"Jantung lo baik-baik aja, El. Nggak perlu mikir macem-macem deh." Kedua telapak tangan Joy terlipat ke dada. Hawa dingin menyeruak semakin kencang, sehingga Joy lebih suka memasuki ruang hangat dan cepat tidur.Dia menengadah ke atas. Langit tampak cerah. Ribuan batu memantulkan cahaya matahari tampak memesona.
Tidak pernah Joy sangka kalau hari ini berlalu dengan amat sangat panjang. Sia-sia dirinya gelisah hanya karena Elang dekat dengan Luna. Keakraban yang sangat berbeda. Elang yang bercanda dan sering kontak fisik pada model berparas manis itu.
Joy kira, dia telah kehilangan Elang dalam sekejap. Masa hanya karena penolakan, Elang cepat ganti hati. Segala prasangka tentang Luna telah menguap, seiring gelapnya bintang-bintang yang kalah dibayangi mendung.
"Ayo pulang!" ajak Ratna seraya merenggangkan seluruh tubuhnya.
Ravi tersentak. Sangat terganggu dengan ujung jari Ratna yang nyaris menyodok matanya. Dengan segera di menepis kasar tangan Ratna.
"APAAN SIH, RAV!" Ratna ngegas.
"Kamu yang ngapain main rentang-rentangin tangan."
"Ih, kena senggol dikit aja ngamuk. Heh, jangan gampang ngamukan. Stroke muda bahaya tau!" Ratna mengoceh.
"Bawel. Penyebabnya kan, lo!" Ravi balas ngegas.
"Dih, bocah banget. Sensi mulu."
"Kayak lo aja yang nggak ngaku. kelakuan Lo persis bocah 7 tahun. Norak, ganjen!"
Udah, udah." Elang ikutan pusing dengan dua orang yang berisik di penghujung malam.
"Elang, aku nebeng mobil kamu, ya." Ratna akhirnya mendekat dengan langkah terhuyung-huyung. Dia mendekap paper bag berisi papan draft semakin erat.
Elang dan Joy bertukar pandang. Mata mereka saling menjelajahi. Ada banyak hal yang ingin dibahas berdua. Khususnya dari Elang. Dia ingin menyelami perasaan sesungguhnya. Joy, misteri tidak terpecahkan. Mengapa bisa menyambut ciumannya yang mendadak. Mengapa menolak pernyataan cinta dan memilih berteman. Mengapa hari ini kelihatan muram. Elang ingin tahu segalanya tentang Joy.
Napas Elang semakin pendek. Ratna dan Ravi rupanya tidak peka dengan masalah Elang. Mau bagaimana lagi, Elang tidak ingin membagi ketertarikannya soal Joy pada siapapun. Setelah sempat Joy protes karena dirinya terlalu terbuka pada Luna sebelumnya. Joy tak ingin terlalu banyak orang menikmati kisah membingungkan keduanya.
"Gue sama Ravi kalo gitu." Joy akhirnya mengalah. Kasihan juga Ravi jika menyetir mobil sendirian.
"Joy," panggil Elang agak kehilangan.
"Gue sendirian aja. Mau mampir ke tempat lain," putus Ravi sambil lalu.
"Kemana, Rav?" tanya Elang malah kepo.
"HM.... Paling-paling nyari cewek di perempatan lampu merah buat dijadiin pacar satu malam, ya, kan?" ledek Ratna. "Sekalian, lepas perjaka sana. Biar nggak sembarangan ngom....HMPPPPPTFF!" Ratna nyaris kelepasan bicara. Dengan segera, Ravi menyambar lengan Ratna dan lari meninggalkan kedua anggota tim lainnya yang kompak bengong.
"Ngom... Apaan?" tanya Elang penasaran, dan menggelengkan kepala ke satu sisi ke arah Joy.
Joy mengangkat bahu, sama tidak pahamnya dengan Elang. "Ngomong kali," simpul Joy.
"Well. Kita balik aja," ajak Elang. Benar-benar lega karena keinginannya pulang berdua dengan Joy akhirnya terwujud.
****
Sepanjang perjalanan itu, Ravi diam membisu. Kecewa berat karena kecerobohan Ratna.
Apakah cewek itu tidak sadar kalau dia adalah penyihir. Memporak-porandakan akal sehat Ravi sampai kehilangan fokus. Sudah beberapa kali Ravi tersadar telah mencuri pandang ke arah Ratna, berikut dengan desisan sebal kala mata Ratna berbinar terang ke Kenan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Romance
Ficción General"Cowok prik!" ini yang dikatakan Joy saat pertama kali bertemu Elang. Siapa sangka akhirnya mereka malah terlibat asmara yang membingungkan. Di satu sisi, Joy belum ingin punya pacar lagi. Di sisi lain, Elang mengharap gadis itu memberikan status je...