Ratna menarik napas dalam-dalam. Dia sebetulnya mager beraktivitas kalau sudah dihajar oleh periode bulanannya. Nyeri ditusuk-tusuk dari luar dan diremas dari dalam menyebabkan dia lebih suka berbaring di ranjang. Namun, subuh-subuh buta Ratna beranjak dari ranjang dan menarik sprei. Kebocoran yang dialami olehnya sangat menjengkelkan. Ratna terpaksa mencuci sprei di kamar mandi dalam. Sekalian saja cewek itu mandi agar lebih segar lagi. Sebab semalam saking capek dan nyeri akut, Ratna memilih tidur.
Setelah membersihkan diri, Ratna membuka tirai jendela. Sehingga Joy yang tidur malah melindungi mata dari sorotan cahaya fajar. Joy membelakangi jendela, semakin menggigil kedinginan.
Sambil menunggu waktu lebih siangan sedikit untuk berangkat kerja, Ratna mengambil segelas air panas dari dispenser. Andai ada cokelat panas, rahimnya tidak akan mengalami kontraksi parah. Cukuplah untuk hari ini, segelas air hangat merendam gejolak haid.
Ratna menyisir rambut ikal tipisnya dan menguncir rambutnya tinggi-tinggi. Seharusnya dia bisa keramas pagi ini sesuai rencananya. Masalahnya kalau sudah didahului menstruasi yang datang dan nekat keramas, seminggu ke depannya tubuh Ratna menjadi tidak karuan akibat menstruasi kurang lancar. Lebih baik kepala apek dan berminyak, asal siklusnya lancar. Jika ada debat pengaruh keramas menyebabkan aliran darah menstruasi tidak lancar, Ratna akan membela habis-habisan sesuai pengalamannya sendiri. Dia adalah sumber data akuratnya. Kendati bakalan dapat kontra dari para wanita.
Tepat saat dia memoles suncreen tipis-tipis di wajahnya, Joy menggeliat disertai erangan panjang.
"Jam berapa sih?" Dia mengeluh dibangunkan alarm ponselnya sendiri.
"Sudah jam 7.20. Kita bakalan meeting di kantor tepat jam 8." Ratna menepuk kasar wajahnya sendiri. Suara tamparan itu meresahkan, tetapi Ratna cuek bebek.
"Kok nggak bangunin dari jam enam sih, Rat!" Joy menendang selimut dan bergegas ke kamar mandi.
Ratna menyerah untuk membahas protes dari Joy. Berulangkali Ratna membangunkan Joy, cewek itu malah menarik selimutnya sendiri dan tidak mau diganggu. Suara air kran mengalir dari kamar mandi, alarm ponsel Joy, tusukan cahaya matahari kala tirai jendela terbuka, dan bahkan goncangan tangan Ratna tidak mempan.
Ratna jadi merefleksikan diri. Dia pasti menyusahkan orang tuanya gara-gara menjelma sebagai mayat. Deru napasnya rendah dan dalam, detak jantung lambat serta tidak punya pengaruh apa-apa atas goncangan, suara, dan segala macamnya. Ratna pernah tidur pulas saat rumahnya kebanjiran sewaktu arus sungai meluap. Untung tidak merenggang nyawa dengan kasus kesetrum gara-gara ujung charger ponsel masih tercolok pada colokan T di dekat kakinya yang mengapung.
Membangunkan orang bisa merusak mood-nya dengan amat sangat parah rupanya.
"Joy, aku berangkat dulu. Nanti kamu kunci kamarnya, ya." Ratna menandaskan sisa air hangatnya. Dia berangkat dengan memilih jalan kaki.
Beberapa tawaran dari anak-anak sesama trainee untuk berangkat bersama dengan naik roda dua segera ditampik sopan. Ratna ingin menikmati hari training-nya dengan jalan kaki. Nanti di seberang kantor BR, ada penjaja bubur ayam. Ratna ingin sarapan yang lunak dan hangat.
"Rat, naik!" seru Ravi dari balik mobil putih kesayangannya.
Ratna mendadak mual. Naik mobil itu selalu membuatnya mabuk darat.
"Nggak usah. Aku jalan kaki aja." Ratna menggelengkan kepala.
Deru klakson dari belakang mobil Ravi menggema. Tumpukan kendaraan semakin panjang karena Ravi tidak kunjung beranjak.
"Gue nggak akan hidupin mobil kalo lo nggak naik," ancamnya.
"Yeeee ngapain main hidupin seenaknya. Cepetan pergi!" sergah Ratna semakin panik dan sungkan. Pasalnya klakson semakin nyaring dan cepat. Bersahutan menyampaikan kemarahan para pengguna jalan lain
"Masuk!" perintah Ravi semakin tidak bisa dibantah.
"Aku nggak mau."
"Gue cuma khawatir lo semaput lagi kayak semalam."
"Halah, udah enakan gue."
Ratna tersentak gara-gara klakson memekik lagi. Dia tidak punya pilihan selain membiarkan dirinya yang masuk ke dalam mobil. Ravi agaknya tidak akan menuruti perintah Ratna. Dia tidak bisa dikalahkan oleh cewek itu. Ratna memutuskan dia harus banyak mengalah demi menghemat energinya.
Ratna mencengkeram erat sabuk pengamannya. Dia masih trauma dengan cara menyetir Ravi tempo hari. Demi kesehatan jiwa dan raga, Ratna memilih memejamkan mata saat Ravi menginjak pedal gas.
"Lo ngapain merem?" tanya Ravi.
"Kalo ada kecelakaan, gue gak mau tahu detail kronologisnya," balas Ratna.
"Ini jalan raya, Rat. Gue nggak akan ngebut seenaknya."
"Gitu demen balapan. Padahal lo balap liar di jalan raya malem-malem," sembur Ratna tidak habis pikir.
"Ya kan, jalannya lenggang. Lagian kasihan mobil gue beret sana sini kalo kecelakaan beneran."
Ratna mencibir. Gedung kantor BR terlihat gagah dan menjulang. Ratna siap menjalani hari-hari training dengan baik. Segala pelatihan dan ilmu baru akan siap dilaksanakan. Namun, bukannya memelankan laju mobil dan menyalakan lampu sein ke kanan, Ravi malah meneruskan perjalanan.
"Eh, kita mau ke mana?" tanya Ratna semakin panik.
"Cari sarapan. Muka lo putih banget. Gue takut lo semaput lagi. Gue gak mau gendong anak gajah. Nyusahin."
"Apa kata kamu?" Ratna sangat bernafsu tinggi untuk mencabik-cabik Ravi. Mulutnya itu memang tidak bisa dicegah. Sepertinya halal kalau memperlakukan Ravi secara tidak manusiawi pagi ini.
Astaga, batin Ratna meronta. Masih terlalu pagi untuk bertengkar hebat. Energi Ratna terkuras habis-habisan. Dia menarik napas sangat dalam.
Tenang, tenang dan tenang, batinnya kembali mengingatkan. Namun, dia tidak bisa bersikap lebih tenang. Apa gunanya mandi lebih pagi kalau ujung-ujungnya terlambat?
"Rav, puter balik!" pinta Ratna.
"Ini jalur searah. Gak bisa puter balik."
"Kita telat, tahu!"
"Diem aja lo. Mending sarapan daripada nggak fokus ke latihan. Gue denger pelatihan masih lanjutan presentasi kemarin."
Ratna mengerjapkan mata, bingung menelaah informasi baru.
"Tahu dari mana kamu?"
Ravi salah tingkah. Seharusnya dia tidak membocorkan agenda para peserta training. Namun, dia terus mendapat informasi ini dari pihak eksekutif yang loyal padanya.
"Apa ini keistimewaan rekrutan jalur online itu?" todong Ratna semakin menggebu-gebu dan menambahkan, "Enaknyaaaaa."
"Itu dikasih tahu pegawai lama," kilah Ravi.
"Oooo... Kamu punya kenalan dari pegawai lama. Yakin nggak jalur ordal?"
Ravi semakin tidak nyaman disudutkan terus. Untungnya mereka menemukan kedai bubur ayam. Area parkirnya sangat luas. Dia memerintah agar Ratna segera turun dari mobil.
"Cepetan pesen. Gue bubur ayam gak pake seledri. Gak usah emping melinjo, sama es teh." Bukannya memesan sendiri kepada penjual bubur, Ravi beralih ke sebuah meja kosong. Dia membiarkan Ratna menjadi robotnya pagi ini.
Ratna menarik napas dalam-dalam. Dia sepanas bubur yang masih mengepul di atas kompor. Dia akhirnya memesankan pilihan Ravi. Mereka sarapan dengan tenang. Tidak ada obrolan apapun karena waktu semakin mepet jika dihabiskan untuk bertengkar terus. Begitu selesai makan, mereka bergegas masuk mobil. Satu kilometer berikutnya, terdapat tikungan U. Mereka putar balik dan mencapai kantor lebih lambat 10 menit dari tenggat waktu yang ditetapkan.
"Gara-gara kamu sih, Rav. Kita telat!" Ratna memberengut panik melihat Bu Mega sudah melotot di depan pintu ruang rapat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
General Fiction"Cowok prik!" ini yang dikatakan Joy saat pertama kali bertemu Elang. Siapa sangka akhirnya mereka malah terlibat asmara yang membingungkan. Di satu sisi, Joy belum ingin punya pacar lagi. Di sisi lain, Elang mengharap gadis itu memberikan status je...