Nicholas, Martha & Cookies

316 41 16
                                    

Saat aku sedang terhanyut memikirkan kue yang akan kubuat saat pulang kerja nanti, tiba-tiba suara yang akrab di telingaku mengejutkanku.

"Heh, ngelamun aja, Anna! Pikirin apa sih?" tanya seseorang sambil menepuk bahuku.

Aku menoleh dan melihat Nicolas, atau yang akrab kupanggil Niko, sahabatku yang rupanya adalah manajer di kantorku ini. Niko yang menawariku untuk bergabung di perusahaan ini.

"Niko! Aku nggak nyangka kamu bakal ada di sini," kataku dengan mata berbinar.

Niko tertawa. "Ya iyalah, aku kan yang bawa kamu ke sini. Gimana hari pertama kerja?"

"Sejauh ini fine sih, tapi masih banyak yang harus dipelajari," jawabku sambil tersenyum.

"Baguslah. Jangan terlalu stres, oke? Kita ada di sini buat bantu kamu. Kalau ada yang perlu, langsung aja tanya aku atau tim lainnya," katanya dengan nada serius namun hangat.

"Terima kasih, Niko. Aku bener-bener terima kasih kamu mau bantu aku waktu itu. Aku nggak tahu harus gimana kalau nggak ada kamu," kataku dengan tulus.

"Take it easy, you're my best friend, Anna. Aku senang bisa bantu. Lagian, aku yakin kamu bisa bawa banyak hal positif ke tim ini," jawabnya sambil menepuk bahuku lagi.

Kami mengobrol sebentar sebelum Niko kembali ke pekerjaannya. Aku merasa sedikit lebih tenang dan bersemangat untuk menghadapi tantangan di kantor baru ini.

Sambil melanjutkan pekerjaanku, pikiranku kembali melayang ke kue yang akan kubuat nanti malam. Semoga ini bisa menjadi awal yang baik untuk pertemananku dengan tetangga-tetanggaku.



Saat waktu kerja berakhir, aku mengemasi barang-barangku dan pamit pada rekan-rekan kantor yang sudah mulai kukenal. Aku pulang dengan perasaan lega dan bersemangat, siap untuk menyiapkan kue dan melanjutkan misiku untuk berkenalan dengan lebih banyak tetangga di gedung apartemenku.

Saat aku hendak bergegas pulang, Niko mendatangiku dan bertanya, "Anna, malam ini kamu ada rencana apa?"

Aku tersenyum, "Aku mau buat kue untuk tetangga-tetangga di apartemen. Rencananya sih mau kenalan sama mereka. Kenapa tanya, Niko?"

Niko mengangguk sambil tersenyum. "Wah, mau jadi tetangga yang baik, ya. Tapi, gimana kalau kita makan malam dulu? Sebagai ucapan selamat datang di kantor baru," tawarnya.

Aku mempertimbangkan sejenak. Tawaran Niko memang menggoda, apalagi setelah hari pertama kerja yang cukup melelahkan. Tapi, aku juga ingin menyelesaikan rencanaku untuk membuat kue.

"Makan malam kedengaran seru sih, Nik. Tapi, gimana kalau besok? Aku bener-bener mau nyelesaikan rencana ngebuat kue ini," jawabku dengan sopan.

Niko tertawa kecil. "Alright, Anna. Aku ngerti. Besok kita bisa makan malam bareng, gimana?"

Aku mengangguk setuju. "Deal! Thanks, Niko."

Niko tersenyum lebar. "Sama-sama, Anna. Kalau butuh bantuan apa pun, jangan ragu hubungi aku, ya."

"Siap, boss!" jawabku sambil tertawa.

Setelah berpamitan, aku bergegas pulang. Begitu sampai di apartemen, aku segera mengganti pakaian dan menyiapkan bahan-bahan untuk membuat kue cokelat.

Saat aku sampai di apartemen, aku langsung menuju dapur dan mempersiapkan bahan-bahan untuk membuat cookies. Sementara mentega dilelehkan, aku memikirkan tetangga-tetangga di sekitarku yang belum ku kenal, termasuk pria misterius di kamar nomor 12 yang sangat menyita perhatianku.

Aku masih belum mengenalnya dengan baik. Yang aku tahu hanya sedikit dari penampilannya yang memang mencolok: rambut kelabu, mata biru mencolok, dan wajah kaukasian.

Setelah adonan cookies siap, aku membentuk adonannya cermat sambil memikirkan apa yang bisa kuberikan sebagai salam kenal untuk tetangga-tetanggaku.

Saat aku memasukkan adonan cookies yang sudah kubentuk ke dalam oven, tiba-tiba ponselku berdering. Dengan secepat kilat, aku meraih ponselku dan melihat bahwa itu adalah video call dari Martha, sahabatku di Medan, dia adalah sahabatku sejak kecil.

"Hei, Ta!" sapaku dengan riang saat menjawab panggilan.

"Anna! Gimana kabarmu di tempat baru?" tanya Martha dengan antusias.

"Baik, Ta. Baru beberapa hari sih, tapi so far so good. Lagi bikin cookies buat tetangga-tetangga," jawabku sambil tersenyum.

"Kamu memang selalu ramah, Anna. Eh, ngomong-ngomong soal tetangga, ada gosip apa di sana?" Martha bertanya dengan nada bercanda.

Aku tertawa. "Belum banyak yang aku kenal, tapi ada satu tetangga yang menarik perhatian sih. Dia tinggal di kamar nomor 12. Penampilannya mencolok banget: rambut kelabu, mata biru mencolok, mukanya kaukasian. umurnya sekitaran awal 40an sih, Kayaknya dia orang asing juga."

"Wah, kayaknya menarik ya. Sudah kenalan belum?" tanya Martha dengan penasaran.

"Belum secara langsung. Aku baru mau kasih cookies ini nanti sebagai salam kenal," kataku.

"Semoga lancar ya, Na. Oh ya, Sean gimana? Dia masih ngehubungin kamu?"

Aku menghela napas. "Aku udah cut off semua akses jadi dia ga bisa hubungin aku lagi. Kamu tahu kan gimana sulitnya ngehadapin dia."

Martha mengangguk. "Iya, aku tahu. Semoga kamu bisa lebih damai ya di tempat baru ya. Kamu butuh ruang untuk diri kamu sendiri."

"Thanks ya, Ta." kataku dengan tulus.

"Kayaknya kapan-kapan aku harus main ke sana, ya. Pasti seru," ujar Martha.

"Sure, aku seneng banget kalau kamu datang. Kita bisa jalan-jalan nanti aku tunjukkin tempat-tempat menarik di sini," kataku sambil tersenyum.

Kami mengobrol beberapa saat lagi sebelum aku harus mengakhiri panggilan karena cookies sudah hampir matang.

"Ta, udah dulu ya, Cookiesnya udah matang, aku selesaiin cookies ini dulu. Nanti kita sambung lagi, ya." ujarku sambil menunjukkan Cookies-cookiesku yang ada di dalam Oven

"Oke, Anna. Jaga diri baik-baik dan semoga sukses sama cookiesnya. Bye!"

"Bye, Ta!" kataku sebelum menutup panggilan.

Aku memeriksa cookies yang sudah matang dan mulai mengemasnya dalam kotak-kotak kecil. Dengan perasaan bersemangat, aku bersiap untuk berkeliling dan berkenalan dengan tetangga-tetanggaku,

Akhirnya, aku memutuskan untuk mengemas beberapa cookies kecil dalam sebuah kotak cantik dengan label "Salam kenal dari Anna, tetangga baru."

Setelah cookies selesai dipanggang dan dingin, aku segera menyiapkannya untuk dibawa ke tetangga-tetanggaku.



Setelah berkeliling dari ujung ke ujung tibalah giliran di kamar 12, Dengan hati yang sedikit berdebar, aku mengetuk pintu dengan ringan.

Setelah beberapa saat, pintu terbuka dan pria misterius itu muncul di ambang pintu. "Halo, maaf mengganggu. Saya Anna, tetangga baru di sebelah. Saya buat beberapa cookies sebagai salam kenal." kataku sambil tersenyum ramah.

Pria itu menatapku sejenak dengan mata birunya yang mencolok, lalu dia tersenyum tipis. "Halo, Anna. Terima kasih atas cookiesnya. Saya Samuel, Samuel Hennesy" ucapnya dengan suara yang tenang namun hangat.

Aku merasa lega karena akhirnya berhasil berkenalan dengannya.

"Nice to meet you, Mister Samuel. Hope you like the cookies," kataku sambil menyerahkan kotak cookies.

Samuel menerima kotak itu dengan senyum. "Terima kasih, Anna. Semoga kita bisa lebih mengenal satu sama lain di masa mendatang, anyway just call me Sam" ucapnya dengan senyumnya yang mempesona itu.

"O-okay" balasku lalu aku pamit untuk meninggalkannya dan dia menutup pintu apartemennya dan aku kembali ke apartemenku dengan senyum karna berhasil berkenalan dengannya.

Tak lama kemudia setelah senyumku itu aku menepuk-nepuk pipiku dengan lumayan kencang, "oh my god, apaan-apaan aku" gumamku pada diri sendiri, merasa sedikit kikuk atas reaksiku tadi.

Dear SamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang