Hujan turun lebat di luar sejak pukul tiga pagi. Satu jam setelah itu, Taeui baru saja bisa menutup kedua matanya setelah semalaman suntuk, Taeui hanya menghabiskan waktu untuk duduk, meluruskan kedua kaki di bawah meja dengan Ilay yang demam tinggi. Pria itu bahkan tertidur di atas sofa tanpa mau menghiraukan ajakan Taeui untuk pergi ke rumah sakit, setelah sedikit membuat keributan di pukul satu dini hari.
"Ah, leherku sakit."
Kedua kelopak mata Taeui terbuka perlahan, untuk terbiasa dengan pencahayaan di dalam ruangan terang lantas melirik wajah Ilay di sampingnya. Pria itu tidak terusik sama sekali. Darah yang terus keluar tanpa mau berhenti, membekas, menyisakan noda kering di atas permukaan bibir. Sehingga, Taeui cepat-cepat mengambil sekotak tissue untuk kemudian menghapusnya sampai bersih.
"...bajingan, pokoknya semua ini adalah salahmu, aku tidak mau tahu. Jika kau tiba-tiba saja mati, akan kutendang mayatmu sampai ke depan kantor polisi."
Taeui menggerutu, secara acak menyumpal lubang hidung Ilay dengan dua jari tangan penuh amarah membara. Memandang wajah pria yang tidak bergerak sama sekali hanya sesekali embusan napasnya terasa begitu lembut, mengenai telapak tangan yang sekarang turun untuk sekedar menyentuh di bagian pipi. Demam Ilay sudah berkurang hanya saja Taeui bisa membayangkan jika kampret sialan ini akan sakit kepala.
"Jadi sekarang, apa yang harus aku lakukan padamu, Ilay?"
Taeui berdiri, berbalik, lantas berjalan meninggalkan ruangan. Selama kurang lebih tiga puluh menit, sampai Taeui akhirnya datang kembali dengan membawa semangkuk bubur beras. Menu paling sederhana yang bisa Ia masak sendiri.
"Ah, Ilay, kau sudah bangun?"
Lelaki itu duduk bersandar pada lengan sofa, memandang tidak nyaman langit-langit ruangan yang selalu saja menjenuhkan. Begitu menjenuhkan sampai-sampai Ia rasanya ingin sekali menghilang.
"...jadi bagaimana sekarang?"
Taeui menaruh mangkuk bubur miliknya di atas meja. Melipat kedua kaki, tanpa pernah berhenti memandang lugu wajah Ilay. Lelaki itu masih tidak bersuara, hanya terus memperhatikan bagaimana Taeui terlihat begitu mencemaskan dirinya.
"Sekali pun kau berpikir, jika ini sudah membaik, pergi ke rumah sakit untuk menjalani beberapa pemeriksaan, kurasa adalah pilihan yang bagus, Ilay."
Pout kecil di mulut plum itu selalu berhasil mencuri tempat di hati Ilay.
"...aku serius mengatakannya, pergilah ke dokter hari ini." Kata Taeui, mengulang maksudnya, dan kini Ia sudah menyendok sesuap bubur di depan mulut Ilay yang masih tetap menatapnya tanpa berkedip.
Ilay hanya sedikit melirik mangkuk bubur di tangan Taeui. Aroma ini, hal seperti sekarang, Ilay bahkan lupa, sudah berapa lama sejak terakhir kali Ilay mengalaminya. Seseorang yang selalu perhatian padanya ketika sedang sakit, Ilay bahkan tidak pernah menemukannya lagi.
"Apa itu?"
"Tentu saja bubur beras. Aku membuatnya sendiri."
"Rasanya tidak enak."
"Bajingan, tutup saja mulutmu dan cepat makan!"
Ilay terkekeh, menggigit kecil ujung hidung pemuda itu lalu memeluknya erat.
"Jadi kau sungguh membuatnya untukku?"
"Kau pikir aku membuatnya untuk siapa?"
"Kalau begitu, terima kasih banyak," Ilay menaruh mangkuk bubur dengan sendoknya kembali ke atas permukaan meja, lantas mengecup sayang kelopak bibir Taeui yang merekah untuk beberapa detik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Across The Sky Beside You // Ilay x Taeui
FanficSatu-satunya berkah bagi Taeui adalah dilahirkan ke dunia ini sebagai Beta. Akibat kejadian di masa lalu, Taeui juga memiliki kebencian yang sangat ekstrim terhadap Alpha. Terlebih, Alpha dominan. Taeui menjalani kehidupan yang biasa, sampai pada su...