[35] RAVI GALAU

3 2 0
                                    

Ravi cuma menyeringai. Diam-diam mengamini agar Ratna mau. Namun, tidak disangka kalau ucapan menusuk terlontar dari Ratna.

"Mau aja sih. Asal sifatnya nggak kayak Ravi. Sok banget."

"Emang gue kenapa?" Ravi tidak terima.

"Sok kaya, sok cakep, sok jago, sok pinter. Elang nih, tajir, tapi enggak pamer."

Ravi semakin bete. Andai dia buka kartu kalau ini rumahnya. Bahwa dia yang bakal mewarisi aset keluarga yang tidak ternilai harganya dan harus saingan dengan Rani, sang kakak. Maka sampai tujuh turunan juga uangnya tidak akan habis.

Hela napas yang singkat itu menjadi bukti kesabaran. Ravi sendiri yang memilih ingin menutupi jati dirinya sebagai keturunan konglomerat. Harus konsisten agar tidak ada wanita-wanita busuk yang mendekat semata uang. Dia ingin mencari yang tulus. Kedengaran klise, tapi itulah adanya. Ravi benci sosok munafik.

Tidak enak dengan pemilik aslinya, Elang hanya berdehem. Niatnya ingin kumpul rame-rame sambil melihat film yang seru, seraya membedah adegan demi adegan film horor yang lagi booming. Harus direalisasikan mumpung kumpul bersama.

"Gue laper. Kalian mau makan apa? Biar Mbak Yanti masakin."

"Tuh, kan kumat soknya. Yang punya dapur Elang, yang merasa paling punya malah Ravi," tuding Ratna ingin menjelekkan Ravi di depan Joy.

"Gue...." Ravi menelan ucapan yang belum terselesaikan itu. Dia lebih baik menyingkir dari hadapan Ratna. Daripada penyamarannya terbongkar, lebih baik Ravi diam.

Ravi mengobrak-abrik kotaknya. Di kulkas memang ada banyak makanan segar. Setiap tiga hari sekali diganti yang baru, padahal kondisinya baik-baik saja. Biasanya para pelayan yang memanfaatkan makanan segar dan sisa untuk dikonsumsi dalam bentuk lain. Seperti daun bawang yang mulai keriput, pasti diolah lagi. Beda dengan Nyonya Rumah. Harus selalu baru dan pantang ada makanan berusia 7 hari masuk kulkas.

Ravi mengambil bolu dan mengiris besar-besar. Dia melahap bulat irisan bolu. Menelan kedongkolan karena disepelekan oleh Ratna.

Saudara angkatnya menyusul tidak lama kemudian. Ravi langsung memamerkan seraut wajah kusut ke Elang.

"Ngapain lo bawa-bawa mereka ke rumah, El?" tuntut Ravi semakin kecewa.

"Sori. Gue lupa."

"Lo boleh-boleh aja bawa cewek manapun ke rumah, tapi jangan Ratna. Gue nggak mau dia kayak yang lain. Deketin gue karena duit."

Wajah itu semakin getir. Keresahan Ravi semakin dalam seiring penolakan Ratna yang beruntun. Mau sekaya apa dirinya karena warisan orang tua, Ratna tidak Sudi bersama Ravi. Segala kodenya pun tidak pernah sampai pada Ratna.

"Hah, sejak kapan lo khawatir Ratna bakalan jauhin lo? Lo suka dia, Rav?"

Berita baru. Sudut bibir Elang terangkat. Kabar ini harus disampaikan ke Joy. Keduanya bakalan gencar support Ravi kalau beneran niat jadiin Ratna pasangan. Bakalan asik bisa kencan rame-rame.

"Mulai kapan?

"Pas sebelum lampu di asrama mati. Kontak fisik sama dia bikin gue kepikiran."

"Gila lo, Rav. Perkembangan bagus. Ini Lo, kan? Ravi yang alergi cewek, yang ansos akut? Fall in love with one woman, udah nyatain apa aja lo buat dia?"

"Banyak dan gue gak mau inget lagi abis ngomong apaan."

"Mending lo jangan agresif buat cium dia, Rav. Ratna bakalan ilfil sama lo."

Saran yang jitu, tetapi tidak berguna. Ravi sudah mencium Ratna dan dapat feedback yang ambigu. Ratna memang membingungkan. Kadang iya-iya saja, tapi lebih seringnya tidak memberi lampu hijau untuk penyusup macam Ravi.

Seketika muka Ravi semakin butek seperti air lumpur diterpa hujan deras.

"Gue belum pernah ngajak makan Ratna dengan benar. Cara ngajak dia gimana?"

Ravi semakin salah langkah. Dia sempat mengajak Ratna beli bubur, tetapi kan versi sepihak. Ravi yang main gas saja. Tanpa tahu Ratna benar-benar mau makan berdua atau tidak.

"Tinggal ngomong aja, 'kuy beli bakso,' kek biasanya." Elang semakin keheranan. Punya sahabat yang mati kutu gini amat, batinnya cekikikan.

"Nggak bisa ngajak. Gue udah bilang cari makanan di kulkas. Ya masa habis ini ngajakin Ratna makan?"

"Rav, jadi laki jangan polos dong. Dioplos dikit elah." Elang semakin geregetan. Pantas saja dia setuju dengan mamanya Ravi untuk mencarikan jodoh selama training. Firasat tidak pernah salah. Pasti ada satu wanita yang bisa memancing hati Ravi.

"Gue sama dong bakalan support lo sampai jadian sama Ratna, tapi urusan hati, cuma Tuhan yang menentukan. Ratna cuma mengikuti takdirnya. Jangan jadi orang yang salah, apalagi lewat jalan salah buat Ratna."

"Lama-lama lo mirip Mama, banyak ceramah."

"Harus dong, Brother. Gue kan anak Nyonya Raya. Apalagi rumah ini harus punya nyonya muda yang baru."

"Doain aja."

Ravi semakin menggebu-gebu kena dukungan Elang. Dia tidak bisa makan gengsi seperti biasanya. Apalagi ikan berjenis paus yang saat ini dipancing terlalu sulit. Senarnya rentan putus kalau Ravi menariknya terlalu keras.

Saat kembali, Ravi cuma membawa satu mangkuk berisi sereal. Niatnya diberikan untuk Ratna. Malang sekali, hanya ada dua kepala di dalam ruang serba gelap.

"Ratna mana?" tanya Ravi semakin penasaran.

"Balik duluan. Nggak enak pinjem skuternya Satpam." Joy mengambil popcorn. Suara renyah dari giginya menandakan popcorn hari ini enak sekali.

"Gue balik duluan," tukas Ravi segera menyambar jaket, kunci mobil dan topi kupluknya. Dia nyaris menabrak Rani yang baru masuk rumah. Rupanya liburan ke Balinya telah usai.

"Hei, Little Bro," sapa Rani langsung mencekal lengan Ravi.

"Minggir, lo!" semprot Ravi tidak ingin kehilangan jejak Ratna.

Naik skuter matic itu rentan sekali. Ravi ingin memberi tumpangan agar Ratna sampai ke rumah asrama lebih cepat. Apalagi langit terlalu mendung. Ratna bisa kehujanan tanpa mantel nanti.

"Galak sekali." Rani balas sewot. "Nggak kangen sama gue?"

"Nggak."

"Eh, tadi ada cewek aneh keluar dari garasi. Ngamuk-ngamuk sendiri katanya salah alamat,"

"Oh ya?"

"Hooh. Lain kali kunci gerbang dengan benar. Takutnya kita kebobolan."

"Gue udah kebobolan," sahut Ravi sekenanya.

"Maksud lo, lo udah bikin anak orang hamidun?" Rani terperangah.

"Hati gue kebobolan."

"Who, who, who? Kayak apa rupanya? Demen outfit Prada, LV, Gucci, Channel atau...."

"Nggak satu pun merek itu yang bisa membuatnya bersinar. Dia udah punya pesona sendiri, bahkan walau cuma pakai sandal jepit swallow!" sambar Ravi semakin klepek-klepek membicarakan seseorang. Dia sadar terlalu banyak memberi informasi ke semua orang.

Efek diculik membuat Ravi sadar, tidak boleh buang-buang waktu agar kesempatan tidak hanyut begitu saja.

"Ow yaaaaa. Kepo ih. Bagi akun Stargam-nya. Gue pengen kenal!"

"Nggak!"

Ravi yakin Ratna tidak jauh dari rumah. Dia bergegas menyalakan mobil. Mengabaikan kakaknya dan lupa akan dendam kesumatnya untuk melipat Rani jadi empat bagian. Gara-gara laptopnya dibawa tanpa izin, Ravi harus rela tidak melihat Detective Conan untuk yang ke-35 kalinya.

Pokoknya, Ravi harus mengajak Ratna makan bersama malam ini.

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang