[28] ☆ HAH? CIUMAN?

2 0 0
                                    




Ravi menyalakan mobil. Masih bete diremehkan oleh mulut cerewet Ratna. Bukannya mengarah ke asrama, Ravi melanjutkan perjalanan semakin jauh. Ratna tidak menyadari rute yang ditempuh. Cewek itu sedang bermain Solitaire di ponsel. Sesekali suara sumbang terdengar, mengimbangi musik di radio yang sengaja dinyalakan Ravi.

Begitu mobil berhenti di sebuah basemen, Ratna terhenyak atas lingkungan yang asing.

"Turun lo," perintah Ravi sambil melepas sabuk pengamannya sendiri.

"Di mana ini, Rav?" tanya Ratna, pandangannya semakin waspada kala memindai sekitar.

Ravi tidak menjawab. Justru membanting pintu dengan kasar. Agaknya tidak mendengar pertanyaan Ratna barusan. Ratna mencebik. Sebal sekali, tetapi ikut keluar. Dia mengekori langkah Ravi menuju pintu bawah tanah. Kerlip lampu menyilaukan Ratna. Hingar bingar musik EDM menggema sampai telinga Ratna mau pecah.

Matanya membelalak kaget. Seumur-umur, baru kali ini menjejakkan kakinya di klub malam.

Aroma parfum menyengat, keringat yang lembab, serta aroma-aroma lain yang tidak pernah Ratna endus. Dia menempel di sisi Ravi. Semakin khawatir dengan dunia malam itu.

"Ngapain kita ke sini?" tanya Ratna semakin ketar-ketir.

"Menurut lo, ngapain?" balas Ravi yang bertanya.

Sama halnya dengan Ratna, dia juga asing dengan tempat sesak ini. Beberapa orang menari penuh semangat. Beberapa lagi duduk di meja-meja setengah lingkaran sambil memegang gelas-gelas berisi cairan kenikmatan. Beberapa lagi duduk berbincang di bar dengan bartender, menikmati suguhan minuman aneka warna dan rasa. Ravi pernah satu kali menghadiri klub bersama Elang. Itu lama sekali dan dia tidak cocok dengan suasana berisik.

Kini malah kembali meladeni omongan Ratna.

Apapun ucapan Ratna, Ravi enggan menerima begitu saja.

Dia akan mencari cewek manapun untuk bisa memuaskannya.

Pilihan yang salah. Sebab, di bawah pantulan cahaya kelap-kelip lampu LED, Ratna bersinar terang dengan senyuman lebar.

"Cari minum."

"Alkohol? Kamu kuat minum?" tanya Ratna. Seolah orang yang minum alkohol itu ajaib.

"Lo mau apa?"

"A... Aku... Nggak tahu. Apa yang enak?"

Ravi menghampiri bar dan memesan minuman yang pernah dia sesap sebelumnya.

Ratusan botol aneka merk dan warna menarik perhatian. Berjejer rapi sesuai jenisnya.

"Rav, kamu suruh aku pergi ikut Elang tadi cuma mau minum sendirian, ya? Ih, jahat banget. Aku juga kepo kali. Sayang nggak punya temen buat ke sini." Secara mengejutkan, Ratna bahagia. Seolah dapat sekotak harta karun.

Cewek culun seperti Ratna semestinya berada di perpustakaan yang tenang. Bukan senewen selama ada di klub yang berisik.

"Doyan amat lo ke sini?" Ravi mulai menyesal. Khawatir kalau Ratna menjadi liar dan keranjingan main ke klub.

"Bukan gitu. Tapi.... Riset nggak ada salahnya."

"RISET?" Ravi terhenyak.

"Jangan kolot jadi orang. Aku ke tempat mana pun cuma buat observasi. Sebagai editor, harus jeli melihat segala kekurangan naskah. Kayak plot, jenis minuman, kebiasaan orang-orang di klub, ada transaksi apa aja dalam setiap obrolan pengunjung, serta jenis minuman apa yang membuat mereka rela buang duit."

"Ya sebagai editor nggak harus sejauh ini. Lo nggak bisa dicap pembunuh hanya karena tahu betul kejadian membunuh seseorang. Lo nggak bisa langsung ngalami sendiri. Bahkan sampe belain datang ke sini juga. Ya kalo lo pengen tahu ngerasain patah tulang, ya lo loncat dari atap gedung kantor dan nyusruk ke lantai beton depan kafeteria. Nggak gitu konsepnya, Rat." Ravi menggelengkan kepala.

Bad RomanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang