29

79 21 9
                                    

Di rooftop sebuah restoran yang
cukup mewah, berdiri seorang pria yang sedang menatap gemerlap kota sembari memasukkan kedua telapak
tangannya ke dalam saku celananya. la nampak melamun, menatap lurus walau tidak tahu terfokus kemana.

Pria itu adalah Hanan, yang saat ini nampak begitu kacau, rencana yang sudah ia susun beberapa hari lamanya harus pupus bahkan sebelum ia sempat menjalannkannya akibat insiden yang terjadi beberapa saat yang lalu, dua kursi restoran yang ditata saling berhadapan, sebuah lilin yang berada di tengah meja, beberapa hidangan terbaik yang mengisi meja serta kerlap-kerlip lampu yang sengaja dipasang di beberapa tanaman hias yang digantung di sekeliling rooftop itu harusnya nampak sempurna untuk dijadikan sarana untuk mewujudkan sebuah makan malam romantis.

Namun gadis yang seharusnya duduk di hadapannya, gadis yang seharusnya menikmati makan malam bersamanya dan gadis yang seharusnya mendengar pernyataan cinta dan menerima cincin berlian yang sengaja ia pesan khusus, sudah mengacaukan segalanya. Sungguh ia ingin menutup mata dan
telinga terhadap apa yang ia lihat dan dengar tadi dirinya ingin tidak percaya dan bahkan tidak akan percaya apa yang Anes dan Dandra ucapkan jika saja Nisa, sahabat gadis itu tidak mengatakan sebuah hal yang begitu menohoknya.

Sesuatu yang tidak ingin ia dengar
tapi ternyata begitu-lah faktanya, pria itu merasa kesal, kecewa pada gadis itu terlebih pada dirinya sendiri. Mengingat dirinya-lah alasan gadis itu bertindak konyol, karena ia tidak kunjung menyatakan cinta?!

Tapi mengapa Hana harus bertindak konyol?! Mengapa tidak bersabar sedikit saja padahal dia sudah merencanakan sesuatu malam ini, seharusnya malam ini mereka bahagia, harusnya malam ini akan menjadi sempurna. Tapi yang terjadi malah sebaliknya, Hana apa yang sebenarnya kamu pikirkan? Setelah sekian lama terdiam Hanan beranjak, ia merasa harus melakukan sesuatu, yang benar-benar penting saat ini.

Beberapa orang terlihat menunggu
dengan cemas, tubuh Hana bergetar. la sibuk melambungkan doa-doa berharap Anes baik-baik saja, walau Anes terjatuh bukan karena dirinya, namun tetap saja ia merasa khawatir akan keadaan gadis itu.

"Keluarga nona Anes.." panggil
seorang perawat pada beberapa orang yang ada di sana segera berdiri.

"Gimana keadaannya sus?"

"Nona Anes tidak apa-apa. Hanya
mengalami gegar otak ringan dan
pasien sudah bisa dijenguk." Dengan cepat mereka masuk dan mendapati Anes yang nampak lemah di ranjang rumah sakit.

"Kamu gapapa?" tanya Hanan cemas. Anes menarik sudut bibirnya namun begitu melihat Hana yang berdiri di belakang Hanan, wajahnya terlihat takut dan mulai berteriak histeris.

"PUAS KAMU SUDAH MEMBUAT
KAKAKKU SEPERTI ITU?! teriak
Dandra dihadapan Hana membuat kening Hanan berkerut. Terlebih kini Anes menarik tubuhnya lebih dekat dan Anes bersembunyi di belakang tubuhnya.

"Suruh dia keluar Za, aku takut,"
pinta Anes pelan, sembari menahan rasa takut yang tertera jelas di wajahnya.

"Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Hanan yang tidak mengerti dengan kejadian yang ia hadapi.

"Perempuan ini, perempuan sialan
ini sudah berani mendorong Kak
Anes sampai terjatuh Kak," jawab
Dandra penuh emosi, hingga Hana membulatkan mata dengan sempurna.

"Nggak Kak, bukan aku" Bela Hana, dengan rasa sesak didadanya.

"Masih mau mangelak? Disana juga ada Nisa, sahabatnya. Kalian bisa tanya sama dia, karena Nisa tau apa yang terjadi. Kecuali kalau gadis itu menyembunyikan fakta mengingat perempuan sialan ini adalah sahabatnya." Pinta Dandra, lalu beralih pandang ke arah Nisa. Semua pandangan kini memusat pada gadis yang berdiri di sudut ruangan. Gadis itu nampak menunduk dan sesekali meremas kedua tangannya.

Hana;N (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang