[6] GARA-GARA BALAPAN!

6 4 0
                                    




Elang merasa sangat bosan hanya berkutat di dalam kamar sambil menonton film kartun. Akhirnya ia mencari Ravi di kamar teman serumahnya itu, tetapi nihil. Tidak ada sosok yang dicari di dalam sana. Suara gaduh terdengar dari arah ruang keluarga. Sudah bisa ditebak kakak beradik sedang meributkan entah apa gerangan. Pria itu berjalan menuruni tangga. 

"Berapa sih harga HP? Sampe harus rebutan kayak gitu?!" celotehnya mengejek. Ini bukan kali pertama atau kedua atau ketiga melihat Ravi dan sang kakak seperti ini. Elang sudah tidak kaget lagi. Pasti Rani, kakak Ravi sedang usil dan kepo dengan adiknya.

"Banyak yang kirim DM ke Ravi. Tapi ada satu yang paling sopan. Apa dia hamil anak Ravi? Wow! Berita bagus! Adek gue normal dong?!" Rani meracau sambil menahan kekehan tawa lepasnya.

"Bisa nggak sih, lo nggak ganggu privasi gue!" Ravi mengomel. Meski begitu, wajahnya tidak menakutkan di hadapan Maharani Neta Anggasta. Malah semakin menggemaskan.

"Siapa Ratna?" tanya Rani semakin penasaran.

Elang langsung menyahut, "Oh... Ratna..."

"Lo kenal? Ceweknya Ravi? Cinta satu malam? Atau gimana? Kok sampe nggak punya nomornya? Mana DM-nya minta sama-sama bertanggung jawab lagi."

Ravi mengurut kening. Frustrasi menghadapi sikap kakaknya yang senang sekali mengecek ponselnya tiba-tiba. Mau seribu kali pun kata sandi diganti, tetap saja Rani bisa dengan mudah menebak. Pasalnya, Ravi ini terlalu monoton dan konsisten dalam segala hal. Termasuk mengganti kata sandi ponsel. Paling bolak-balik itu-itu lagi.

"Ini masalah tugas!" tegas Ravi.

"Tugas?" Rani menuntut penjelasan lebih masuk akal.

"Ada tugas di kelas training. Gue sama Elang satu kelompok sama si Ratna itu. Lagian, mana mungkin gue hamilin cewek super norak dari antah berantah kayak gitu?! Bukan level gue banget!"

"Oh My God. Seriusan? Baru kali ini adek gue tersayang berusaha membela diri dengan menggebu-gebu. Biasanya cuek bebek no komen. Whats wrong, baby brother?"

"Udah deh, balikin HP gue! Bukan urusan lo! Kepo banget jadi orang!" Ravi malas membalas. Ia bisa menang melawan siapa pun, tapi tidak dengan kakaknya.

Tentu saja Rani tidak langsung mengembalikan. Ia melihat ada notif masuk, balasan dari Ratna.

"Apanya yang hamil?! Sembarangan kalo ngomong! Aku ini masih perawan tulen tau!" Rani membaca dengan lantang balasan dari Ratna. Ia makin tidak bisa menahan  tawanya. "Aduh! Lucu banget nih anak. Kenalin dong ke gue."

Ponsel baru saja berpindah ke tangan Ravi. Ia melihat DM di akun Stagram miliknya, lalu mengurut kening sambil mengumpat tidak jelas.

"Ratna orangnya lumayan asik kok. Nyentrik lagi. Gayanya beda dari yang lain. Ya kan, Rav?" Elang menyahut dengan nada setengah meledek.

"Nyentrik? Mata lo kelilipan batu bata apa lagi katarak?!"

"Hus! Nggak boleh sebenci itu sama orang, ingat loh kata pepatah lama. Benci bisa jadi awal jatuh cinta..." Rani mengompori.

"Gue? Jatuh cinta sama manusia dari  antah berantah? Mendingan makan bawang putih mentah daripada jatuh cinta sama dia!" Lagi-lagi Ravi mengamuk.

Rani mencolek lengan Elang yang sudah duduk di sampingnya. Kedipan matanya mengindikasikan makna lain dari pernyataan sang adik. Pasalnya, biasanya Ravi tidak peduli dengan para gadis yang dibahas oleh Rani maupun Elang. Baru kali ini juga Ravi banyak bicara tentang seseorang, walau bibirnya mengatakan ketidaksukaan.

"Btw, gue bosen banget nih." Elang garuk rambut. "Ke Arena yok?"

Rani sudah beranjak pergi sejak beberapa saat lalu. Waktunya Elang mengajak Ravi menghilangkan kejenuhan yang melanda.

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang