ceasefire

96 25 12
                                    

"Ini serius kita bawa buah buat minta maaf?" ujar Niko padaku saat kami selesai berbelanja buah-buahan untuk kami berikan pada Sam sebagai tanda permintaan maaf.

Aku mengangguk sambil tersenyum canggung. "Ya, Nik. Menurutku ini bagus ya buat nunjukin niat baik. Lagian, siapa yang bisa menolak buah segar kan?"

Niko tertawa kecil. "Okay then, kalau itu bisa ngebuat suasana jadi baik, why not?"

Kami berjalan menuju apartemen Sam dengan membawa keranjang buah-buahan. Setibanya di pintu apartemennya, aku merasa sedikit gugup. Niko menepuk bahuku untuk memberi semangat.

"Ayo apa lagi, Anna? Let's do this together."

Aku menarik napas dalam-dalam, lalu mengetuk pintu apartemen Sam. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka dan Sam muncul dengan wajah terkejut melihat kami berdiri di depannya dengan keranjang buah.

"Anna? Nicholas? Ada apa ini? Siapa yang sakit?" tanyanya, bingung.

Aku tersenyum canggung dan menggelengkan kepala. "G-gak ada yang sakit, Sam. Kami cuma datang buat minta maaf soal kejadian tadi pagi. Aku ngerasa gak enak karena udah ngegerutu soal desainmu."

Sam menatap kami sejenak sebelum akhirnya tersenyum tipis. "Kalian gak perlu repot-repot kayak gini. But thanks, ini benar-benar gak terduga."

"Ayo, masuk. Kebetulan aku mau buat makan malam, Kita bisa ngobrol sambil makan malam sama-sama." ujar Sam mengundang kami masuk ke dalam apartemennya dengan senyum yang lebar.

"Ah thanks Sam, kami gak mau ngerepotin" ujarku menolak Sam dengan halus.

"No-no young lady, di negara asalku menolak ajakkan makan malam tuan rumah itu tindakkan yang sangat tidak sopan"

"T-tapi Sam-"

"Gak ada tapi-tapi, kalian duduk aja, kalian dilarang pulang dengan perut kosong."

"Fine Sam, kalau gitu biarin kita bantu kamu" ujar Niko mengikuti Sam

Aku mengangguk setuju, merasa tak punya pilihan lain. "Iya, Sam. Kami bantu deh, biar cepat selesai juga."

Sam tertawa kecil. "Baiklah, kalau begitu. Kalian bisa bantu siapkan meja dan ambil minuman dari kulkas."

"No, aku bakal bantu masak," ujarku bersikeras.

"Alright, kalau gitu Niko, tolong bantu rapikan meja makan dan siapkan alat makan. Anna, bantu aku di kitchen ya," ujar Sam.

Aku mengikuti Sam ke dapur, merasa sedikit gugup tapi juga bersemangat. Di dapur, Sam memberikan instruksi dengan jelas. "Anna, tolong potong sayuran ini sementara aku siapkan bahan-bahan lainnya."

Aku mulai memotong sayuran, sementara Sam mempersiapkan bahan lainnya. Tidak lama kemudian, Sam mengomentari caraku yang salah dalam memegang pisau. "Anna, coba pegang pisaunya seperti ini, supaya lebih aman dan potongannya lebih rapi," katanya sambil menunjukkan caranya.

Aku mencoba mengikuti arahannya, tapi merasa sedikit terganggu. Tak lama kemudian, Sam juga mengomentari ukuran potonganku. "Usahakan ukuran sayurannya sama, biar matang merata."

Ocehan Sam mulai terasa seperti Sam yang menyebalkan di kantor tadi pagi. "Sam, ini kan cuma potongan sayuran. Gak usah terlalu perfeksionis, kan?" ujarku dengan sedikit nada protes.

Sam tertawa kecil, tapi tetap terlihat serius. "Iya, tapi ini juga soal efisiensi dan hasil akhir, Anna. Kalau semua seragam, proses memasaknya jadi lebih cepat dan hasilnya lebih baik."

Aku menghela napas dan mencoba menahan kesal. "Fine, Sam. i try."

Aku terus memotong sayur dengan standar yang diucapkan Sam, namun lagi-lagi dia protes. "Oh god, Anna, aku sudah bilang cara kamu pegang pisau salah, kamu bisa luka. Kamu gak cocok pekerjaan dapur, kenapa memaksakan diri? Gadis muda zaman sekarang memasak cuma untuk bahan media sosial ya," ujar Sam dengan nada sarkastis.

Dear SamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang