"Gila ya. Kalo canda kayak gini emang kelewatan!" Ratna memaki. Tangannya masih gemetar memegang kotak yang belum dibuang.
Darah yang amis, lengket dan basah itu membuat kepalanya berputar hebat. Ratna mencengkeram ujung kotak tanpa tahu apa yang harus dilakukan.
"Apa kata Joy?" tanya Ravi ikut penasaran. Kali ini dia mengambil alih kotak itu dan membuka isinya lagi. Jiwa detektif Ravi sedang bekerja. Ujung jari telunjuk kirinya mengorek boneka. Siapa tahu ada petunjuk lain mengenai motif teror ini.
"Katanya teman Joy iseng." Ratna bernapas lewat mulut. Aroma darah membuatnya semakin mual, jadi lebih baik tidak menghirup udara via hidung.
"Candaan yang lucu banget." sindir Ravi seraya mendengkus. Tidak ada surat yang ditinggalkan sebagai pesan. "Terus mau disimpan?"
"Buang aja." Ratna akhirnya mengembuskan napas. "Joy suruh gitu."
"Oke." Kedua orang itu bersisian keluar dari asrama. Begitu menemukan kotak sampah, Ravi langsung melempar kotak kejutan itu. Sayangnya tidak ada saluran air di luar. Kalau ada, Ravi ingin cuci tangan lebih dahulu. Dia menatap wajah Ratna yang diliputi kecemasan mendalam.
"Rat, lo kenapa?"
"Nggak kenapa-kenapa. Pusing aja sama darah. Inget pernah punya luka gede aja." Ratna mengerjapkan mata, pusing dengan aroma yang belum kunjung hilang. Rupanya bau darah menempel terlalu kuat, padahal sudah dibuang.
Dengan langkah pelan dan seirama, keduanya melanjutkan perjalanan menuju kantor. Kali ini Ravi sengaja menanggalkan mobilnya di parkiran asrama.
Dia lebih tertarik jalan kaki, memastikan Ratna tidak semaput di tengah jalan.
"Mau minum sesuatu yang manis dan anget, nggak?" usul Ravi. Kasihan sekali pada raut keruh Ratna. Pasti tidak terbiasa dengan kejutan seram itu.
Ratna menganggukkan kepala. Dia akan baik-baik saja kalau perutnya diisi makanan yang hangat.
Beberapa meter di depannya, terdapat tangga penyebrangan. Jemari halus dan mungil itu menyusuri pegangan tangga agar keseimbangan terjaga. Ravi menjaga Ratna di belakang. Kalau sewaktu-waktu semaput, dia bisa menangkap tubuh Ratna. Khususnya efek semalam.
Segelas minuman beralkohol bisa membuat seseorang mabuk berat, tetapi bagi Ravi, efeknya tidak terlalu kecil. Dia bisa mengingat dengan jelas apa yang terjadi semalam.
Di bawah jembatan penyeberangan, jalanan padat merayap, diikuti dengungan ribuan kendaraan menyintas. Sama halnya dengan Ratna, para pengendara pasti mengejar rupiah demi kehidupan. Bukan hanya sebatas hidup lebih baik, tertarik bertarung dengan waktu agar diperkenankan bertahan hidup.
Keduanya berhasil menyeberang dan melanjutkan perjalanan. Di seberang, bangunan BR menjulang gagah. Beberapa langkah menuju penjaja bubur ayam, lengan Ratna ditarik paksa. Dia menoleh dan bersiap menyemburkan kalimat-kalimat berdaya megaton. Ravi pasti mencari masalah. Namun, sekelebat pandang, kedua lengan Ravi ditarik dua orang bermasker dan diseret ke mobil Van. Ratna memberontak, tetapi seseorang bertubuh gempal menahannya.
Dia duduk berdesakan di belakang. Ravi sudah dalam kondisi terikat di tengah. Penculik menjejalkan kertas cokelat ke wajah Ravi, agar tidak tahu kemana mereka pergi. Hebat bahwa di pagi yang cerah, padat pengendara, malah terjadi penculikan tidak wajar.
"Rat, lo gak papa?" Ravi mengendus aroma parfum Ratna. Desah napas menggebu-gebu dari belakang itu terlalu mengkhawatirkan.
"Diem lo!" Suara keras, menggelegar disertai erangan kesakitan terdengar dari kursi tengah. Ratna terkesiap. Sama halnya dengan Ravi, dia ditutupi kertas makanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
Ficción General"Cowok prik!" ini yang dikatakan Joy saat pertama kali bertemu Elang. Siapa sangka akhirnya mereka malah terlibat asmara yang membingungkan. Di satu sisi, Joy belum ingin punya pacar lagi. Di sisi lain, Elang mengharap gadis itu memberikan status je...