Aku sudah melupakan angin lama
bukan berarti aku mendapatkan
angin yang baru, aku memang sudah mengikhlaskan angin lama, tapi bukan berarti aku nyaman dengan angin yang baru.Dua hari setelah pernikahan, Hana
dan Hanan kini telah tinggal di rumah baru mereka, rumah yang diberikan orang tua Hanan sebagai hadiah pernikahan. Hana sebenarnya enggan untuk meninggalkan rumah yang telah ia tempati selama lebih dari dua puluh tahun ia hidup di dunia ini. la enggan untuk meninggalkan rumah yang begitu nyaman dan penuh dengan kehangatan kasih sayang dari keluarganya untuk pergi ke tempat yang ia yakini akan terasa dingin dan kaku.Namun dengan lembut Umminya memberinya nasehat bahwa ia harus selalu mendampingi kemanapun suaminya akan pergi, hari ini Hanan sudah kembali bekerja setelah lima hari ia cuti. Hana baru tahu jika saat ini Hanan menjabat sebagai Direktur di perusahaan properti milik keluarganya yang cukup terkenal. Hana yakin Nessa pasti akan berteriak histeris jika tahu Hanan seorang Direktur, karena gadis itu sangat tergila-gila pada seorang Direktur akibat sering membaca cerita romance yang mengisahkan kehidupan percintaan seorang gadis dengan Direktur kaya dan tampan.
Saat ini Hana sedang menyeduh
kopi untuk Hanan, suaminya. Hah,
rasanya Hana enggan sekali untuk menyebut pemuda itu sebagai suaminya, ia tidak mencicipi kopi hitam yang telah ia buat karena jujur saja ia sangat tidak suka dengan rasa kopi. Setelah selesai, ia berjalan perlahan ke arah meja makan namun ketika ia melihat Hanan yang berulang kali berdecak kesal karena tidak berhasil memasang dasinya dengan benar. Hana hanya menggelengkan kepalanya pelan apa benar laki-laki yang saat ini sedang memunggunginya itu seorang Direktur? Memasang dasi saja tidak bisa.Jadi selama ini siapa yang
memasangkan dasinya? Mamanya?
Ck! Memalukan.Hana menarik kursi meja makan
yang sudah terisi makanan hasil karyanya pagi itu, meskipun tak selezat masakan Umminya, setidaknya masakannya masih layak dimakan manusia, setelah lima belas menit lamanya akhirnya Hanan selesai juga
memasang dasinya.Hanan tersenyum kecil melihat hasil karyanya lalu kemudian membalikkan badannya, sedikit terkejut melihat Hana yang sedang duduk sambil menopang
dagu dengan sebelah tangannya.
Sejak kapan gadis itu duduk disana?"Belum makan? " gumam Hanan
nyaris tak terdengar oleh Hana."Belum," jawab Hana singkat.
Hanya seperti itulah interaksi
mereka, dingin dan kaku.Mungkin jika ada penghargaan bagi pengantin baru terdingin dan terkaku merekalah satu-satunya nominasi dan pemenangnya Hanan menyesap kopi yang dibuat Hana, saat gadis itu sedang
memindahkan nasi ke piring mereka. Rasa kopi itu sedikit aneh menurut Hanan, tapi setelah beberapa lama lidahnya mulai bisa menerima rasanya hingga tibalah merek makan dalam diam. Hanya dentingan suara sendok dengan piring ditambah dengan suara detak jarum jam yang terdengar di ruangan itu."Mulai lusa insyaallah aku magang
kak," ujar Hana membuka suara, berharap mampu memecahkan keheningan di antara mereka."Oh, oke," jawab Hanan singkat, lalu kembali memasukkan sesuap nasi goreng buatan sang istri.
"Kakak ngasih izin?" tanya Hana
memastikan, seburuk apapun hubungan mereka ia tidak mau dilaknat oleh Allah, malaikat dan seluruh makhluk-Nya jika tidak meminta izin pada suaminya saat akan melakukan sesuatu di luar rumah."Tentu, sebelum menikah Papakan
sudah bilang kalau aku gak akan
ngelarang kamu untuk melanjutkan
cita-citamu." Jelasnya membuat Hana, menganggukkan kepalanya sekali sebelum kembali melanjutkan makannya. Kini mereka melanjutkan makan tanpa ada percakapan lagi,
sesekali Hana melirik dasi Hanan yang
terpasang sangat tidak rapi merasa
geregetan untuk memperbaikinya,
tapi ia masih waras untuk tidak
melakukannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hana;N (TERBIT)
Teen FictionHana berdiri mematung, jantungnya berdegup kencang. Matanya tak berkedip menatap sosok tinggi di hadapannya-pemuda yang bertahun-tahun lalu pernah mengisi harapannya, namun kemudian ia coba lupakan. Waktu telah membentangkan jarak di antara mereka...