03

245 95 14
                                    

"Ketika hatimu terlalu berharap
pada seseorang, maka Allah timpakan kepadamu pedihnya pengharapan supaya kamu mengetahui bahwa Allah sangat mencemburui orang yang berharap kepada selain-Nya,
Allah menghalangi dari perkara
tersebut semata agar ia kembali
berharap kepada Allah SWT"
(Imam Syafi'i Rahimahullah)

Setelah kejadian itu, Hana berusaha keras untuk menghilangkan perasaannya, menghilangkan Hanan Hizbullah dari hati dan pikirannya.

Saat ia bertemu laki-laki itu baik di masjid sekolah atau dimana pun ia
segera mengalihkan pandangannya, kini tak terasa Hana telah menduduki  bangku kelas XII. Sedangkan Hanan
telah lulus dari sekolahnya dan
kini melanjutkan pendidikannya
di sebuah universitas favorit. 
Saat pengumuman seleksi snmptn
dipampang di mading sekolah ia
melihat nama Hanan disana, tanpa

sadar Hana tersenyum bahagia Ia memang belum bisa melupakan Hanan. Sulit sekali rasanya, semakin ia berusaha, semakin dalam pula perasaannya pada pemuda itu.

Beruntung teman-temannya
selalu membuat hari-harinya
terasa menyenangkan, tingkah
lucu serta konyol teman-temannya selalu menciptakan tawa dan kebahagiaan. Tentang perasaannya, kini bukan hanya dirinya, Allah, malaikat dan buku hariannya yang tau. Nisa dan umminya kini juga telah mengetahui perihal rasanya pada Hanan.

"Assalamu'alaikum," ucap Nisa
yang sore itu berkunjung ke rumah Hana.

"Waalaikumsalam," jawab sang ummi yang sedang memasak, lalu beranjak untuk membuka pintu.

"Eh Nisa, ayo masuk nak." Sambut ummi dengan lembut.

"Iya ummi, Hananya ada? "

"Sepertinya lagi mandi, Nisa
tunggu aja di kamar Hana." Saran sang ummi, membuat Hana sedikit bingung.

"Ehm emang gapapa ummi?" tanya
Nisa, dengan rasa ragunya.

"Ya gapapa lah, Nisa kan sudah
seperti keluarga sendiri" ungkap sang ummi, yang diungguli oleh Nisa.

"Hehe iya ummi, terima kasih." 

jawabnya sambil berjalan menuju kamar Hana, Nisa memang sering datang ke rumah Hana. Maka dari itu la menjadi sangat akrab dengan keluarga Hana. 

Nisa membuka pintu kamar Hana. Namun tak terlihat seorang gadis yang seharusnya berada di kamar tersebut,sepertinya gadis itu belum selesai mandi. Nisa memutuskan untuk duduk di

pinggir ranjang, karena merasa bosan ia beranjak mengitari kamar Hana. Pandangannya tertuju pada buku kecil berwarna biru muda.

"Lucu," ucapnya, sembari memegang buku tersebut, Karena penasaran dengan isi dari buku tersebut. Tangannya bergerak secara perlahan, matanya menyusuri kalimat demi kalimat yang tertuang di dalamnya.

Matanya terbelalak seketika membaca bahwa sahabatnya menyukai Kak Hanan sejak mereka masih menduduki bangku kelas X.

Pintu kamar mandi terbuka, menampilkan wajah Hana yang baru saja selesai melakukan ritualnya.

"Udah dari tadi Nis?" Tanya Hana,
membuat Nisa terlonjak kaget

Nisa sontak membalikkan badannya, kini berganti Hana yang terkejut melihat benda yang sedang Nisa genggam, benda keramatnya.

"Hana, ma-maaf aku gak sengaja beneran deh." ungkapnya, Nisa merasa bersalah dengan
tingkahnya yang tak berpikir panjang.

Hana diam sejenak, menghembuskan nafas kasar, sebenarnya ia ingin marah. Bukan marah, lebih tepatnya ia malu.

"Jadi kamu-" Hana hanya
mengedikkan bahunya, ia berjalan ke ranjangnya dan berbaring di sana, membuat Nisa menyusul dan duduk di sampingnya.

"Gapapa Nis, lagi pula itu sudah masa lalu, aku sudah berusaha melupakannya." Paparnya, dengan nafas yang diatur sebaik mungkin. 

Hana;N (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang