"Tunggu..."
Tiba-tiba Ratna merasakan perutnya kembali kram seperti semalam. Rasa tidak nyaman yang sangat tidak bersahabat dengan kaum Hawa ini jelas cukup rumit untuk dijelaskan. Ia sadar sejak dalam angkot ada yang tidak beres. Benar saja, Ratna merasakan sesuatu merembes di balik pakaian dalam bawahnya. Badannya sedikit gemetar, antara menahan sakit juga malu.
"Kenapa lagi?!"
"Anu... bisa nggak kita mampir ke warung sebentar?"
"Di sini nggak ada warung. Lihat tuh sepanjang jalan cuma ada orang jualan pake gerobak dorong. Mau ngapain sih?"
Refleks Ratna menyentuh celana belakang, memastikan memang ada yang basah di sana. Kalau boleh, ia ingin lari sekencang-kencangnya meninggalkan tempat ini. Mau ditaruh mana mukanya bila Ravi sampai melihat?
"Kenapa sih?"
Ravi semakin penasaran dengan gelagat aneh Ratna. Pria itu berjalan ke belakang Ratna, tapi gadis ini berputar kilat.
"Di sana ada minimarket! Bisa tolong pinjami aku uang lagi? Aku harus beli sesuatu..."
"Lo ngompol? Mau beli pampers?" tebak Ravi sembarangan. "Atau jangan-jangan, lo berak di celana?"
"Ngawur! Bukan! Aduh, perutku..."
"Makanya jangan kebanyakan makan. Kayak nggak pernah lihat makanan enak aja."
"Bukan saatnya ceramah, Rav! Aku butuh pembalut!" Ratna keceplosan.
"Kamu datang bulan?"
Akhirnya Ratna hanya bisa mengangguk malu.
"Jangan harap gue pinjemin jaket, ya! Ngerepotin banget," keluh Ravi.
"Idih aku nggak butuh jaketmu! Pinjami uang cepet!"
"Minjem apa maksa?"
"Kepepet tau! Sebelum makin deres nih. Kamu mau aku dikira pendarahan, gara-gara disuruh gugurin kehamilan? Terus orang bakalan mikir itu kamu yang nyuruh." Entah dapat pikiran buruk darimana, Ratna jadi bicara melantur.
Namun, ia berhasil membuat Ravi melunak. Tak mau dicap aneh-aneh, Ravi segera mengeluarkan selembar uang kertas dan menyodorkannya pada Ratna. Gadis itu menerima dan segera berjalan menuju minimarket terdekat. Melihat Ratna berusaha menutupi celana belakang dengan satu tangan, Ravi agak tidak tega. Ia membuntuti segera. Kemudian melepas jaket dan melemparkannya ke muka Ratna.
"Nih pake!"
Ratna mendengkus sebal. "Bisa lebih sopan nggak sih minjeminnya?! Kalo nggak ikhlas ya nggak usah!"
"Gue nggak mau disangka aneh-anehin lo!"
"Maksudnya?" Ratna menautkan alis.
"Misalnya seperti gue memperkosa lo gitu mungkin. Pikiran orang macem-macem, kan?"
Pria itu mendumel dan berjalan lebih dulu, Ratna baru sadar dengan maksud perkataan Ravi barusan. Berhubung sedang datang tamu bulanan, tingkat emosionalnya jelas melejit drastis seperti pesawat jet siap lepas landas. Tanpa ba bi bu, gadis itu langsung menendang bokong Ravi sampai terjungkal.
"Dasar maniak!" oceh Ratna, kemudian berlarian meninggalkan Ravi begitu saja.
Ravi menahan sensasi terselubung dalam benaknya. Marah, kesal, malu jadi bahan tontonan orang, dan agak ngilu di telapak tangan karena menahan agar tidak sampai tengkurap di pinggir jalan. Semua berkat ulah Ratna, si manusia antah berantah yang menurutnya sangat menyebalkan.
***
"Mereka belum balik juga sampai sekarang. Udah malem gini..."
Joy biasanya cuek bebek. Entah kenapa ia jadi tidak tenang. Bagaimanapun juga, Ratna teman sekamarnya. Dan dirinya juga turut andil atas skenario hari ini. Jika sampai terjadi hal buruk pada Ratna, pasti Joy akan jadi tersangka utama nanti. Ia mondar-mandir di depan pintu kamar. Sesekali membenarkan ikatan rambut yang dicepol asal-asalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
Ficción General"Cowok prik!" ini yang dikatakan Joy saat pertama kali bertemu Elang. Siapa sangka akhirnya mereka malah terlibat asmara yang membingungkan. Di satu sisi, Joy belum ingin punya pacar lagi. Di sisi lain, Elang mengharap gadis itu memberikan status je...