[3] SATU KELOMPOK

17 5 1
                                    


Ratna menghela napas pendek. Dadanya kerap berdebar mengikuti kata setiap kata dari Bu Mega. Namun, ucapan tanpa intonasi itu sama datarnya dengan sepatu yang ia kenakan. Tidak ada poin menarik dan berujung masuk kiri keluar kanan.

Seluruh tubuhnya kaku sekali demi bisa mendengarkan head training ini. Pada akhirnya semua orang bergerak dengan cepat menghadap satu sama lain. Kursi depan bergeser ke samping dan belakang. Tergantung gerak refleks peserta training.

Ratna gelagapan. Bisa-bisanya dia melamun di momen terpentingnya. Padahal mencapai posisi sekarang bukanlah hal paling mudah. Ayolah, sudah setahun Ratna menganggur setelah lulus kuliah dan kini menemukan peluang besar. Kendati tahap training, Ratna tidak bisa main-main dalam hidupnya. Ia tidak boleh menyentuh tiket pemecatan dibanding yang lain. Ratna ingin bertahan paling lama.

Perusahaan yang menerimanya tidak bisa dibilang remeh. Be Right atau biasa dikenal BR oleh kalangan literasi digital dan dunia perfilman itu menjadi idaman. Tahapan masuk sangat ketat. Satu kursi direbut oleh seratus kandidat. Demikian dengan 16 kursi dikali seribu pelamar yang dibuka oleh BR tahun ini. Beruntungnya sebagian memilih hengkang karena sudah dapat pekerjaan lain, setidaknya saingannya jadi makin berkurang.

Kemeja kotak-kotak Ratna ditarik paksa dari belakang. Leher Ratna tercekik oleh bajunya sendiri kala sepasang tangan merenggutnya. Joy adalah tersangka utama yang tidak bisa dibantah alibinya. Sebab posisinya persis di belakang Ratna.

"Aku gak mau mati muda. Gajian aja belum nyicipin, masa dibunuhnya dengan cekik tangan. Gah!" Ratna memejamkan mata secara dramatis, tidak kuasa pada imajinasinya sendiri.

Joy dengan cepat melonggarkan seluruh jarinya. Dia menyesal harus menarik Ratna sebagai bagian kelompok yang akan dipilih.

Seluruh ruangan gaduh akan kekonyolan Ratna. Memang anak yang udik, cibir Joy tidak habis pikir. Joy menoleh ke samping, tetapi orang di samping Joy sudah punya kelompoknya sendiri. Di samping satunya tidak ada siapapun karena posisi mereka paling ujung. Hanya Ratna dan Joy yang kalah gerak menyusun kelompok. Oke, Joylah yang bergerak. Ratna malah pasif sedari tadi. Barangkali sedang mendengkur.

"Oke, trainee nomor enam dan delapan belum punya kelompok, ya. Kalau gitu, yang belum dapat siapa nih?" Bu Mega mendongakkan leher.

Kedua tangan teracung ke atas. Baik Ratna dan Joy kompak melebarkan kelopak matanya. Tidak lain dan tidak bukan, si pendiam jalur online dan si pengendara motor itulah orangnya.

Keduanya menggelengkan kepala. Setuju bahwa Ravi dan Elang tidak diinginkan menjadi bagian kelompok latihan kali ini. Mereka belum membentuk kelompok bukan karena para gadis tidak berminat bergabung, justru sangking malasnya menghadapi keributan dan pertengkaran yang menjengkelkan, alhasil keduanya memilih tidak ikut bagian dari mereka yang mengharap satu kelompok dengan dua pria tampan ini. Sekarang, ujungnya Ravi dan Elang harus menerima kenyataan agak pahit. Mau bagaimana lagi, tinggal dua gadis itu yang tersisa dan terlihat merana. Walau Ratna dan Joy juga tidak begitu mengharapkan pilihan ini sebelumnya. Semua menjadi keterpaksaan belaka.

"Eh, Joy. Kelompok apa sih?"

Ratna menggaruk hidungnya. Dia menelaah situasi. Kalau dengan Elang ia tidak masalah. Karena Ratna sudah kenal dan setidaknya Elang cukup bersahabat. Namun, dengan sosok pendiam yang ditengarai masuk jalur nepotisme itu amat meragukan. Ratna tidak akan pernah mau percaya tes satu ini. Pasalnya waktu Ratna mengajukan portofolio miliknya, pontang-panting mencari mas-mas fotokopian demi menggandakan ijazahnya.

Sebaliknya dengan Joy, ia lebih kesal melihat muka Elang ketimbang Ravi. Mungkin masih terpatri dalam ingatan bagaimana insiden sebelumnya antara mereka berdua.

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang