[26] CEMBURU, TANDA?

0 0 0
                                    




Pintu ruangan terbuka, membuyarkan keterkejutan jiwa Ratna atas sikap Ravi yang mendadak naik satu tingkat ke level perhatian. Padahal sebelumnya, jelas-jelas Ratna sendiri yang mengurangi dan menilai karakter pria itu dengan minus sekian. Ratna merinding merasakan dadanya berdebar hebat. Seperti baru saja menghindar dari kencangnya angin tornado, yang memicu rasa kewaspadaan.

Elang mempersilakan seseorang masuk dan duduk. Ratna dan Ravi berdiri sebentar untuk bersalaman sekaligus kenalan. Seharusnya Sifa Riani yang menjadi pemeran utama perempuan. Sayang, gadis itu terpaksa menolak karena jadwalnya yang masih padat merayap. Meskipun Joy sudah minta tolong agar Kenan turun tangan, tetap saja jadwal sang artis tidak bisa lagi diganggu gugat. Untung saja Elang punya inisiatif menghubungi temannya yang merupakan model. Parasnya ayu dan kulitnya terbilang eksotis, khas warna kulit penduduk negeri ini. Senyumnya juga menawan. Sekali lihat, Ravi dan Ratna langsung mengakui kejelian Elang dalam memilih artis. Sisanya, tinggal berharap gadis itu bisa diajak kompromi dan profesionalitas dalam bekerja.

"Kenalin, Luna Belinda. Temen gue pas kuliah. Mungkin kalian masih agak asing sama dia. Tapi, sepak terjangnya nggak perlu diragukan lagi. Beberapa kali jadi bintang video klip dan bintang iklan." Elang sedikit menjelaskan.

Mereka berbincang beberapa saat. Ravi dan Ratna kembali fokus mendiskusikan tempat-tempat yang akan dijadikan latar cerita. Sementara Elang sibuk membantu dan menjawab pertanyaan Luna mengenai skrip dalam naskah. Sesekali ia butuh bantuan Ratna menjawabnya. Karena bagaimanapun juga, gadis itu yang paling tahu jalan cerita dalam naskah.

"Adegan yang ini boleh improvisasi? Misalnya gini..." Luna mencoba menunjukkan pandangannya pada mereka bertiga.

"Jadi jatuhnya biar lebih natural, ya?"

"Boleh, bisa juga." Ratna menjawab singkat.

"Asal nggak jauh dari konsep cerita pokoknya," Ravi menekankan. "Sikap romantis yang nggak terlalu mendramatisir," lanjutnya.

Ratna berdecak. Dalam hati menggumam, Ravi ini kedengaran pintar dalam berteori, padahal minim pengalaman soal asmara.

Tak lama Joy muncul bersama seseorang. Kilatan matanya langsung menjurus ke satu arah. Posisi duduk Elang begitu dekat, bahkan bahunya saling menempel dengan bahu Luna. Keduanya benar-benar serius membahas skrip. Perasaan Joy kurang nyaman, tapi ia harus berusaha profesional. Tidak ada alasan baginya untuk cemburu. Toh, memang Joy sendiri yang memilih menolak pernyataan Elang sebelumnya. Sekarang, ia harus menerima konsekuensi atas sikapnya.

"Halo..." sapa Kenan pada mereka semua. "Maaf telat, harus kelarin kerjaan dulu."

Spontan Ratna terlonjak. Tubuhnya langsung sigap berdiri. Benar-benar bagaikan mimpi di siang bolong. Wajah gadis itu memerah bak delima matang. Sudah lama Ratna mengagumi Kenan Adelard sebagai fans. Tidak menyangka punya kesempatan berada sedekat ini dengan aktor kesayangannya. Melihat tingkah polah Ratna, entah kenapa Ravi merasa sedikit kesal. Bahkan tanpa sadar, ketika Ratna hendak menerima jabat tangan Kenan, secepat kilat Ravi yang menyambar lebih dulu.

Begitu usai dengan pembahasan, mereka langsung tancap gas ke lokasi.

Seharian penuh mereka berkutat dengan kegiatan. Ada beberapa kendala pun tidak terlalu berarti dan masih bisa ditanggulangi. Seperti hujan yang tiba-tiba turun saat harus ambil gambar di luar ruangan. Atau Ratna yang tersandung batu waktu memberi arahan pada Kenan. Ia hampir saja tercebur ke kolam. Beruntung Kenan sigap menarik tubuh Ratna, meski Ratna harus merasakan jatuh ke dalam pelukan Kenan untuk sesaat. Nalurinya sebagai penggemar meronta-ronta tak karuan. Terlebih, Kenan tipikal pria super ramah dan enak diajak bicara.

"Makanya, lain kali nggak usah sok-sokan pake heels kalo memang nggak biasa!" sindir Ravi begitu Ratna sudah berdiri di sampingnya.

"Ini bukan heels, Rav. Lihat baik-baik. Cuma sepatu hak tiga senti."

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang