22

123 35 7
                                    

Ketika aku memantapkan pilihan untuk membuka hati pagi, saat itu juga peluang patah hati sangat besar ketika aku memilih untuk memendam sakit hati itu semakin menjalar.

Wahyu berlari menyusuri jalanan dengan tergesa-gesa, kedua netra matanya bergerak liar, berharap menemukan sosok gadis yang sedang dicarinya.

Langkah kakinya sedari tadi terus tergerak hingga memasuki kawasan mushola terdekat, akhirnya ia bisa bernafas lega saat melihat Hana duduk di sebuah kursi taman yang diletakkan tidak jauh dari sebuah air mancur yang
nampak indah di malam hari
dengan hiasan lampu yang dapat
berganti warna setiap sepersekian
detiknya.

"Ngapain kamu disini,?" ucapnya
membuat Hana menoleh ke arahnya sesaat sebelum kembali mengalihkan pandangannya pemandangan indah di hadapannya." Kamu kenapa?.” Sambung Wahyu.

"Gak papa, cunma sedikit kesal aja sama cewe kecentilan itu.'" jawab Hana sambil mencebikkan bibirnya, hingga Wahyu tertawa pelan, ia tau siapa yang dimaksud cewe kecentilan oleh Hana.

"Terus kenapa kamu pergi? Harusnya kamu maki-maki aja orang kecentilan itu disana.” Saran Wahyu, membuat Hana berdecak sebal.

"Ish itu bukan gaya Hama banget
Pak Bos, Hana cuma menjalankan
anjuran Rasulullah aja,"

"Kalau marah saat dalam posisi berdiri, maka kita duduk nah tadi Hana merasa duduk saja tidak cukup, kalau marahnya belum reda, maka dianjurkan untuk berbaring. Sebenarnya bisa-bisa aja sih dilakukan, tapi ya kali tadi Hana tiba-tiba ndlosor, tiduran di lantai restoran. Bisa-bisa Hana jadi hits malam ini juga.” Sambung Hana, membuat Wahyu tidak dapat menahan tawa mendengar kalimat terakhir Hana. Astaga, sebenarnya bagaimana sih pola pikir gadis di hadapannya itu?. 

“Makanya Hana memilih alternatif lainnya yaitu pergi dari tempat itu, liat air mancur di depan rumah Allah gini buat hati dan pikiran Hana jadi dingin lagi." Jawaban Hana membuat Wahyu tersenyum simpul, merasa sangat kesal pada sahabatnya yang sudah menyia-nyiakan gadis seperti Hana.

“Jangan terlalu dipikirkan, Na. Hanan memang sering tidak bisa mengartikan perasaannya sendiri" Jelas Wahyu, agat gadis di hadapannya ini tak terlanjur patah hati oleh sikap Hanan.

“Maksud pak Bos apa? " tanya Hana yang tidak mengerti dengan ucapan Wahyu yang menurutnya sedikit ambigu  Wahyu mengangkat bahunya seraya tersenyum kecil namun sarat dengan makna, ia bisa melihat wajah bingung Hana yang nampak begitu polos membuatnya merasa gemas sekali. Ya Allah andai saja andai,

"Pak bos gak jelas banget, aku mau
pergi aja " ujar Hana sambil beranjak dari kursinya Wahyu nampak panik dan mulai mengejar Hana.

"Loh loh kamu mau kemana? Aku tau Hanan memang bodoh, dia juga sering nyakitin kamu. Tapi kamu jangan sampai punya pikiran untuk pergi atau kabur kemanapun.” Protes Wahyu, membuat Hana mengerutkan keningnya, semakin tidak mengerti dengan perkataan Bosnya itu, namun setelah beberapa saat berpikir akhirnya ia tergelak.

"Apaan sih pak Bos siapa juga yang mau kabur, aku emang mau pergi, tuh ke dalam masjid! Bentar.lagi kan sudah mau adzan isya” Jawab Hana dengan tawa yang masih mengiringinya, Wahyu nampak menggaruk tengkuknya kikuk
sesaat kemudian ia terpesona melihat ekspresi Hana yang sedang tertawa, membuat gadis itu nampak semakin menawan. Dan entah mengapa tawa Hana membuat hatinya menghangat, setidaknya gadis itu nampak baik-baik saja saat ini.

"Aku semakin kagum sama kamu, Na. Andai saj-" Ujar Wahyu spontan membuat Hana sedikit terkejut, beruntung Wahyu segera sadar bahwa ia mengucapkan hal itu secara gamblang. “Eh maksudnya aku kagum sama sifatmu yang bisa mengatur emosi, kamu selalu terlihat kuat dan tegar di hadapan orang lain." Sambung Wahyu setelah menyadari kerutan di wajah Hana.

Hana;N (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang