19

128 39 9
                                    

Di tempat ini aku menenggelamkan diri, cahaya yang tadinya terang kini mulai meredup.
Bumiku berantakan luluh lantah, pipi basah menahan emosi, merontokkan kekuatan hati.

Hana dalilatul inayah.

Senyum manis di bibir Hana seketika memudar melihat seorang yang berdiri di hadapannya ternyata adalah mantan kekasih suaminya.

“Assalamu'alaikum" salam Anes, sembari tersenyum penuh arti.

" Wa'alaikumussalam. " jawab Hana sembari memaksakan senyumnya, ia tidak ingin Allah dan RasulNya murka karena ia tidak memuliakan tamu yang datang ke rumahnya.

"Hanan belum pulang ya?" tanya
Anes tanpa berniat basa-basi
terlebih dahulu.

" Iya kak, mungkin sebentar lagi " jawab Hana dengan nada yang ia buat seramah mungkin, meski hatinya terasa sakit namun Anes adalah tamu.

" Assalamu'alaikum. " sapa Hanan
yang baru saja tiba, ia tidak terkejut dengan kedatangan Anes di rumahnya. Saat di perjalanan tadi, gadis itu sudah menghubunginya, mengatakan bahwa ia akan berkunjung ke rumahnya.

" Wa'alaikumussalam. " jawab Hana dan Anes hampir bersamaan.

" Sudah lama Nes?" Sapa Hanan, kepada mantan kekasihnya itu tanpa menyapa Hana terlebih dahulu.

" Oh enggak kok, baru aja sampe" Ucap Anes sembari memberikan senyum terbaiknya membuat Hanan terpaku sejenak. Membuat Hana yang melihat hal itu menghela nafas jengah merasakan adanya gemuruh yang tiba-tiba menyerang hatinya.

" Silahkan masuk kak " ujar Hana
menghentikan aksi saling pandang
Hanan dan Anes, Anes melenggang masuk ke dalam rumah, disusul Hanan di belakangnya. Sedang Hana masih terpaku di ambang pintu rumah apapun yang terjadi kuatkan hamba ya Allah,Nbatinnya.

"Oh iya, aku bawa makanan buat
kalian " ujar Anes menyerahkan rantang berisi makanan yang ia bawa.

"Hana belum masak kan?" Tanya Anes tanpa memperdulikan tatapan Hana, lalu apa yang harus ia jawab? Sudah atau belum tidak akan bedanya. la yakin Hanan akan lebih memilih masakan Anes dibanding masakannya, akhirnya Hana memilih tersenyum kecil sebagai jawabannya.Terserah akan diartikan sebagai apa senyumnya itu.

" Kalau gitu, ayo kita makan siang
bersama " ujar Anes antusias.

Hana menyiapkan peralatan makanan dengan perasaan campur aduk, ditatapnya sepasang mantan kekasih itu yang sedang duduk di meja makan sembari berbincang ringan itu, sesekali diiringi tawa, Pria tampan dan gagah walau hanya dengan pakaian casualnya dan sang wanita yang cantik dengan sejuta pesonanya. Benar-benar pasangan yang serasi, pandangannya turun melihat penampilannya sendiri bawahan celana training dipadukan dengan sweater kebesaran dan jilbab instan sebatas dada. Oke, Hana sering sekali mendengar orang-orang memuji dirinya cantik. Tapi jika harus bersaing dengan Anes yang begitu menawan ia tidak akan sanggup, penampilan wanita itu benar-benar dapat memukau siapapun yang melihatnya. Dengan wajah cantik dan label brand ternama pada apapun yang dikenakannya dari bagian kepala hingga ujung kaki.

Tidak ada alasan bagi Hanan untuk tidak terpesona pada Anes, setidaknya itu yang Hana lihat dari cara laki-laki itu menatap Anes. la hanya menunggu waktu Hanan meminta izin padanya untuk menikah lagi dan saat hal itu tiba,
ia yang akan mundur, melepas
laki-laki itu pergi. Walau dia bukan
termasuk orang yang menentang
poligami, ia tidak mau hal itu terjadi padanya.

 Sebesar apapun rasa cintanya pada laki-laki itu, ia tidak akan rela jika harus dipoligami kemudian memandangi lemari yang saat ini terisi dengan makanan yang beberapa jam lalu ia masak dengan susah payah dan penuh perasaan. Merasa bodoh dan kasihan pada dirinya sendiri disaat bersamaan, untuk apa dia menghabiskan banyak waktunya untuk berkutat di dapur jika makanan itu hanya akan tersimpan disana?

Hana;N (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang