjak ucapan nenek Elang terus terngiang-ngiang di kepalanya.
Elang memang memesona dengan caranya sendiri. Cita-citanya patut diapresiasi. Cowok itu ingin membuktikan pada dunia kalau dia bisa melampaui apa yang tidak dibayangkan oleh orang-orang terdekatnya. Khususnya ada bajingan yang tega membuang dan menghancurkan sebuah keluarga. Karenanya, Elang ingin sekali saja, menyenangkan neneknya. Satu-satunya keluarga yang masih hidup dan tinggal jauh dari Elang.
Wanita renta itu ingin tidak membebani cucunya dengan keluhan tentang punggung sakit, kaki gemetar, tekanan darah yang naik turun, serta kesepian dan kerinduan menghunjam kala ingat putrinya yang mati menyedihkan.
Tidak punya tujuan selain menunggu orang selesai makan, Elang memutuskan untuk mengunjungi nenek. Untung Joy kooperatif. Sekarang, dia benar-benar berterima kasih pada Joy.
"Kenapa lo mau peluk gue?" tanya Joy sengaja melipat kedua tangan di dada.
"Karena.... Kangen gue sama nenek belum penuh.
"Okay." Joy merentangkan kedua tangannya ke arah Elang.
Cowok itu menghirup aroma manis dari Joy. Dia membenamkan semua perasaan sentimental yang belum pupus dari panti jompo. Boleh saja dia bersenang-senang dan menghibur banyak lansia di sana. Kenyataannya dia tidak cukup menghabiskan waktu dengan nenek. Ada banyak yang ingin dibahas, tetapi Elang takut pertanyaan-pertanyaan tentang ayahnya hanya akan menyiksa nenek semakin mendalam.
"Makasih banyak, Joy." Akhirnya Elang melepaskan diri.
Joy memang rekan yang baik. Dia menyesal telah menyebabkan Joy banyak marah-marah di awal pertemuan mereka. Cewek itu sedang patah hati, semestinya dihibur. Bukan ditinggalin begitu saja karena nyaris jadi korban tabrak motor dari ulah Elang.
Kini Elang yang dihibur oleh Joy lewat pelukan hangatnya.
Andai pelukannya bisa lebih lama lagi, Elang tidak tahu apa yang akan dilakukan mumpung mobil dalam kondisi terkunci, gerimis mulai turun, serta hanya ada momen yang mendukung.
Dia terkesiap dengan selintas pikiran yang kotor.
Dengan segera Elang menatap ke depan, merapikan ceceran pikiran yang kacau gara-gara neneknya.
Sekarang tugasnya adalah menyiapkan alasan kenapa mereka tidak bergabung untuk makan bareng.
"Apa sekalian aja ya kita tinggalin mereka di restoran. Kita langsung balik ke mess?" usul Joy.
Hebat, bahkan mereka sepemikiran.
Membayangkan dua raut wajah cemberut Ravi dan Ratna itu terlalu mencekam.
Ratna yang rentan meledak seperti Gunung Semeru serta Ravi yang seperti Palung Weber. Emosi mereka tidak bisa dikira-kira.
"Ide bagus!" Elang tersenyum dan mengajak tos kepada Joy.
***
Muka Ravi semakin merah. Jelas-jelas bahwa dia merasa dipermainkan oleh Elang. Niat mencari makan bakso mercon itu ambyar tanpa bekas karena mereka terjebak di lokasi reservasi Joy. Dalam kondisi paling konyol. Momen romantis yang merusak harga diri. Elang telah melakukan kesalahan luar biasa. Tidak kunjung kembali sampai kedua temannya nyaris muntah kekenyangan.
"Nggak diangkat?" tanya Ratna harap-harap cemas.
"Kagak. Barusan baca pesan masuk, bengkel gitulah."
"Bengkel apanya?"
"Mana gue tahu, Rat."
"Telepon Joy, coba," desak Ratna semakin gigih.
Sudah tiga jam mereka terjebak di ruangan yang didominasi pasangan. Sudah dua putaran ekonomi terjadi dengan pergantian meja yang sama. Hanya ada Ratna dan Ravi yang bertahan di tengah aula, menunggu mereka datang.
"Nggak punya nomornya. Lo aja yang telepon."
"Aku gak bawa HP." Bahu Ratna merosot. Bukan salahnya kalau baterai ponselnya masih dicharger. Dia tidak akan melepaskan kabel charger sampai angka baterai full 100%. Kalau masih kurang, dia akan gugup bukan main. Seolah nyawanya berkurang cepat.
Kini bepergian jauh, tanpa bawa HP lagi. Tingkat kegugupannya meroket ke angka 1000%.
"Nggak bisa telepon lagi. Batere abis." Tepat saat itulah, layar ponsel Ravi langsung menghitam.
"Numpang charger aja. Siapa tahu ada karyawan yang punya kabel cas-casan," cetus Ratna sambil lalu.
"Lo pikir dengan gue titipin ponsel gue, ponsel gue bakalan aman gitu?" sambar Ravi semakin keberatan.
"Ya makanya tungguin. Terus telepon Elang sampai diangkat. Kamu harus tahu kabar Elang karena mobil kamu dibawa sama dia."
"Nggak bisa."
"Dih, kamu posesif sama HP. Mobil yang kamu bangga-banggain itu kalo dibawa orang lain, kok nggak ada takutnya? Mobilmu lebih mahal kali sama Hp!" sembur Ratna semakin keki.
"Gue kenal Elang itu kayak gimana. Dia gak akan bawa kabur mobil gue."
"Tapi kamu ditipu sama dia juga mau. Kepaksa kan, makan sama aku. Apa namanya kalo nggak ditipu? Seyakin apa kamu sama Elang?"
Sindiran Ratna terus menghujam bertubi-tubi. Ravi mendengkus tidak terima. Elang itu anaknya jujur, meski kadang-kadang mengajaknya keluyuran untuk refreshing. Elang yang mengenalkan dunia balapan, sehingga Ravi kalo stres berat, setuju-setuju saja diajakin pergi.
"Kamu tadi bilang bengkel, ya. Yang kirim siapa emang?" tanya Ratna terus mengulik saking penasaran.
"Elang lah."
"Oh.... Maksudnya mobil mewah kamu bermasalah kali. Makanya masuk bengkel. HM... Sekalian aja ya tadi aku muntah sekalian di sana."
"Apa lo bilang?"
"Mobil kamu.... Bermasalah. Ya udahlah. Kita balik aja ke asrama. Naik angkot keburu malem."
"Ngapain naik angkot?" Alis Ravi ingin naik sampai ke garis dahi saking herannya.
Di zaman secanggih ini, dengan adanya taksi panggilan, semestinya dia bisa pergi ke mana saja tanpa kesulitan. Tapi Ratna benar. Dia tidak bisa melakukan apa-apa kalau baterai HP mati total.
"Soalnya irit daripada naik taksi."
"Gue punya duit."
"Aku yang enggak punya." Ratna menyengir. Tanpa sungkan mengeluarkan isi kantong sakunya yang kosong melompong, sehingga bagian dalam saku keluar semua.
Kontan Ravi memasukkan kembali kantong celana Ratna sebelum dilihat orang lain.
Di tempat yang terlalu prestisius, Ratna malah bertingkah norak.
Ravi bersumpah, dia tidak akan menikahi cewek antah berantah satu ini. Terlalu apa adanya dan tidak punya gengsi.
"Gue bayarin. Cepetan berdiri. Kita balik sekarang."
"Lettugo!" seru Ratna semakin bersemangat. Dia meneguk lelehan es batu yang tadinya adalah ice lemon tea.
Ravi mendahului Ratna pergi. Tidak tahan dengan tatapan para pelayan yang sedari tadi mengawasi meja mereka, khususnya karena Ravi terus mengkritik cara makan Ratna yang berisik. Bukannya kicep, Ratna malah mencari gara-gara. Larangan Ravi adalah aturan yang harus dilanggar. Cewek itu makan dengan mode warteg. Satu kaki ditekuk di atas kursi. Dia makan lebih brutal demi meledek Ravi.
Demi apapun, naik angkot itu tidak pernah dibayangkan oleh Ravi. Dia terlalu capek bolak-balik naik turun oper angkot yang beda rute. Hingga pada akhirnya, angkot yang membawa mereka menurunkan mereka di tepi jalan begitu saja gara-gara mogok.
Ravi hilang kesabaran. Dia menarik lengan Ratna. Menjauh dari angkot yang knalpotnya berdengung dan asap tebal nan hitam membumbung tinggi.
"Seharusnya kita naik taksi aja dari tadi," ujar Ravi. Benar-benar lupa bahwa aslinya dia alergi menyentuh Ratna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
Ficción General"Cowok prik!" ini yang dikatakan Joy saat pertama kali bertemu Elang. Siapa sangka akhirnya mereka malah terlibat asmara yang membingungkan. Di satu sisi, Joy belum ingin punya pacar lagi. Di sisi lain, Elang mengharap gadis itu memberikan status je...