Pria itu terpekur seorang diri. Meneguk minuman dingin dalam gelas. Pikirannya menerawang entah ke mana. Joy mendekati Elang, menepuk pundaknya, lalu menggenggam tangannya. Gadis itu menatap wajah terkejut Elang, seolah baru memergoki sesuatu dari matanya.
"Keliatan?"
Joy mengangguk. Sementara Elang menarik senyum terpaksa. Sudah bukan hal baru baginya menghadapi situasi macam ini. Terkadang, kata-kata Ravi memang lumayan menusuk sanubari. Elang sudah terbiasa dengan hal tersebut. Mau bagaimanapun juga, Ravi tetap sahabat sekaligus saudara baginya. Ia tidak pernah menganggap rumah ini sebagai miliknya, meski sering membanggakan kebaikan keluarga Ravi. Elang sadar akan posisi dirinya di sini.
Kata-kata Ravi memang terdengar sepele, tapi sebenarnya agak menyinggung. Memang dasarnya Ravi itu tidak pandai berucap manis. Pantas saja Ratna sulit peka pada perasaannya. Bahkan terhadap Elang pun, Ravi bicara tanpa peduli perasaan kawannya.
"Sabar ya, ntar kalo kita udah married, gue beliin rumah yang bagus buat kita tinggal," seloroh Elang percaya diri.
Joy mengulum senyum tipis. "Pikiran lo kejauhan, El. Dan juga, gue cuma butuh kenyaman dalam sebuah rumah. Nggak mesti yang bagus dan mewah," balasnya.
Satu kecupan mendarat di bibir Joy. Gemas rasanya membiarkan bibir indah nan menggoda itu menganggur. Kalau bukan karena suara Rani, mungkin mereka sudah melanjutkannya menjadi sebuah ciuman mesra.
"Udah balik, Kak?" tanya Elang basa-basi.
Gadis modis itu tidak menggubris. Justru lebih tertarik pada sosok seseorang di dekat adik angkatnya. Kacamata hitamnya dilepas, untuk memastikan dirinya tidak salah lihat. Tanpa ba bi bu, Rani langsung mengulurkan tangan untuk memperkenalkan diri. Joy menyambut spontan.
"Rani. Gue kakaknya Elang."
"Joy."
"Pacar?" tebaknya setengah tak percaya.
"Temen." Jawaban Joy menghancurkan harapan Rani.
Wajah sumringah Rani seketika berubah kecewa. Ia melirik Elang sambil berdecak. "Gue pikir lo jauh lebih waras dan normal ketimbang Ravi. Hash, kalian berdua memang sebelas dua belas. Mengecewakan banget," selorohnya mengejek.
"Beda. Gue naksir Joy jelas dibales. Cuma kita TTM-an dulu." Ocehan melantur Elang langsung dapat tatapan tajam dari Joy. Bisa-bisanya pria ini bicara terus terang pada kakaknya. Rasanya Joy ingin menutup muka dengan helm, sangking malunya.
Binar mata Rani kembali bersinar terang. Harapannya baru saja dipulihkan. Ia meninju lengan Elang sambil mengedipkan mata. "Bagus deh kalo gitu, lanjutkan. Jangan kelamaan TTM-an, ntar keburu ditikung orang, berabe urusannya."
"Tenang. Siapa yang berani nikung, kudu siap gue sledding."
Rani mengacungkan jempol. Ia meneliti sesuatu di muka Elang. Baru sadar wajah itu penuh lebam. Dipegangnya pipi Elang bolak-balik memperhatikan bagian kanan dan kiri. Elang meringis ngilu karena pegangan Rani terlalu kuat.
"Heh, lo abis berantem?!" Muka ramah gadis berambut bob sebahu itu seketika berubah emosional. "Babak belur begini berani pulang lo! Kalo Nyonya Raya lihat, bisa ceramah tujuh hari tujuh malem nih!"
"Bukannya mama lagi ngumpul arisan keluarga di Surabaya?"
"Kagak jadi. Barusan gue habis ditelepon. Paling bentar lagi sampai rumah."
Elang terkesiap mendengar informasi Rani. Cepat-cepat ia menarik lengan Joy, mengajaknya segera kembali ke asrama, alias menghindari bertatap muka langsung dengan ibunda Ravi yang super duper cerewet.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
General Fiction"Cowok prik!" ini yang dikatakan Joy saat pertama kali bertemu Elang. Siapa sangka akhirnya mereka malah terlibat asmara yang membingungkan. Di satu sisi, Joy belum ingin punya pacar lagi. Di sisi lain, Elang mengharap gadis itu memberikan status je...