"Jadi apa yang bisa kamu jelaskan
sama Mas?" tanya Kalil sesaat
setelah mereka tiba di mobil."Tapi janji dulu, Mas Kalil harus
bisa menahan emosi," Pinta Hana, yang di angguki oleh Kalil."Mas janji dulu, biar Hana percaya" ujar Hana sambil mengulurkan jari kelingkingnya. Walaupun tidak terlalu paham apa maksudnya, akhirnya Kalil turut mengaitkan jari kelingkingnya.
Hana menelan salivanya berat. Jujur ia tidak ingin Kalil sampai tahu masalah yang sedang ia alami sekarang ia jadi menyesal sudah mengiyakan tawaran Kalil untuk pergi ke mall hingga ia bertemu Hanan disana. Sambil menunduk
dan meremas kedua tangannya, akhirnya ia menceritakan semuanya pada kakaknya."Brengsek, pria macam apa Hanan itu?," umpat Kalil setelah Hana selesai bercerita, sembari memukul stir mobilnya hingga tangannya lebam.
"Ya Allah, tega sekali dia berbuat hal itu pada kamu dek, Mas gak terima dia giniin kamu. Kenapa dia gak mau dengerin penjelasan kamu, dan siapa itu sahabat perempuanmu?" Tanya Kalil, masih dengan emosinya.
"Nis-"
"Nah iya, si penghianat itu padahal dia udah lama temenan sama kamu kenapa dia bertingkah seperti itu? Sangat menjijikkan." Geram Kalil, lalu memeluk Hana dengan erat. Kalian Bisa merasakan betapa hancur hati sang adik yang diperlakukan seperti itu.
Astagfirullah
Jangan niru mengumpat."Laki-laki itu harus dikasih pelajaran!" Geram Kalil, lalu keluar dari dalam mobil tersebut.
"Jangan Mas," cegah Hana, kemudian ikut keluar dari mobil tersebut.
"Tapi dia sudah keterlaluan Dek. Mas gak bisa diam saja melihat adik Mas disakiti oleh laki-laki tidak berpendirian macam dia!"
"Tapi Mas Kalil sudah janji," tukas
Hana yang kini sudah tidak bisa membendung air matanya, Kalil tertegun melihat air mata adiknya."Maaf Dek, kali ini mas gak bisa biarin kamu kaya gini."
"Tap-i Mas udah janji, nggak bakal marah." Isak Hana yang tak di perdulikan oleh Kalil yang kini benar-benar tersulut amarah, matanya mencari kesana-kemari menari keberadaan Hanan, yang ternyata berada di atas kora-kora bersama seorang gadis yang Kalil sendiri pun tak mengenalnya.
"Sialan, pria macam apa kau ini Hanan." Batin Kalil, sembari mengepal erat kedua tangannya yang sedari tadi telah lebam.
Lima menit sudah Kalil menunggu Hanan, dibawah permainan kora-kora tersebut."Aduh Za, kepala ku pusing banget." Ucap seorang gadis yang kini berada dalam dekapan Hanan.
"Kamu sih, kan ak-" Belum sempat melanjutkan kata-katanya kini sebuah bogem mentah telah mendarat tepat di pipi kanan Hanan.
"BAGUS, BAGUS SEKALI HANAN." Murka Kalil, sembari berjalan mendekati sepasang muda-mudi tersebut.
"Ma-s, kalil? Kenapa Mas mukul Hanan? Apa salah Hanan Mas?" Tanya Hanan, masih dengan tangan memeluk gadis di sampingnya.
"Sial, kamu masih bertanya?" Ujar Kalil lalu kembali memukul Hanan, kali ini tepat di tangan kiri yang tengah memeluk gadis itu.
"BODOH, KAU BODOH HANAN. APA KAU LUPA TENGAH MEMILIKI SEORANG ISTRI? KAU LUPA HANAN? PRIA BRENGSEK. TAK BERMORAL." Hardik Kalil, dengan kedua tangan yang tak berhenti menghakimi Hanan.
"Ma-s Kali-l," Rintih Hana, setelah menyaksikan kebrutalan sang kakak.
"Mas, jangan kaya gitu. Abi nggak bakal suka Mas." Sambung Hana lalu berjalan me me luk Kalil, dengan isakan tangis semakin kuat.
"Dek, sayang. Dengerin Mas kalil ya, Mas gak bakal biarin adek Mas ini kenapa-kenapa Mas tau kalo Mas salah, tapi setidaknya Mas lakukan itu demi kamu." Terang Kalil, dengan senyum simpulnya.
"Mas, ayo pulang biarkan saja pria brengsek itu bersama wanitanya." Ajak Hana, dengan senyum getirnya. Sebelum benar-benar pergi meninggalkan Hanan, Hana memutuskan menghampiri Hanan dan Anes.
"Kak, Aku mencintaimu lebih dalam dari palungnya laut. Sebab itu, aku tak mampu untuk kembali ke permukaan; memijak kenyataan jika hatimu bukan untuk aku. Tanpa lelah aku menunggu, berharap sepasang lenganmu datang menjemput
tubuh sunyiku yang terlalu lama mendekap sepi. Tapi lagi-lagi, aku memeluk udara malam yang mencekam.Bintang-bintang lebur menjadi bulir kesedihan, bulan pun lesap dibenamkan awan gelap. Aku pun tenggelam bersama cinta yang
tak pernah membawaku ke daratan untuk melihat indahnya matahari terbit maupun senja di sore hari." Ujar Hana tepat di hadapan Hanan dan Anes, keduanya tampak mengerutkan dahi."Aku melepasmu Kak, bukan berarti bahwa perasaanku sudah tidak lagi untukmu. Bahkan aku sadar diri, bahwa bukan aku yang kau mau. Bukan aku kebahagiaanmu, bukan aku yang menjadi rumahmu. Selamat berbahagia, Kak. Biarkan aku menyimpanmu di dalam hati sampai Tuhan benar-benar menghilangkanmu dari hatiku." Sambung Hana, melepas cincin pernikahan yang Hanan berikan. Lalu ia berlalu di hadapan Hanan begitu saja, Hanan hanya mampu berdiam diri menatap kepergian sang istri tanpa berniat untuk pergi.
"Na," Panggil seseorang tepat di belakang gadis tersebut, membuat dia mau tak mau harus menoleh ke arah belakang.
"Ini belum benar-benar berakhirkan?" Sambungnya, sembari tersenyum manis ke arah ciptaannya sendiri.
Allhamdulillah selesaiiii, tapi bukan Akhir.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hana;N (TERBIT)
Teen FictionHana berdiri mematung, jantungnya berdegup kencang. Matanya tak berkedip menatap sosok tinggi di hadapannya-pemuda yang bertahun-tahun lalu pernah mengisi harapannya, namun kemudian ia coba lupakan. Waktu telah membentangkan jarak di antara mereka...