"Pake tuh! Awas aja sampe mobil gue bau muntahan lo lagi!" Ravi melempar minyak angin roll on ke kursi belakang.Ratna mengaduh pilu karena benda itu meleset mengenai keningnya. Kalau saja ia tidak sedang mual parah, mungkin sudah mengata-ngatai Ravi dengan berbagai kata sumpah serapah.
Ravi beruntung kali ini Ratna berhasil menghalau rasa mualnya. Setidaknya, mobil kesayangan Ravi aman dari bencana muntahan gadis itu lagi.
Mereka berempat tiba di resto yang dituju. Ratna segera turun lebih dulu, bergegas cepat untuk menghirup udara yang lebih bisa diterima oleh hidungnya. Maklum saja, ia kurang terbiasa berpergian dengan kendaraan roda empat. Ditambah trauma dengan kejadian balapan tempo lalu, yang nyaris merenggut nyawanya. Mengingat saja bikin kepala pusing. Ravi menyusul kemudian.
"Kalian cari tempat dulu, ya. Gue temenin Elang nyari parkiran dulu bentar!" seru Joy sambil pindah posisi duduk ke depan.
"Eh? Aku nggak mau ditinggalin berdua aja sama dia!" Ratna memekik protes.
"Yaelah, Rat, cuma bentaran. Tenang aja, Ravi nggak akan ngegigit lo kali," kata Elang. "Yang akur ya kalian!"
Tak peduli dengan percekcokan mereka, Ravi memilih berjalan masuk ke resto untuk cari tempat paling nyaman. Mau tak mau Ratna ikut mengekori setelah mobil yang dikendarai Elang berlalu.
Salah seorang pelayan menyapa ramah. "Selamat siang, apa Kakak sudah reservasi sebelumnya?"
"Atas nama Joy," timpal Ratna di belakang Ravi. Tadi ia sempat diberitahu Joy.
"Terus, ngapain kita disuruh nyari tempat kalo dia udah reservasi?" Ravi heran. Ratna hanya mengangkat bahu tak tahu.
"Baik, atas nama Kak Joy, ya. Kami cek sebentar, ya, Kak."
Setelah memastikan nama dan catatan khusus yang diminta Joy, pelayan tersebut mempersilahkan Ratna dan Ravi masuk serta mengantar mereka ke kursi yang dipesan Joy sebelumnya. "Mari, Kak. Kami antar ke meja Anda."
Suasananya benar-benar asri dan sejuk. Ada pagar hitam pembatas di sepanjang bagian luar. Meja kursi tertata rapi. Di sekeliling beberapa kursi sudah terisi pasangan muda-mudi dimabuk asmara. Ada yang saling berpegangan tangan di atas meja, saling menyuapi makanan, selfie berdua, dan kegiatan romantis lainnya. Ratna agak bingung memperhatikan tingkah mereka semua. Tapi, ia juga sedikit iri. Perempuan mana yang tidak berharap diperlakukan manis dan manja oleh pasangan? Pikirannya jadi melantur ke mana-mana.
"Kenapa cuma dua kursi?" tanya Ravi pada pelayan berbaju hitam.
"Sesuai dengan permintaan Kak Joy sebelumnya. Kebetulan, area balkon memang dikhususkan untuk pasangan kekasih atau suami istri."
Ada yang terasa gatal di telinga Ratna, ketika mendengar penjelasan dari sang pelayan ramah. Ia menggaruk telinga beberapa kali, barangkali pendengarannya sedang kurang baik.
"Bisa tolong dicek ulang?" Ravi tak habis pikir dengan apa yang baru saja dikatakan oleh pelayan. "Kami bukan pasangan kekasih apalagi suami istri," tandasnya sembari melirik sosok di sebelahnya.
Ratna berdecak sinis. "Idih, siapa juga yang mau jadi pacar atau istrimu? Bahkan kalo pun cowok cuma sisa satu di dunia, aku lebih milih jomblo seumur hidup!" balasnya tak mau kalah.
"Maaf, Kak, untuk hari ini semua kursi sudah dipesan. Kalo pun mau dibatalkan, biaya penggantinya tiga kali lipat. Apa tidak sayang? Semua menu dan reservasi juga sudah dibayar lunas oleh Kak Joy," ujar pelayan.
"Aduh! Joy ngapain sih buang-buang uang buat beginian?" Ratna mendumel.
"Oke, dibatalin aja. Biar gue ganti tiga kali lipat." Ravi tak peduli. Toh, ia juga tak selera makan di sini bersama Ratna.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
Fiksi Umum"Cowok prik!" ini yang dikatakan Joy saat pertama kali bertemu Elang. Siapa sangka akhirnya mereka malah terlibat asmara yang membingungkan. Di satu sisi, Joy belum ingin punya pacar lagi. Di sisi lain, Elang mengharap gadis itu memberikan status je...