24. Perasaan yang Tidak Bisa di Hindari

857 72 41
                                    

Hallo guys aku kembali up✨

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hallo guys aku kembali up✨

Maaf ya sebelumnya php terus😭🙏

Semoga kalian suka sama part kali ini:)

Jangan lupa buat vote dan komen

Happy Reading 🖤



Nama Angkasa menjadi perbincangan seluruh warga Antariksa. Laki-laki itu dibawa masuk ke dalam mobil polisi setelah mendapat panggilan dari kepala sekolah. Anak-anak Abraxas sudah mencoba menelpon Angkasa berulang kali namun sepertinya ponsel pria itu disita. Tidak ada jalan keluar yang bisa mereka lakukan selain bolos dan menyusul Angkasa kesana.

Plak!

Tamparan pedas mendarat mulus dipipi Angkasa. Mata cowok itu memerah setelah Mama meluapkan kekesalannya pada Angkasa.

"Selalu aja kamu buat masalah Angkasa! Kamu gak bisa sedikit aja buat mama bangga hah?!" bentak Mama membuat Angkasa terhenyak. Suara wanita paruh baya itu bergetar.

"Angkasa bukan pelakunya, ma," lirih Angkasa. Entah bagaimana cara membuat mama percaya bahwa dia tidak seburuk yang mama kira.

Angkasa memang anak berandal, tapi dia tidak mungkin bertindak sejauh ini dengan menghilangkan nyawa seseorang. Apakah dirinya seburuk itu di mata mama?

"Kamu bikin mama kecewa!" Mama mendorong bahu Angkasa. Air mata wanita itu menetes. Lagi, Angkasa menjadi alasan mama menangis. "Dari dulu Angkasa, dari dulu..." Mama menggeleng-gelengkan kepala. "Kamu selalu aja membuat masalah!"

"SEDIKIT SAJA MEMBUAT MAMA BANGGA APA KAMU GAK BISA?!" teriak mama emosi.

Angkasa hanya bisa tertunduk. Kalimat yang mama ucapkan membuat hatinya remuk. Rasa sakit ini bahkan tidak sebanding dengan pukulan yang ia dapat saat berkelahi.

Sejujurnya, Angkasa bisa saja lepas dari tuduhan jika dia mengatakan yang sebenarnya. Tapi Angkasa tidak bisa mengungkapkan bahwa malam itu dirinya bersama Alana. Angkasa hanya tidak mau Alana ikut  terseret dalam masalah ini. Apalagi jika sampai ketahuan berada ditempat seperti itu, nama baik Alana bisa terancam.

Pintu terbuka. Arga keluar bersama satu orang polisi dari ruang interogasi.

"Bagaimana hasilnya?" tanya mama.

"Setelah mempertimbangkan bukti-bukti yang ada, kami memutuskan untuk membebaskan Angkasa dan melepaskan tuduhnya sebagai tersangka," terang polisi tersebut. "Kami meminta maaf atas kesalahan yang sudah kami lakukan."

Buku-buku tangan Angkasa memutih. Bangsat! Semudah itu lo bilang maaf setelah mama sampai nampar gue kayak tadi?!

Arga yang menyadari putranya tengah menahan emosi langsung menepuk bahunya dua kali. "Dari awal papa percaya kamu tidak bersalah. Sudah, ya? Kita pulang sekarang."

November BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang